Provisio Consulting Teropong Dampak “Artificial Intelligence” Terhadap Profesi Perpajakan
Pajak.com, Jakarta – Partner at Provisio Consulting Zeyd Hasan teropong dampak artificial intelligence terhadap profesi bidang perpajakan, pada seminar Fiscal Career Week 2023, bertajuk Introduction to Tax Planning and Tax Compliance The Best Way to Increase Tax Efficiency yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Ilmu Administrasi Fiskal (KOSTAF) Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), di Auditorium EDISI FIA UI, Depok.
Zeyd meyakini, peran artificial intelligence akan meningkatkan tax compliance karena akan membantu Wajib Pajak maupun otoritas dalam mempermudah urusan administrasi perpajakan. Di sisi lain, ia berpandangan, artificial intelligence belum mampu menghasilkan analisis, khususnya terkait tax planning yang dilakukan Wajib Pajak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Artificial intelligence akan menjadi tantangan buat mereka (mahasiswa), karena mungkin akan terjadi pengurangan kebutuhan staf pajak di perusahaan atau (di kantor) konsultan pajak. Namun, saya juga ingin memberikan sudut pandang bahwa tidak semuanya bisa digantikan dengan artificial intelligence, khususnya dalam hal analisis terhadap sesuatu kebijakan. Karena aturan yang dibaca oleh Wajib Pajak dan otoritas berpotensi bisa berbeda (pemahaman). Misalnya, saya (Wajib Pajak) merencanakan beli aktiva yang paling efisien pajaknya. Ternyata otoritas bilang, enggak bisa direncanakan seperti itu. Nah, analisis-analisis atau pemahaman ini yang tidak bisa digantikan dengan dengan artificial intelligence,” ungkapnya kepada Pajak.com, di sela-sela acara.
Dengan demikian, menurut Zeyd, artificial intelligence belum dapat membantu Wajib Pajak mengurai argumentasi ketika melakukan tax planning, sebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pajak dalam hal penghematan kewajiban perpajakan yang tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Singkatnya, tax planning bertujuan untuk meminimalisasi beban pajak tanpa melanggar regulasi perpajakan.
Ia menjelaskan, ada tiga metode tax planning, yaitu pertama penentuan badan usaha. Penentuan ini berpengaruh terhadap besarnya fasilitas dan tarif pajak yang berlaku. Misalnya, Perseroan Terbatas (PT), PT Terbuka, Penanaman Modal Asing (PMA), atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) masing-masing memiliki fasilitas dan tarif pajak yang berbeda.
“PMA bisa mendapatkan tax holiday atau tax allowance jika berinvestasi berapa besar atau UMKM yang mendapat tarif PPh (Pajak Penghasilan) 0,5 persen dari omzet di atas Rp 500 juta. Apabila omzet di bawah Rp 500 juta, maka dibebaskan pajaknya,” jelas Zeyd.
Kedua, penentuan jenis usaha. Menurutnya, penentuan jenis usaha dapat menjadi strategi tax planning karena masing-masing sektor, seperti pertambangan, jasa, konstruksi, atau infrastruktur mendapat fasilitas perpajakan yang berbeda.
Ketiga, penentuan domisili terdaftarnya Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Berdasarkan pengalaman Zeyd, penentuan domisili akan memengaruhi potensi penelitian yang dilakukan oleh KPP terhadap Wajib Pajak maupun fasilitas yang didapatkan.
“Misalnya, karena di KPP Depok Sawangan mayoritas (terdaftar) Wajib Pajak orang pribadi, kemudian kita mendirikan pabrik di sini, maka potensi penelitian atau pengawasan yang dilakukan KPP terhadap pabrik jauh lebih intensif,” ungkapnya.
Dengan begitu, Zeyd menyimpulkan, ketiga metode tersebut memerlukan analisis mendalam dari profesional bidang perpajakan yang belum dapat digantikan oleh artificial intelligence. Peran artificial intelligence dalam tax planning dapat dilakukan berupa prediksi dan simulasi dalam merencanakan respons yang efektif terhadap perubahan pajak, membantu pemilihan pembelian alat berat serta simulasi perhitungan penyusutan yang lebih efisien, perhitungan portofolio keuangan, pengendaian risiko kepatuhan atau memberikan peringatan terkait potensi pelanggaran hukum perpajakan.
“Contoh platform artificial intelligence yang kami pakai dalam mengoptimalkan tax planning adalah ChatGPT untuk membantu perhitungan analisis penyusutan aset. Selanjutnya, ada AIBIDIA yang memungkinkan perusahaan multinasional menangani berbagai isu transfer melalui perusahaan manajemen transfer pricing yang digerakkan oleh artificial intelligence, data centric, dan otomatisasi,” ungkap Zeyd.
Secara umum, ia meyakini, selama sistem perpajakan masih menganut self assessment—Wajib Pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya, kemudian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang memeriksanya—maka masih diperlukan beragam analisis yang belum bisa digantikan oleh teknologi.
“Kecuali, sistem perpajakan kita official assessment, Wajib Pajak masukkan data, lalu DJP menghitung kewajiban pajak menggunakan artificial intelligence, langsung keluar berapa kewajiban pajak yang harus dibayar. Itu baru siginifikan dampak artificial intelligence. Namun, sekali lagi, bukan berarti teknologi tidak membantu mempermudah. Contoh, ketika Wajib Pajak lupa berapa tax treaty Indonesia-Singapura bunga berapa? Dengan bantuan artificial intelligence akan keluar angka 10 persen. Namun, ketika DJP bertanya, ‘Wajib Pajak bayar apa, perjanjiannya apa, dokumentasinya meliputi apa saja,’. Untuk menjawab itu semua masih memerlukan analisis dari staf perpajakan di perusahaan atau kuasa Wajib Pajak (konsultan pajak),” ujarnya.
Zeyd menggarisbawahi, dalam konteks pembuktian kepatuhan perpajakan, dokumentasi yang akurat dan tepat dalam setiap transaksi merupakan hal penting bagi Wajib Pajak. Di sisi lain, DJP maupun Pengadilan Pajak masih mewajibkan penyampaian dokumentasi secara hardcopy, sehingga dampak adanya artificial intelligence belum siginifikan dalam proses pembuktian.
Melihat hal tersebut, karier bidang perpajakan masih menjadi prospek yang cerah untuk ditekuni oleh mahasiswa. Menurutnya, teknologi perlu dimaknai sebagai alat untuk mempermudah dan meningkatkan kualitas kinerja.
Pada kesempatan yang sama, Managing Partner KOSTAF FIA UI 2023 Dzulfan Hidayat mengapresiasi keterlibatan Provisio Consulting dalam Fiscal Career Week 2023 ini. Ia berharap, pemaparan yang disampaikan akan memberikan pengetahuan bagi mahasiswa yang tengah mempersiapkan karier masa depannya.
“Semoga teman-teman mahasiswa FIA UI, khususnya, dapat memahami bagaimana karier di bidang tax consulting, yang di dalamnya ada tax compliance, tax dispute, tax litigation, transfer pricing, tax planning, dan sebagainya. Semoga teman-teman yang berminat berkarier di bidang tax consulting bisa menggali ilmu dan pengalaman dari narasumber,” ujar Dzulfan.
Apresiasi dan harapan senada juga disampaikan oleh Project Officer Fiscal Career Week 2023 Tasya Amanda Putri. Ia mengucapkan terima kasih kepada Provisio Consulting maupun seluruh pihak yang berpartisipasi dalam seminar ini.
Baca juga:
https://www.pajak.com/pajak/kostaf-fia-ui-bantu-mahasiswa-perpajakan-siapkan-karier-masa-depan/.
Comments