in ,

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak saat DJP Lakukan Penilaian

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak saat DJP
FOTO: Dok. Provisio Consulting/Desain: Muhammad Ikhsan Jamaludin

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak saat DJP Lakukan Penilaian

Pajak.com, Jakarta – Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 Tahun 2023 menegaskan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan penilaian atas harta. Untuk itu, Associate Manager Provisio Consulting Alvin Arthur Simanjuntak mendorong agar Wajib Pajak memahami hak dan kewajiban Wajib Pajak saat DJP menjalankan kewenangannya.

Ia menjelaskan, PMK Nomor 79 Tahun 2023 memberikan hak kepada DJP untuk menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), nilai harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan penilaian kantor atau penilaian lapangan. Adapun penilaian atas harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis dilakukan atas satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.

Penilaian kantor untuk penetapan NJOP dilakukan untuk keperluan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan penilaian lapangan untuk penetapan NJOP dilakukan dalam rangka pengawasan, pemeriksaan, penyelesaian keberatan, pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar, pemeriksaan bukti permulaan (bukper) dan penyidikan.

Kemudian penilaian kantor dan lapangan atas harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis dilakukan dalam rangka pengawasan, pemeriksaan, Mutual Agreement Procedure (MAP), Advice Pricing Agreement (APA), penyelesaian keberatan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, penagihan, pemeriksaan bukper, dan penyidikan. Hasil dari penilaian dapat dilihat melalui laporan penilaian yang dibuat berdasarkan kertas kerja penilaian. Laporan penilaian berisi data atau informasi terkait penilaian, pendekatan dan metode yang digunakan dalam penilaian, hingga kesimpulan hasil penilaian.

“Dengan adanya PMK Nomor 79 tahun 2023, Wajib Pajak memiliki acuan dalam menentukan nilai suatu objek pajak, khususnya dalam konteks penilaian di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta untuk kepentingan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). Namun, ketentuan penilaian dalam PMK ini juga dapat menimbulkan adanya perbedaan penilaian dan pendapat antara penilaian menurut Wajib Pajak dengan tim penilai sehingga dapat menimbulkan sengketa pajak,” ujar Alvin kepada Pajak.com, di Kantor Provisio Consulting, Jakarta, (27/2).

Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

Hak dan kewajiban Wajib Pajak

Apabila terdapat ketidaksesuaian penilaian terhadap perhitungan/penilaian oleh DJP, maka Wajib Pajak memiliki tiga hak yang diatur dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023. Pertama, Wajib Pajak memiliki hak untuk meminta Surat Perintah Penilaian serta penjelasan atas tujuan penilaian kepada tim penilai. Apabila terdapat perubahan atas susunan tim penilai, Wajib Pajak memiliki hak untuk meminta Surat Perintah Penilaian Perubahan.

Kedua, pada saat proses penilaian berlangsung, Wajib Pajak memiliki hak untuk meminta izin tim penilai untuk mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang telah dipinjamkan kepada tim penilai.

Ketiga, Wajib Pajak memiliki hak untuk menolak atas suatu tanggapan tim penilai dan mengajukan surat pernyataan penolakan beserta dokumen dan bukti pendukung kepada tim penilai.

“Di sisi lain, Wajib Pajak juga punya kewajiban, yakni menunjukkan atau menyerahkan data atau dokumen terkait objek pajak yang akan dilakukan penilaian. Adapun selama proses penilaian berlangsung, Wajib Pajak memberikan izin atas peminjaman buku, catatan, dan dokumen pendukung yang berhubungan dengan objek penilaian,” urai Alvin.

Kemudian, Wajib Pajak juga berkewajiban memberikan tanggapan, baik secara lisan maupun tertulis terkait objek penilaian, serta memberikan kesempatan kepada tim penilai untuk memberikan tanggapan terkait objek penilaian atau melakukan peninjauan lapangan dalam rangka penilaian yang meliputi kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, dan/atau penghimpunan data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai objek penilaian sesuai dengan tujuan penilaian.

“Berdasarkan pengalaman mendampingi Wajib Pajak menghadapi penilaian, Wajib Pajak perlu mempersiapkan data atau dokumen yang sesuai dengan standar dan ketentuan perpajakan yang berlaku. Apabila terdapat objek pajak atau harta yang harus dinilai, Wajib Pajak dapat meminta penilaian dari pihak ketiga yang independent, dalam hal ini Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), sebagai pendukung penilaian atas data atau dokumen objek pajak penilaian,” ungkap Alvin.

Hak dan kewajiban DJP

Ia pun memerinci hak DJP, yaitu melakukan penilaian atas suatu objek pajak serta menerbitkan Surat Perintah Penilaian apabila objek pajak tersebut akan dilakukan penilaian. DJP juga memiliki hak untuk menerbitkan Surat Peminjaman buku, catatan, dan dokumen pendukung terkait objek penilaian

Baca Juga  Mekanisme Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Pajak Lewat Sistem e-Tax Court

“Pihak DJP juga memiliki hak untuk meminta pertemuan secara langsung atau on-line apabila dibutuhkan diskusi atau permintaan pemberian penjelasan terkait temuan dalam suatu penilaian kepada Wajib Pajak. DJP memiliki hak untuk melakukan peninjauan lapangan dalam rangka penilaian yang meliputi kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, dan/atau penghimpunan data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai objek penilaian sesuai dengan tujuan penilaian,” ungkap Alvin.

Secara simultan, DJP berkewajiban melakukan penilaian atas objek penilaian sesuai dengan standar dan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selanjutnya, DJP dapat memberikan tanggapan secara lisan maupun tertulis terkait objek penilaian.

Alvin pun mengelaborasi standar penilaian untuk tujuan perpajakan dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023. Ia menggarisbawahi, penilaian harta berwujud dan tidak berwujud ditentukan melalui analisis data objek, data pendukung penilaian, serta penerapan pendekatan penilaian.

“Analisis data objek dan data pendukung atas harta berwujud, meliputi analisis data pasar properti, penggunaan tertinggi dan terbaik. Sedangkan, harta tidak berwujud berupa analisis data makro ekonomi yang relevan dengan objek penilaian, analisis data sektor industri, analisis laporan keuangan, analisis proyeksi laporan keuangan, analisis data objek penilaian,” jelasnya.

Selain itu, untuk menentukan nilai harta berwujud dan harta tidak berwujud dilakukan melalui pendekatan yang diatur dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023. Ada pendekatan pasar yang bisa dilakukan berdasarkan, pendekatan pendapatan, biaya, dan aset.

“Dengan demikian, penilaian harta berwujud dan tidak berwujud memiliki perbedaan pada teknik pengumpulan data. Sedangkan untuk penerapan metode pendekatan yang digunakan tidak memiliki perbedaan,” imbuh Alvin.

Tata cara penilaian

Secara teknis, tata cara penilaian yang dilakukan DJP adalah sebagai berikut:

1. Penyiapan bahan penilaian, yakni:

  • Pengumpulan dokumen dasar penugasan penilaian;
  • Pengumpulan dokumen rencana dan program penilaian; dan/atau
  • Penyiapan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pelaksanaan penilaian.
Baca Juga  Cara Ajukan Izin Pembukuan Berbahasa Inggris dan Satuan Dollar AS ke Kantor Pajak

2. Pengumpulan data objek dan data pendukung penilaian:

  • Data penilaian untuk menentukan nilai objek PBB dalam penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP):
  1. Data Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP); dan
  2. Data selain data dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
  • Data penilaian untuk menentukan nilai harta berwujud:
  1. Data umum;
  2. Data permintaan dan penawaran; dan
  3. Data objek penilaian.
  • Data penilaian untuk menentukan nilai harta tidak berwujud:
  1. Data makro ekonomi;
  2. Data sektor industri; dan
  3. Data objek penilaian.

Tindak lanjut dari penilaian yang dilakukan DJP adalah hasil dari penilaian yang telah dilakukan akan digunakan sebagai:

  1. Dasar perhitungan pajak terutang dalam analisis atau penelitian pemenuhan kewajiban perpajakan saat dilakukan pengawasan;
  2. Dasar perhitungan pajak terutang dalam pengujian pemenuhan kewajiban perpajakan saat dilakukan pemeriksaan;
  3. Dasar penentuan harga transfer yang wajar dalam analisis dan penentuan posisi runding saat dilakukan prosedur persetujuan bersama;
  4. Dasar penentuan harga transfer yang wajar dalam analisis dan penentuan penentuan posisi runding saat dilakukan kesepakatan harga transfer;
  5. Dasar perhitungan pajak terutang dalam keputusan pada penyelesaian keberatan;
  6. Dasar perhitungan pajak terutang dalam keputusan pada penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak;
  7. Dasar penentuan nilai jaminan aset berwujud, nilai barang yang disita, harga limit, dan harga jual untuk barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang saat dilakukan penagihan;
  8. Dasar perhitungan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan; dan
  9. Dasar perhitungan dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan penyidikan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

194 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *