in ,

Pengelolaan Wakaf Harus Manfaatkan Platform Digital

Selain itu, digitalisasi juga dapat digunakan dalam memutakhirkan database nazhir atau pihak yang menerima harta benda dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukkannya. Layanan publik terkait wakaf seperti pembuatan Akta Ikrar Wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA), pendaftaran dan pergantian nazhir di BWI dan lain sebagainya juga akan semakin optimal dengan didukung oleh layanan secara online (e-services).

Ma’ruf Amin berharap, rakornas BWI ini dapat mengatasi berbagai kendala dalam perwakafan di Indonesia, salah satunya adalah perbaikan proses sertifikasi data aset wakaf. Berdasarkan data, dari jumlah tanah wakaf 397.322 persil, baru 60,22 persen (239.279 persil) yang sudah bersertifikat, sedangkan 39,78 persen (158.043 persil) masih belum bersertifikat. Ia khawatir, tanah wakaf yang belum bersertifikat berpotensi menimbulkan sengketa, baik dari ahli waris maupun pihak lain, dan bahkan berubah statusnya menjadi bukan wakaf.

Baca Juga  Jelajah Hemat Jakarta: Libur Lebaran nan Ramah di Kantong

Terkait biaya sertifikasi tanah wakaf, Ma’ruf Amin meminta forum Rakornas BWI mengusulkan agar pemerintah memberikan pembebasan biaya sebagaimana yang telah diterapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).

Di sisi lain, menurutnya, peningkatan pemahaman dan kesadaran berwakaf melalui sosialisasi, literasi dan edukasi juga perlu diperbaiki dengan memanfaatkan teknologi dan platform digital. Terutama dalam menjangkau generasi milenial yang sehari-hari akrab dengan teknologi digital. Untuk itu, literasi dan edukasi wakaf perlu dikembangkan dalam berbagai platform media sosial secara berkesinambungan dan dengan narasi yang mudah dipahami oleh masyarakat.

Ditulis oleh

Baca Juga  Kemenves/BKPM Terbitkan 8 Juta Nomor Induk Berusaha

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *