in ,

Hari Kartini Momentum Keadilan Kebijakan Perpajakan

Hari Kartini Momentum Keadilan
FOTO IST

Dengan sifat rahim yang dianugerahi ilahi, membuat perempuan memiliki kecenderungan untuk lebih peka terhadap nilai-nilai keadilan. Ketimpangan dalam kebijakan akan mendistorsi terwujudnya kepatuhan perpajakan yang deliberatif. Maka, bagi Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI), momentum peringatan Hari Kartini dapat dimaknai sebagai semangat merumuskan, melahirkan, menyuarakan, dan memperjuangkan keadilan melalui kebijakan perpajakan.

“Bagi saya, 21 April bukan hanya merayakan Hari Kartini, Tapi itu justru sebagai pengingat sekaligus penyemangat. Perempuan harus punya ilmu pengetahuan yang luas. Dalam konteks perpajakan, sudut pandang pajak multidimensi dan multidisiplin untuk merumuskan kebijakan perpajakan yang adil. Bukan hanya untuk pengusaha atau industri, melainkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkap Haula, kepada Pajak.com, di Auditorium Lantai 4, Gedung FIA UI, Depok.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Oleh karena itu, menurut peraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai peraih Guru Besar Perpajakan Perempuan Pertama di Indonesia ini, perspektif perempuan sangat dibutuhkan dalam melahirkan kebijakan berkeadilan. Haula menuturkan, perempuan dikaruniai rahim, yang dalam perspektif psikologi, sifat Ar-Rahim dapat memiliki terminologi empati—kemampuan emosional memahami apa yang dirasakan oleh orang lain dan berupaya melihat dari perspektif mereka.

“Mengapa Tuhan memberi nama rahim, bukan yang lain? Karena setelah saya pelajari, ternyata sifat rahim juga meliputi kasih sayang, tetapi ingin merawat, menumbuhkembangkan. Makanya, dalam melihat aturan perpajakan tidak sekadar instrumen kebijakan, melainkan harus melihat manfaat, sesuai dengan kebutuhan sosial. Kepekaan sosial akan menghadirkan empati sosial apabila didukung dengan kecerdasan, pembangunan manusia yang berkualitas,” ungkap Haula.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Dengan penghayatan itu, maka tak heran bila Haula begitu concern dan mendorong kebijakan perpajakan yang berlandaskan Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai penyempurnaan dari Millenium Development Goals (MDGs), antara lain terkait dengan akses terhadap air minum dan layanan sanitasi yang memadai. Menurutnya, kebijakan fiskal saat ini harus berfondasi pada MDGs/SDGs karena berdasarkan United Nations (UN), sejatinya pajak itu untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)—bukan sekadar pembangunan infrastruktur.

Ditulis oleh

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *