in ,

APBN dan APBD Instrumen Pemulihan Ekonomi

APBN dan APBD Instrumen Pemulihan Ekonomi
FOTO: KLI Kemenkeu

APBN dan APBD Instrumen Pemulihan Ekonomi

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mendorong Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi instrumen keuangan negara untuk memulihkan ekonomi dari pandemi COVID-19. Selain itu, penggunaan instrumen yang prudent ditunjukkan dengan tambahan utang negara yang relatif sangat moderat dibandingkan negara lain dan defisit semakin menurun.

Sebagai informasi, posisi utang Indonesia hingga 31 Juli 2022 mencapai Rp 7.163,12 triliun setara 37,91 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sementara defisit APBN 2021 adalah sebesar Rp 775,1 triliun atau 4,57 persen terhadap PDB, dibandingkan defisit APBN 2020 mencapai Rp 956,3 triliun atau 6,14 persen.

“Banyak negara lain yang defisitnya 10 persen -15 persen dengan ekonomi yang belum pulih, sementara defisit Indonesia tahun 2020 di 6,14 persen, kemudian turun ke 4,57 persen di tahun 2021. Ini artinya kita menggunakan instrumen keuangan negara dan keuangan daerah secara hati-hati, proper, dan bertanggung jawab. Kita terus menjaga keuangan negara, APBN dan APBD secara terus bertanggung jawab untuk menjadi instrumen bagi Indonesia untuk pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat, recover together, recover stronger,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2021, di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), (22/9).

Baca Juga  Mempelajari Teknik Presentasi Memukau ala Steve Jobs

Di sisi lain, ia mendorong instansi pemerintah untuk mampu membangun tata kelola keuangan negara dan daerah secara akuntabel, transparan, bertanggung jawab sekaligus dapat memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan.

“Kita melihat perjalanan Indonesia di dalam membangun tata kelola keuangan negara dan keuangan daerah secara akuntabel, transparan, bertanggung jawab. Tentu kita berharap tidak hanya sekadar dari sisi status hasil audit BPK-nya WTP, namun yang sama dan sangat penting adalah bagaimana APBN dan APBD bisa betul-betul bermanfaat, instrumen keuangan negara di pusat dan daerah di dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia,” ungkap Sri Mulyani.

Pada tahun ini terdapat peningkatan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (pemda) yang mendapatkan opini WTP. Di tingkat daerah sebanyak 500 daerah memperoleh WTP atau mencapai 92,25 persen, naik dari tahun sebelumnya yang 89,7 persen. Sementara di tingkat pusat sebanyak 83 dari 87 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) mendapatkan WTP.

“Kami mengapresiasi seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah yang dalam situasi pandemi dapat menjalankan fungsi pemerintahan dengan tetap menjaga akuntabilitas penggunaan keuangan negara. Saya ingin menyampaikan terima kasih dalam suasana yang sangat-sangat extraordinary, luar biasa, tidak biasa, dan sangat kritis,” kata Sri Mulyan

Baca Juga  IKAPRAMA dan IKPI Jaksel Gelar Bimtek Persiapan Hingga Tahapan Pelaporan SPT Badan

Seperti diketahui, dalam situasi pandemi terdapat banyak perubahan di dalam penganggaran yang harus dilakukan. Perkembangan situasi pandemi menuntut pemerintah untuk mengubah anggaran secara cepat karena APBN dan APBD adalah instrumen countercyclical dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Kebijakan penganggaran yang responsif terhadap situasi namun tetap akuntabel adalah suatu kombinasi yang tidak mudah.

“Bapak dan ibu sekalian di dalam memimpin kementerian dan lembaga serta daerah tetap mengedepankan juga aspek akuntabilitas, penggunaan keuangan negara secara bertanggung jawab, meskipun tantangannya sangat-sangat luar biasa,” ujar Sri Mulyani.

Ia menambahkan, untuk menjamin penggunaan anggaran yang akuntabel dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi itu, Kemenkeu juga berkonsultasi dan berkoordinasi dengan BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Saya bisa melihat di hampir semua titik-titik pengambilan keputusan, kita bahkan mengundang aparat penegak hukum untuk melihat sendiri, sehingga ingin ditunjukkan bahwa niat baiknya itu terlihat dan terbukti. Sehingga pada saat kita menghadapi situasi yang sangat-sangat pelik, di mana kita harus mengubah alokasi anggaran, mengubah kriteria, mengubah aturan, paling tidak bisa disaksikan bahwa kita tidak berniat buruk,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga  DJP: 12,69 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT

Sekilas mengulas, saat pandemi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengambil langkah extraordinary dengan melakukan penyesuaian APBN 2020 melalui Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2020 yang kemudian disesuaikan kembali melalui Peraturan Presiden (Perpres) 54 tahun 2020 dan Perpres 72 tahun 2020.

Melalui regulasi itu, pemerintah memutuskan untuk menurunkan target pendapatan negara dari Rp 2.233,2 triliun menjadi Rp 1.633,6 triliun. Sementara, belanja negara pada tahun 2020 naik sebesar Rp 2.589,9 triliun atau tumbuh sebesar 12,2 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 2.309,3 triliun. Belanja negara yang naik ini untuk membiayai penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *