in ,

Wamenkeu: Pajak Karbon Jadi Satu Instrumen dari Pasar Karbon

Wamenkeu: Pajak Karbon Jadi Satu Instrumen
FOTO: KLI Kemenkeu

Wamenkeu: Pajak Karbon Jadi Satu Instrumen dari Pasar Karbon

Pajak.com, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah membuka ruang bagi Indonesia untuk menerapkan pajak karbon. Wamenkeu memastikan, pajak karbon jadi satu instrumen dari pasar karbon.

“Pajak karbon itu kita jadikan satu instrumen supaya pasar karbonnya bisa jalan, supaya instrumen pasar karbonnya bisa jalan. Jadi, bagaimana setting-nya yang mau kita bangun adalah dunia usaha itu harusnya memiliki opsi,” ujar Suahasil dalam Acara Sustainability in Action Opportunities for a Better Tomorrow in Indonesia yang diselenggarakan oleh CIMB Niaga, dikutip Pajak.com (14/9).

Ia menjelaskan, opsi yang dimaksud, yakni dunia usaha dapat memilih untuk mengurangi emisi dengan membeli pengurangan emisi di pasar karbon atau membayar pajak kepada Pemerintah Indonesia. Secara simultan, pajak karbon menjadi alat terpenuhinya Nationally Determined Contribution (NDC) dengan menurunkan emisi gas sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan sampai dengan 43,20 persen dengan kerja sama internasional pada tahun 2023.

Baca Juga  Ketentuan dan Contoh Penghitungan Denda Sanksi Administrasi Kepabeanan  

“Jadi, kapan diterapkan pajak karbon? Kita akan lakukan pajak karbon sejalan dengan roadmap dari pasar karbon kita. Nanti kalau pajak karbonnya enggak ditetapkan, kemudian orang enggak mau membeli sertifikat pengurangan emisi di pajak karbon, maka saya katakan, sertifikat pengurangan emisi kita di pajak karbon itu nanti akan dipastikan untuk diterapkan. Karena harusnya setiap sektor itu mengerti target sektor kita,” ujar Suahasil.

Ia menegaskan, sertifikat pengurangan emisi tersebut akan diperdagangkan di bursa karbon. Kemudian, tidak hanya ditawarkan ke pasar Indonesia juga bagi pihak luar negeri.

“Kita menawarkan (sertifikat pengurangan emisi). Memang harusnya kita menawarkan likuiditas kita itu atau pengurangan emisi karbon kepada dunia. Jadi, jangan cuma kita yang ditawarin untuk listing di luar negeri. Kita ingin mencari juga pembeli-pembeli dari luar negeri. Silahkan cari di pasar kita,” kata Suahasil.

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Seperti diketahui pasar karbon yang nantinya diawasi oleh bursa karbon. Rencananya, bursa karbon akan meluncur pada September 2023. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Karbon melalui Bursa Karbon. SEOJK tersebut diterbitkan sebagai aturan turunan dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Bursa Karbon.

Pada kesempatan berbeda, Analis Senior Direktorat Pengembangan Pasar Modal dan Pasar Modal Syariah OJK Aryo Yoga Pratama menjelaskan, berdasarkan POJK Nomor 12 Tahun 2023, OJK hanya akan melakukan pengawasan di pasar sekunder untuk perdagangan karbon. OJK juga harus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca Juga  Kanwil DJP Riau Sita Aset Penunggak Pajak Sebesar Rp 1,95 M

“Unit karbon yang diperdagangkan di bursa karbon mencakup Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang tercatat dalam SRN PPI (Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim) oleh KLHK. Nantinya, penyelenggara bursa karbon juga dapat mengakomodasi perdagangan karbon yang berasal dari luar negeri atau yang tidak berasal dari PTBAE-PU dan SPEGRK,” jelas Aryo.

Baca juga:

https://www.pajak.com/ekonomi/menangkap-peluang-dan-tantangan-bursa-karbon-bagi-industri/.

https://www.pajak.com/ekonomi/sertifikat-hijau-dari-srn-kegunaan-dan-cara-mendaftarnya/.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *