Bagaimana Cara Instansi Pemerintah Setor Pajak di Core Tax?
Sebagai pihak yang sudah ditunjuk Kementerian Keuangan untuk memotong dan memungut pajak di setiap belanja pemerintah yang dilakukan, instansi pemerintah menduduki posisi vital sebagai mitra Direktorat Jenderal Pajak sekaligus garda terdepan dalam mengamankan penerimaan negara lewat pemanfaatan belanja APBN, APBD, dan APBDesa.
Lewat ketentuan di Peraturan Menteri Keuangan(PMK) nomor PMK-231/PMK.03/2019 yang diubah terakhir di PMK-59/PMK.03/2022, Kementerian Keuangan mengatur mengenai kewajiban perpajakan yang harus dilakukan wajib pajak instansi pemerintah, termasuk kewajiban memotong dan memungut pajak atas transaksi sehubungan dengan belanja pemerintah.
Selama ini instansi pemerintah melakukan kewajiban perpajakannya melalui aplikasi DJP Online. Kewajiban yang dilakukan itu mencakup tiga kegiatan utama, yaitu membuat bukti potong dan/atau bukti pungut pajak atas belanja instansi, lalu membuat billing pajak atas bukti potong/pungut yang sudah dibuat tersebut, serta membuat laporan surat pemberitahuan masa setiap bulan.
Seiring dengan implementasi sistem Core Tax sejak 1 Januari 2025 serta terbitnya PMK-81/2024 yang mengatur ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem Core Tax, semua kewajiban instansi pemerintah tersebut untuk masa pajak Januari 2025 sampai seterusnya pindah ke Core Tax. Ada beberapa perbedaan penting terkait cara menunaikan kewajiban instansi pemerintah di sistem Core Tax yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Cara log masuk(login) ke sistem Core Tax dengan konsep impersonating
Sebelumnya di DJP Online, wajib pajak instansi pemerintah log masuk dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP) instansi pemerintah 15 digit dan kata sandi yang sudah dibuat. Di sistem Core Tax, instansi pemerintah tetap masuk menggunakan NPWP 16 digit dengan tambahan digit ‘0’ di depan NPWP 15 digitnya berikut kata sandinya. Namun sehubungan dengan penerapan konsep impersonating di Core Tax, yaitu penggunaan akun wajib pajak orang pribadi penanggung jawab yang bertindak sebagai wajib pajak instansi pemerintah untuk melakukan kewajiban perpajakan seperti membuat bukti potong, buat billing pajak, dan lapor SPT Masa, maka penanggung jawab orang pribadi instansi pemerintah tersebut contohnya Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran, dan lainnya harus membuat akun terlebih dahulu di Core Tax. Instansi Pemerintah selanjutnya melakukan kewajiban perpajakannya menggunakan akun Core Tax orang pribadi penanggung jawab yang sudah didaftarkan.
2. Cara membuat bukti potong/bukti pungut
Di DJP Online, instansi pemerintah membuat bukti potong dengan cara menginput NPWP lawan transaksi 15 digit. Sementara di sistem Core Tax instansi pemerintah sudah wajib menginput NPWP 16 digit lawan transaksi sesuai dengan ketentuan di PER-6/2024, dengan rincian jika rekanan wajib pajak orang pribadi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK), sementara untuk rekanan badan atau instansi pemerintah lainnya menambahkan ‘0’ di depan NPWP 15 digit lawan transaksi..
Selain itu di DJP Online menyediakan dua cara memasukkan bukti potong, bisa lewat perekaman manual satu per satu atau bisa lewat skema impor melalui format Excel. Sementara di Coretax skema impor melalui format excel diubah menjadi format XML, yang formatnya dan cara menggunakannya bisa diunduh melalui tautan ini.
3. Cara membuat kode billing pajak
Di DJP Online, cara membuat kode billing pajak bisa melalui menu bayar dan dibuat secara mandiri sesuai dengan jenis pajak yang perlu disetor. Selain itu pembuatan billing pajak bisa juga melalui menu bukti potong yang sudah dibuat di ikon ‘bayar’, dan akan di-generate secara otomatis kode billingnya sesuai bukti potong yang sudah dibuat.
Sementara di Core Tax tidak bisa lagi memakai cara di atas karena kode billing yang dibuat di Core Tax harus melalui menu pelaporan SPT Masa terlebih dahulu. Caranya masuk ke konsep SPT Masa, lalu buat konsep SPT yang mau dibuat (PPh Pasal 21, PPN Pemungut, Unifikasi, dan lainnya) dan pilih masa pajak yang mau dibuat. Setelah dibuat, klik ikon lihat di SPT yang sudah dibuat, lalu akan tampil formulir SPT yang sudah dibuat. SPT akan terisi otomatis sesuai bukti potong yang sudah dibuat, atau faktur yang dibuat rekanan jika sedang mengisi SPT Masa PPN Pemungut. Lalu gulir ke bawah, dan akan ada tombol Simpan Konsep dan Bayar dan Lapor. Setelah klik Simpan Konsep lalu klik Bayar dan Lapor, akan muncul pilihan Saldo Deposit atau Buat Billing Mandiri. Klik tombol Buat Billing Mandiri untuk membentuk kode billing sesuai dengan jenis SPT yang akan dilaporkan.
4. Deposit Pajak vs Billing Biasa
Selain cara membuat billing seperti yang dijelaskan di poin nomor tiga, ada juga satu cara lain untuk menyetor pajak yang harus dibayarkan, yaitu membuat billing deposit pajak. Deposit pajak sendiri adalah fitur baru yang disediakan di Core Tax yang fungsinya sama seperti makna deposit secara umum, yaitu sebagai persediaan sementara untuk digunakan dalam kebutuhan yang akan datang. Deposit pajak berarti saldo penampungan sementara wajib pajak tersebut, jika di tahun berjalan ada pajak yang harus disetorkan, wajib pajak bisa menggunakan saldo deposit pajak tersebut tanpa harus membuat billing baru.
Deposit pajak bisa dibuat di menu pembuatan kode billing secara mandiri dengan kode jenis setoran 411618-100. Masa pajak yang tersedia untuk pembuatan billing deposit pajak hanya ada satu, yaitu untuk masa Januari-Desember 2025, sesuai dengan kegunaan deposit pajak untuk membayar kewajiban perpajakan tahun berjalan.
Terdapat perbedaan mendasar antara billing deposit pajak dan billing pajak biasa seperti dijelaskan di poin nomor dua. Jika billing pajak biasa harus melewati pembuatan SPT Masa terlebih dahulu sebelum bisa dibuat billing pajak dengan kode jenis setoran per jenis pajak secara spesifik seperti 411121-100(PPh Pasal 21) atau 411124-100(PPh Pasal 23), billing deposit pajak bisa langsung dibuat tanpa melewati pembuatan konsep SPT Masa dahulu. Kesimpulannya, wajib pajak instansi pemerintah diberikan kebebasan untuk memilih di antara kedua opsi itu untuk membuat billing pajak, tergantung kebijakan masing-masing satuan kerjanya.
5. Penggunaan Sertifikat Elektronik
Untuk bisa mengirim SPT Masa Pasal 21 dan Unifikasi instansi pemerintah di DJP Online dibutuhkan fail sertifikat elektronik berikut passphrase-nya sebagai pengganti tanda tangan manual yang didapatkan dengan cara diajukan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak(KPP) terdaftar dengan masa berlaku dua tahun. Kini dengan implementasi Core Tax, sertifikat elektronik diganti dengan kode otorisasi yang pada prinsipnya sama dengan sertifikat elektronik kegunaannya, yaitu untuk menandatangani bukti potong dan SPT Masa yang akan dikirim. Bedanya adalah kode otorisasi ini hanya berbentuk passphrase, tidak ada bentuk failnya yang diunduh dari sistem seperti di DJP Online.
Untuk mendapatkan kode otorisasi tersebut bisa dibuka dari akun Core Tax orang pribadi penanggung jawab instansi pemerintah, kemudian masuk ke menu Portal Saya, dan pilih menu Permohonan Kode Otorisasi DJP/Sertifikat Digital. Di situ akan diminta memasukkan passphrase beserta verifikasi wajah orang pribadi yang bersangkutan. Setelah selesai, kode otorisasi itu akan diminta setiap mau mengirim bukti potong dan SPT Masa yang telah dibuat dengan cara mengisi passphrase yang sudah dibuat.
6. Cara melapor SPT Masa
Di DJP Online, setelah memasukkan dan mengirim semua bukti potong dan bukti pungut pajak yang terjadi di masa pajak tersebut, instansi pemerintah melakukan perekaman bukti penyetoran pajak berupa NTPN atau PBK atau SP2D yang sudah disetor di menu rekam bukti setor. Setelah input semua bukti penyetorannya baru masuk ke menu SPT Masa untuk kemudian dikirim.
Di Core Tax, tahap perekaman bukti penyetoran pajak dihapus. Sebagai gantinya setelah instansi pemerintah mengirim semua bukti potong/pungut yang sudah direkam, instansi pemerintah masuk ke menu Surat Pemberitahuan untuk membuat konsep SPT. Setelah dibuat konsep SPT-nya klik ikon Lihat di SPT tersebut lalu gulir ke bawah untuk memilih menu Bayar dan Lapor. Di situ baru diberikan pilihan apakah mau memilih deposit pajak atau bentuk kode billing baru. Jika memilih deposit pajak dan saldonya masih mencukupi maka akan diproses lewat deposit pajak dan SPT selesai terlapor, jika belum maka akan diarahkan untuk membuat kode billing dan diberikan waktu untuk dilunasi sampai dengan 7 hari.
Jika sudah dilunasi sebelum jangka waktu tersebut SPT itu akan otomatis selesai terlapor, dan jika sebaliknya sampai 7 hari belum dilunasi maka SPT tersebut akan kembali lagi ke bentuk konsep dan harus diulangi proses klik Bayar dan Lapor sampai terbentuk kode billing baru.
7. Pelaporan SPT Masa PPN Pemungut
Di DJP Online, pelaporan SPT Masa PPN digabung dengan PPh Pasal 23,22, 4 ayat 2 membentuk SPT Masa Unifikasi. Sementara di Coretax SPT Masa PPN instansi pemerintah dipisah tersendiri dengan nama SPT Masa PPN Pemungut.
Selain itu jika di DJP Online merekam bukti pungut PPN semua transaksi dengan rekanan baik yang menggunakan faktur pajak atau dengan dokumen lainnya, di Coretax semua transaksi belanja dengan rekanan menggunakan faktur pajak akan otomatis masuk ke menu faktur pajak masukan akun Core Tax instansi pemerintah. Dan untuk transaksi belanja ke rekanan yang tidak menggunakan faktur pajak tidak bisa direkam lagi seperti halnya di DJP Online. Hal ini merupakan implementasi dari ketentuan di PMK-59/PMK.03/2022 yang mengatur bahwa instansi pemerintah wajib memungut PPN dari rekanan yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak(PKP) dan menerbitkan faktur pajak.
Itulah berbagai perbedaan penting yang perlu diperhatikan dalam implementasi Core Tax bagi wajib pajak Instansi Pemerintah. Sebagai mitra utama dalam memastikan penerimaan negara lewat belanja pemerintah, Core Tax diharapkan dapat memudahkan wajib pajak instansi pemerintah dalam melakukan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments