in ,

PPS Tak Diadakan Lagi demi Peningkatan Kepatuhan Pajak

PPS Tak Diadakan Lagi
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menegaskan, pemerintah tidak akan lagi mengadakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Pengampunan Pajak/tax amnesty (2016-2017). PPS atau tax amnesty yang dilakukan secara terus-menerus justru dapat menurunkan kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini juga dilakukan agar memberi keadilan bagi Wajib Pajak yang telah patuh, sehingga terjadi peningkatan kepatuhan secara berkelanjutan.

“Kalau pengampunan diberikan terlalu sering, akan menciptakan mentalitas Wajib Pajak yang tidak baik. Karena Wajib Pajak akan mencicil kepatuhan. Sekarang dicicil pelaporannya, berharap tahun depan ada pengampunan lagi. Ini buruk bagi kewibawaan otoritas dan mengurangi trust kepada kedua belah pihak, (pemerintah dan Wajib Pajak),” ujar Prastowo dalam acara Rilis Survei Indikator Politik Indonesia bertajuk Persepsi dan Kepatuhan Publik Membayar Pajak, yang diselenggarakan secara virtual, (31/8).

Baca Juga  Prosedur Pengajuan Restitusi Pajak oleh Pihak Pembayar

Walaupun ia mengakui, masih terdapat pihak yang menginginkan PPS dilanjutkan atau diadakan kembali. Padahal Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah menegaskan bahwa PPS hanya dilakukan selama delapan bulan (Januari-Juni 2022). Di sisi lain, ia mengapresiasi Wajib Pajak yang telah mengikuti PPS. Pemerintah berhasil mengumpulkan Pajak Penghasilan (PPh) senilai Rp 61,01 triliun dari 247,91 ribu Wajib Pajak di PPS ini.

“Kami sudah menyosialisasikan tetapi masih banyak yang belum paham, tentu kami tidak akan menyepakati ini (usulan diadakannya lagi PPS) dan harusnya DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan pengusaha juga tidak sepakat karena dapat menciptakan mentalitas yang tidak baik,” kata Prastowo.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

Ia mengakui, sosialisasi dan edukasi pajak masih menjadi tantangan bagi pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Menurut Prastowo, sosialisasi dan edukasi menjadi lebih sulit karena Indonesia menerapkan desentralisasi fiskal, sehingga tidak semua pajak dipungut oleh pemerintah pusat.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *