in ,

Perspektif Provisio Consulting tentang Efektivitas Penyelesaian Sengketa Pajak pada “Core Tax”

Perspektif Provisio Consulting tentang Efektivitas Penyelesaian Sengketa Pajak pada “Core Tax”
FOTO: Foto: Dok.PT Provosio Consulting/Desain: Muhammad Ikhsan Jamaludi

Perspektif Provisio Consulting tentang Efektivitas Penyelesaian Sengketa Pajak pada “Core Tax”

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berencana mengimplementasikan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS)/core tax pada 1 Juli tahun 2024—seirama dengan penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sebelumnya Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) menyebut bahwa core tax memiliki banyak manfaat bagi Wajib Pajak maupun otoritas perpajakan. Salah satunya, membuat potensi sengketa pajak menurun. Kali ini Pajak.com menggali perspektif Senior Tax Manager Provisio Consulting Naufal tentang efektivitas penyelesaian sengketa pajak pada core tax. 

Secara garis besar, pengembangan core tax telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018, yakni sebagai teknologi informasi yang akan mendukung pelaksanaan tugas DJP sekaligus kemudahan bagi Wajib Pajak dalam automasi proses bisnis, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, hingga penagihan. Core tax juga didesain untuk mengintegrasikan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan (bukper) dan penyidikan, Compliance Risk Management (CRM), business intelligence, document management system, data quality management, keberatan dan banding, non-keberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, serta knowledge management.

“Penerapan core tax tersebut memang diperlukan agar lebih memudahkan Wajib Pajak dalam administrasi perpajakan. Karena sebenarnya tantangan untuk pemenuhan administrasi perpajakan adalah Wajib Pajak yang harus datang ke kantor pajak yang terkadang menyita waktu. Disamping itu juga akan lebih memudahkan DJP untuk mengintegrasikan proses bisnis perpajakan (yang saat ini memiliki aplikasi/sistem yang terpisah-pisah),” jelas Naufal kepada Pajak.com di Kantor Provisio Consulting, (25/4).

Dalam sudut pandang konsultan pajak, ia menilai bahwa core tax akan mengefisiensikan proses penyelesaian sengketa pajak dalam hal penyerahan dokumen. Kendati demikian, menurut Naufal, sengketa pajak tidak bisa sepenuhnya diselesaikan secara on-line.

“Untuk dokumentasi, seperti supporting dokumen dalam proses pemeriksaan, keberatan dan/atau banding, penerapan core tax akan membantu untuk efisiensi kertas, dan sebagainya, Namun untuk penyelesaian sengketa pajak juga dibutuhkan komunikasi langsung dengan pihak DJP, sehingga penjelasan dari Wajib Pajak akan lebih mudah dipahami,” ungkap Naufal.

Baca Juga  Komwasjak: “Core Tax” Bikin Potensi Sengketa Pajak Menurun

Sebagai gambaran, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2013 j.o PMK Nomor 202 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, penelaah keberatan DJP memberikan waktu kepada Wajib Pajak untuk melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan. Hal ini disampaikan penelaah keberatan melalui penyampaian surat panggilan kepada Wajib Pajak—setelah sebelumnya DJP memberikan waktu kepada Wajib Pajak untuk menyerahkan dokumen dan/atau data hingga dua kali kesempatan, yakni dalam waktu 15 hari kerja dan 10 hari kerja (25 hari).

“Artinya komunikasi langsung dengan pihak DJP dalam penyelesaian sengketa pajak masih sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan. Maka, tantangannya Wajib Pajak harus mampu mendokumentasikan administrasi terkait dengan bisnis secara softcopy atau secara digital apabila core tax sudah diberlakukan,” imbuh Naufal.

Ia berharap DJP dapat mengembangkan core tax sebagai sistem digital yang reliabel, aman, dan tepercaya, sehingga mudah diakses oleh para Wajib Pajak. Dengan begitu, nantinya Wajib Pajak semakin mudah untuk memenuhi kewajiban administrasi perpajakan, termasuk dalam menyelesaikan sengketa.

Maka, tantangan terbesar DJP adalah mengedukasi kemudahan core tax ini secara komprehensif kepada seluruh Wajib Pajak di Indonesia—yang wilayahnya sangat luas. Secara parsial DJP harus mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar Wajib Pajak dapat terlayani dengan baik secara on-line. 

Baca Juga  Provisio Consulting Teropong Dampak “Artificial Intelligence” Terhadap Profesi Perpajakan

“Untuk sosialisasi mengenai core tax ini DJP juga dapat menggunakan layanan-layanan digital, seperti YouTube, TikTok, dan platform lainnya. Selain itu, membuat konten-konten edukasi terkait penerapan core tax agar dapat lebih mudah diakses oleh Wajib Pajak,” pungkas Naufal.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *