in ,

Penerimaan Pajak Daerah Capai Rp 213,41 T

Penerimaan Pajak Daerah
FOTO: IST

Penerimaan Pajak Daerah Capai Rp 213,41 T

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, penerimaan pajak daerah hingga 30 September 2022 tercatat capai sebesar Rp 213,41 triliun atau tumbuh 49,1 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang senilai Rp 143,2 triliun. Pertumbuhan ini berimplikasi pada peningkatan Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang naik mencapai 16,9 persen.

“Ini menunjukkan ekonomi daerah terus mengalami pemulihan yang kuat. Pajak daerah yang meningkat mencerminkan PAD yang juga mengalami pertumbuhan tinggi di September 2022. Pajak daerah terkumpul Rp 213,41 triliun, naik sangat besar dari tahun lalu saat pemulihan ekonomi dari COVID-19 yang hanya Rp 143,12 triliun,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), dikutip Pajak.com (24/10).

Kenaikan penerimaan daerah yang positif didorong pertumbuhan jenis pajak konsumtif, diantaranya pajak hotel yang naik 170,8 persen menjadi Rp 5,45 triliun; pajak hiburan tumbuh 120,2 persen menjadi Rp 1,39 triliun; pajak restoran naik 114,9 persen menjadi Rp 11,45 triliun; pajak parkir tumbuh 104,7 persen menjadi Rp1,13 triliun; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) naik 68 persen menjadi Rp 34,13 triliun.

Selain pajak daerah, penerimaan dari retribusi juga tumbuh 9,6 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu, yakni menjadi sebesar Rp 5,91 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan retribusi tempat rekreasi dan olahraga, penyeberangan di air, tempat penginapan atau vila, tempat khusus parkir, dan pemeriksaan alat pemadam kebakaran.

Baca Juga  Airlangga: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan Kenaikan PPN 12 Persen

Kemudian, dari hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (PKD) yang dipisahkan pun melonjak 25,5 persen atau menjadi Rp 10,39 triliun. PKD merupakan kontribusi dari kenaikan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan patungan/swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Dengan (penerimaan) pajak dan retribusi yang naik, PAD (Pendapatan Asli Daerah) naik 16,9 persen. Kenaikan ini disumbang dari peningkatan penerimaan jasa giro, penerimaan pajak dan retribusi, dan tuntutan ganti rugi. Kegiatan ekonomi masyarakat benar-benar mampu membuka kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, termasuk pendapatan daerah dari aktivitas-aktivitas tersebut,” ungkap Sri Mulyani.

Dari sisi belanja, penyaluran anggaran Transfer ke Daerah (TKD) sampai dengan 30 September 2022 juga mengalami pertumbuhan sebesar 2,1 persen atau Rp 552,6 triliun. Realisasi ini mencapai 68,7 persen dari alokasi anggaran berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 yang sebesar Rp 541,47 triliun.

“Sebagian besar jenis TKD mengalami kenaikan kinerja penyaluran disebabkan kepatuhan pemerintah daerah (pemda) yang lebih baik,” kata Sri Mulyani.

Sementara itu, penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) lebih tinggi karena penyaluran kelebihan bayar DBH 2021 sebagian telah disalurkan sebesar Rp 12,3 triliun. Sementara, penyaluran DBH reguler 2022 sebesar Rp 51,6 triliun lebih tinggi, yakni Rp 40,6 triliun.

Baca Juga  Kriteria Pemotong Pajak yang Wajib Lapor SPT Masa PPh 23/26 dalam Bentuk Dokumen Elektronik 

“Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) juga mengalami kenaikan menjadi Rp 309,37 triliun atau 82 persen dari pagu. (Penyaluran) Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik mencapai Rp 25,39 triliun. (Penyaluran) DAK nonfisik dan Dana Insentif Daerah (DID) menunjukkan kinerja penyaluran yang menurun. Penurunan DAK nonfisik terutama karena biaya operasi kesehatan yang memang alokasinya menurun seiring dengan pengendalian pandemi COVID-19 yang semakin baik, serta biaya operasional sekolah yang belum terserap dengan baik dengan total Rp 850 miliar di 216.505 sekolah,” ungkap Sri Mulyani.

Ia menggarisbawahi, pemda telah diminta untuk menggunakan sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) dalam rangka memberi bantalan sosial bagi masyarakat di daerah masing-masing. Bantuan ini untuk membantu masyarakat menghadapi dampak inflasi pascakenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Seperti diketahui, belanja wajib itu diatur melalui PMK Nomor 134/PMK.07/2022 dan telah disampaikan kepada pemda seluruh Indonesia. Adapun total belanja wajib yang sudah dikumpulkan oleh pemda mencapai Rp 3,5 triliun.

“Walaupun telah banyak pemerintah daerah yang menganggarkan 2 persen dari DTU untuk belanja wajib perlindungan sosial, namun masih terdapat daerah yang belum memenuhi ketentuan. Seperti Kabupaten Mimika, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Maybrat,” ungkap Sri Mulyani.

Baca Juga  Batas Waktu Telah Lewat, Wajib Pajak Orang Pribadi Masih Bisa Lapor SPT?

Hingga 20 Oktober 2022, tercatat 128 daerah yang telah merealisasikan anggaran belanja wajibnya sebesar Rp 277,6 miliar atau 7,9 persen dari total pagu Rp 3,5 triliun. Realisasi ini dibelanjakan untuk bantuan sosial sebesar Rp 105,3 miliar atau 6,1 persen dari pagu Rp 1,76 triliun. Lalu, untuk mendorong lapangan kerja direalisasikan sebesar Rp 69,4 miliar atau 10,4 persen dari pagu Rp 665 miliar. Selanjutnya, untuk subsidi sektor transportasi sebesar Rp 40,5 miliar atau 12,3 persen dari pagu Rp 328 miliar, serta bantuan lainnya Rp 62,4 miliar atau 7,9 persen dari pagu Rp 791,2 miliar.

“Saya berharap daerah bisa merealisasikannya, karena bantuan sosial sendiri ada Rp 1,76 triliun, tapi baru cair Rp 105,3 miliar. Kita berharap masyarakat bisa betul-betul terbantu dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) maupun APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” ujar Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *