in ,

“Core Tax” Masih Bermasalah, Ekonom Ungkap 4 Penyebab Utama

“Core Tax” Masih
FOTO: IST

“Core Tax” Masih Bermasalah, Ekonom Ungkap 4 Penyebab Utama

Pajak.com, Jakarta – Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau core tax yang resmi diberlakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak awal Januari lalu masih menghadapi berbagai kendala. Meski digadang-gadang sebagai langkah strategis dalam digitalisasi perpajakan, implementasi core tax justru menuai banyak keluhan dari masyarakat. Padahal, proyek ini menelan biaya hingga Rp1,3 triliun.

Menanggapi hal ini, Ekonom Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Rijadh Djatu Winardi, mengungkapkan bahwa berbagai permasalahan yang terjadi disebabkan oleh proses implementasi yang dilakukan terlalu cepat dan kurang matang.

“Ada kesan bahwa proses pra-implementasi dilakukan dengan terburu-buru dan kurang matang, mengingat waktu persiapannya yang sangat singkat antara pertengahan hingga akhir Desember lalu,” ujar Rijadh sebagaimana dilansir dari laman resmi UGM pada Kamis (20/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa ada indikasi perencanaan pelaksanaan dan mitigasi risiko belum dilakukan secara optimal. Proses deployment, migrasi data, dan load balancing tidak berjalan sesuai harapan, sehingga menimbulkan berbagai masalah teknis seperti gangguan sistem, kesulitan dalam migrasi data, hingga minimnya pelatihan bagi pengguna akhir.

Baca Juga  Prabowo Tetap Akan Dirikan Badan Penerimaan Negara untuk Dongkrak “Tax Ratio” ke 23 Persen PDB

Menurut Rijadh, terdapat empat faktor utama yang menyebabkan berbagai kendala dalam implementasi core tax. Pertama, sistem belum siap menangani akses massal. Lonjakan traffic yang terjadi secara real-time menyebabkan bottleneck pada jaringan dan sistem, sehingga memperlambat waktu respons server dan membuatnya sulit diakses oleh pengguna.

Kedua, masih terdapat bug pada beberapa fungsi penting sistem, seperti pelaporan pajak, validasi data, dan otomatisasi perpajakan. Hal ini terjadi karena proses quality assurance (QA) dan user acceptance testing (UAT) belum dilakukan secara menyeluruh, sehingga masih ditemukan runtime errors dan data validation failures.

Kemudian, ketiga, kapasitas sistem dan arsitektur yang tidak efisien juga menjadi kendala utama. Sistem yang belum dirancang untuk skalabilitas tinggi membuatnya rentan mengalami gangguan ketika volume data meningkat drastis. Rijadh menekankan bahwa infrastruktur server core tax belum sepenuhnya dioptimalkan untuk menangani pemrosesan data dalam jumlah besar dan kompleksitas transaksi perpajakan yang tinggi.

Baca Juga  Pemerintah Bakal Kejar 2.000 Wajib Pajak untuk Genjot Penerimaan Negara

Lalu yang keempat, kelemahan dari penggunaan Commercial Off-The-Shelf (COTS) software. Core tax yang berbasis COTS masih bersifat generik dan belum sepenuhnya disesuaikan dengan kebutuhan perpajakan Indonesia yang memiliki karakteristik unik. “Perlu dilakukan rollout program secara bertahap hingga siap digunakan,” jelasnya.

Meskipun mengalami berbagai kendala, Rijadh menegaskan bahwa konsep core tax sebenarnya sangat baik dan strategis. Sistem ini dirancang untuk mendukung reformasi perpajakan dengan tujuan meningkatkan administrasi pajak melalui digitalisasi. “Tax gap yang tinggi menunjukkan adanya potensi penerimaan pajak yang belum optimal,” jelasnya.

Melalui core tax, pemerintah menargetkan penurunan tax gap, peningkatan tax ratio, serta perbaikan kualitas data perpajakan. Sistem ini juga memungkinkan integrasi data yang lebih baik, sehingga DJP dapat memiliki informasi Wajib Pajak yang lebih lengkap dan valid.

Baca Juga  Luhut Sebut Tim “Family Office” DEN dan Kemenko Mulai Bekerja Hari Ini!

Selain itu, Rijadh menilai bahwa anggaran Rp1,3 triliun untuk proyek ini masih tergolong hemat dibandingkan dengan proyek serupa di negara lain yang bisa mencapai Rp7 triliun. Namun, agar core tax dapat benar-benar bermanfaat, ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh, uji coba sistem yang lebih baik, serta pelatihan komprehensif bagi pengguna akhir.

“Perbaikan tata kelola implementasi, keterbukaan informasi, dan juga pengawasan dari berbagai pihak seperti DPR untuk memastikan berjalannya proyek ini sangat diperlukan,” tegasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *