in ,

Mengenal Nilai Pengukuran ESG di BEI

Mengenal Nilai Pengukuran ESG di BEI
FOTO: IST

Mengenal Nilai Pengukuran ESG di BEI

Pajak.com, Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menetapkan nilai pengukuran environmental, social, and governance (ESG). Penetapan ini merupakan bukti komitmen BEI untuk mendorong investasi berkelanjutan dan peningkatan praktik ESG di pasar modal Indonesia. Apa saja nilai pengukuran ESG di BEI? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan penjelasan resmi BEI.

Apa itu ESG? 

ESG merupakan pedoman bagi perusahaan yang akan melakukan investasi dengan memerhatikan lingkungan, sosial, dan tata kelola. Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan ESG sebagai salah satu parameter pelaksanaan pembangunan Sustainable Development Goals (SDGs).

Bank of America menyimpulkan bahwa ESG sebagai investasi, bukan beban biaya. ESG lahir dari kesadaran investor tentang pentingnya bisnis yang berkelanjutan. Kesadaran tersebut mendorong perusahaan untuk menempatkan ESG sebagai bagian penting dari keputusan finansial jangka panjang.

Apa saja penilaian ESG di BEI? 

Saat ini BEI bekerja sama dengan Sustainalytics untuk melakukan penilaian penerapan ESG dalam sebuah perusahaan. Sustainalytics melakukan penilaian risiko ESG menggunakan konsep dekomposisi risiko, yakni perusahaan dihadapkan pada dua dimensi isu ESG, exposure dan management.

Adapun exposure merupakan risiko material ESG yang dihadapi oleh perusahaan dan memengaruhi penilaian risiko ESG. Sementara, management adalah komitmen dan tindakan nyata perusahaan dalam menangani isu ESG melalui berbagai kebijakan dan program kerja perusahaan.

Baca Juga  Panduan Mudah Tukar Uang Baru dengan Aplikasi PINTAR

Berdasarkan penilaian skor ESG, perusahaan tercatat di BEI dikelompokkan pada salah satu dari lima kategori sebagai berikut:

  • Skor risiko 0-10 (negligible), yaitu perusahaan dianggap memiliki risiko ESG yang dapat diabaikan;
  • Skor risiko 10-20 (low), yakni perusahaan dianggap memiliki risiko ESG yang rendah;
  • Skor risiko 20-30 (medium), yaitu perusahaan dianggap memiliki risiko ESG yang sedang;
  • Skor risiko 30-40 (high), yakni perusahaan dianggap memiliki risiko ESG yang tinggi; dan
  • Skor risiko >40 (severe), yaitu perusahaan dianggap memiliki risiko ESG yang berat.

Riset Sustainalytics juga mengidentifikasi perusahaan yang terlibat dalam insiden yang dapat berdampak negatif pada pemangku kepentingan, lingkungan, atau operasi perusahaan. Perusahaan tercatat di BEI dikelompokkan pada kategori tanpa bukti dan lima kategori lain. Selengkapnya diuraikan berikut ini:

  • Tanpa bukti, tidak ada bukti kontroversi yang relevan;
  • Kategori 1, berdampak rendah terhadap lingkungan dan masyarakat. Risiko yang dapat diabaikan bagi perusahaan;
  • Kategori 2, berdampak sedang terhadap lingkungan dan masyarakat dengan risiko minimal bagi perusahaan atau frekuensi insiden rendah. Perusahaan memiliki sistem manajemen yang kuat dan / atau tindakan yang diambil untuk memitigasi risiko;
  • Kategori 3, berdampak signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat dengan risiko bisnis yang signifikan. Bukti adanya masalah struktural pada perusahaan dan/atau perusahaan memiliki sistem manajemen yang tidak memadai;
  • Kategori 4, berdampak tinggi terhadap lingkungan dan masyarakat dengan risiko bisnis tinggi. Masalah struktural/sistemik, insiden berulang dan perusahaan memiliki sistem manajemen yang tidak memadai;
  • Kategori 5, berdampak berat terhadap lingkungan dan masyarakat dengan risiko bisnis yang serius. Perilaku mengerikan yang luar biasa, frekuensi insiden yang tinggi dan perusahaan memiliki manajemen kontroversi yang buruk.
Baca Juga  Jelajah Hemat Jakarta: Libur Lebaran nan Ramah di Kantong

Direktur Utama BEI Iman Rachman melaporkan 44 persen emiten dengan risiko ESG rendah mengalami apresiasi harga saham yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan risiko ESG sedang dan tinggi.

“Dari sisi pertumbuhan pendapatan, terlihat pertumbuhan emiten dengan risiko ESG rendah dan menengah memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dengan distribusi yang lebih adil antara pertumbuhan pendapatan dan penurunan pendapatan. Sementara penurunan pendapatan rata-rata lebih terlihat pada perusahaan dengan risiko ESG yang tinggi. Satu hal penting yang kami peroleh dari gambaran tersebut bahwa peralihan ke praktik bisnis berkelanjutan belum tentu berdampak negatif langsung terhadap kinerja keuangan,” ungkap Iman dalam acara acara Mandiri Sustainability Forum (MSF) 2023 bertajuk Sustainable Acts: Why Now, What’s Next?, pada (7/12).

Baca Juga  THR Tak Dibayarkan Perusahaan, Begini Cara Melaporkannya ke Kemenaker

Dengan meningkatnya kesadaran investor akan pentingnya menjalankan bisnis berkelanjutan, BEI menyimpulkan bahwa aspek ESG akan menjadi faktor penting.

“BEI akan terus mendorong pemangku kepentingan untuk menerapkan ESG dalam bisnisnya, sambil terus berbenah. Mari kita bekerja sama menjadikan pasar modal Indonesia sebagai keputusan investasi yang menarik dan berkelanjutan,” ujar Iman.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *