in ,

Rasio Gini: Alat Ukur Ketimpangan Ekonomi di Indonesia

Rasio Gini: Alat Ukur Ketimpangan Ekonomi
FOTO: IST

Rasio Gini: Alat Ukur Ketimpangan Ekonomi di Indonesia

Pajak.comJakarta – Dalam dunia yang terus berubah, ketimpangan ekonomi menjadi topik yang sering diperdebatkan. Salah satu alat ukur yang penting dalam memahami dinamika ketimpangan ekonomi adalah Rasio Gini. Dalam artikel ini, Pajak.com akan memberikan pemahaman tentang Rasio Gini, apa manfaatnya, serta bagaimana Rasio Gini di Indonesia.

Apa itu Rasio Gini?

Diciptakan oleh Corrado Gini pada awal abad ke-20, rasio ini telah menjadi standar global untuk mengukur distribusi pendapatan di dalam suatu negara. Gini merupakan statistikus asal Italia yang memublikasikan buku tentang penjabaran koefisien berjudul Variabilità e mutabilità pada tahun 1912.

Rasio Gini juga biasa disebut sebagai Indeks Gini atau Koefisien Gini. Dengan nilai yang berkisar dari 0 hingga 1, Rasio Gini tidak hanya mencerminkan kesenjangan ekonomi, tetapi juga menjadi cermin bagi keadilan sosial dan kebijakan pemerintah.

Sebagai pengukur ketimpangan ekonomi, Rasio Gini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana pendapatan didistribusikan di antara populasi. Nilai yang mendekati nol (0) menandakan kesetaraan yang hampir sempurna karena setiap golongan penduduk menerima bagian pendapatan yang sama.

Secara grafis, hal ini dapat ditunjukkan oleh berimpitnya kurva Lorenz dengan garis kemerataan sempurna. Kurva Lorenz merupakan kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari nilai pengeluaran konsumsi dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk.

Sementara nilai yang mendekati satu (1) menunjukkan terjadinya ketidaksetaraan pengeluaran yang sempurna. Hal ini ditunjukkan semakin renggangnya kurva Lorenz dengan garis kemerataan sempurna. Artinya, semakin tinggi nilai Rasio Gini, maka semakin besar pula ketimpangan ekonomi dalam suatu negara.

Sebaliknya, jika semakin kecil angka Rasio Gini artinya semakin kecil kesenjangan ekonomi negara tersebut. Dengan kata lain, Rasio Gini merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan luas antara diagonal dan kurva Lorenz (daerah A), dibagi dengan luas segitiga di bawah diagonal.

Apa manfaat Rasio Gini?
Baca Juga  Sri Mulyani dan Presiden ADB Bahas Kerja Sama Pemensiunan Dini Pembangkit Listrik Batu Bara

Rasio Gini digunakan untuk mengukur derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan maupun pengeluaran. Manfaat dari penggunaan Indeks Gini sangatlah luas, terutama dalam memberikan gambaran tentang tingkat ketimpangan ekonomi di suatu negara.

Indeks ini membantu pemerintah dan lembaga internasional dalam merancang dan mengevaluasi kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Selain itu, Rasio Gini juga berguna bagi peneliti dan ekonom untuk menganalisis tren ekonomi dan sosial dalam jangka panjang.

Faktor-faktor yang memengaruhi nilai Rasio Gini sangatlah beragam. Beberapa di antaranya termasuk:

– Struktur ekonomi: negara dengan ekonomi yang didominasi oleh sektor tertentu cenderung memiliki ketimpangan yang lebih tinggi.

– Kebijakan pajak dan transfer: sistem pajak progresif dan program transfer sosial dapat mengurangi ketimpangan pendapatan.

– Pendidikan dan pelatihan: akses yang lebih baik ke pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi ketimpangan.

– Demografi: perubahan dalam struktur usia populasi dan dinamika keluarga juga dapat memengaruhi distribusi pendapatan.

– Globalisasi dan teknologi: perubahan dalam perdagangan internasional dan kemajuan teknologi sering kali memengaruhi distribusi pendapatan.

Dengan memahami faktor-faktor ini, pembuat kebijakan dapat lebih efektif dalam merancang strategi yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih setara dan inklusif. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, ketimpangan ekonomi mempunyai dampak besar pada tingkat kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas sosial. Pasalnya, tingkat ketimpangan ekonomi yang tinggi menjadi hambatan bagi inklusivitas ekonomi masyarakat.

“Oleh karena itu, Rasio Gini menjadi petunjuk bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan berbagai upaya untuk distribusi manfaat ekonomi yang lebih merata melalui ragam kebijakan,” kata Kemenkeu RI melalui unggahan di Instagram, dikutip Pajak.com, Minggu (17/12).

Bagaimana Rasio Gini di Indonesia?
Baca Juga  Jaga Ekonomi Nasional, Wamenkeu Beberkan Strategi Hadapi Konflik Timur Tengah 

Terdapat beberapa metode dalam pengukuran Rasio Gini, yakni dengan pendekatan distribusi pendapatan atau melalui distribusi pengeluaran. Di Indonesia, Rasio Gini diukur melalui pendekatan distribusi pengeluaran yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut BPS, mengumpulkan data pendapatan yang tepat dari masyarakat adalah tantangan besar. Banyak keluarga seringkali melaporkan pendapatan yang lebih kecil daripada yang sebenarnya mereka dapatkan.

Pendapatan juga sering dianggap sebagai hal yang sangat pribadi dan tidak ingin dibagi dengan orang lain, termasuk kepada petugas survei. Akibatnya, data pendapatan yang terkumpul seringkali lebih rendah dari kenyataannya.

Karena alasan ini, BPS memutuskan untuk menggunakan data pengeluaran konsumsi sebagai cara yang lebih tepercaya untuk mengukur ketimpangan ekonomi antarwarga. Cara ini juga lebih dipilih karena pengeluaran konsumsi biasanya lebih konsisten dibandingkan pendapatan, yang bisa berubah-ubah dan sulit dihitung dengan pasti.

Perubahan nilai Rasio Gini dari waktu ke waktu telah menjadi indikator penting dalam menilai efektivitas kebijakan pemerintah dalam mengurangi kesenjangan sosial. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, reformasi pajak, dan program bantuan sosial, kita dapat melihat gambaran yang lebih jelas tentang kemajuan negara dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata.

Berdasarkan data BPS, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia pada Maret 2023 yang diukur menggunakan Rasio Gini tercatat sebesar 0,388. Angka ini menunjukkan peningkatan ketimpangan jika dibandingkan dengan Rasio Gini pada September 2022 yang sebesar 0,381 dan juga naik dari Rasio Gini Maret 2022 yang sebesar 0,384.

Lebih lanjut, Rasio Gini di area perkotaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,409; ini menunjukkan peningkatan dari nilai 0,402 pada September 2022 dan 0,403 pada Maret 2022. Sementara itu, Rasio Gini di area perdesaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,313, tidak berubah dari September 2022 dan turun sedikit dari 0,314 pada Maret 2022.

Baca Juga  Panduan Mudah Tukar Uang Baru dengan Aplikasi PINTAR

Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 18,04 persen pada Maret 2023, yang menandakan bahwa pengeluaran penduduk berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Di perkotaan, angkanya tercatat sebesar 16,99 persen, yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan sedang, sedangkan di perdesaan, angkanya tercatat sebesar 21,18 persen, yang berarti tergolong pada kategori ketimpangan rendah.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam Rasio Gini secara nasional, terdapat perbedaan yang signifikan antara ketimpangan di perkotaan dan perdesaan, dengan perkotaan mengalami ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan.

Sementara untuk tahun 2024, Kemenkeu menyebut bahwa pemerintah menargetkan penurunan Rasio Gini ke level 0,374―0,377 melalui rencana keuangan tahunan pemerintah Indonesia selama satu tahun anggaran alias APBN 2024.

“Penurunan angka Rasio Gini menjadi indikator pembangunan Indonesia yang selalu ada dalam postur APBN tiap tahunnya. Artinya, pemerintah berkomitmen mengurangi ketimpangan ekonomi melalui pemanfaatan APBN untuk penguatan pemulihan ekonomi, serta pemberdayaan sosial ekonomi secara berkelanjutan,” tutur Kemenkeu.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *