Penerimaan Pajak Capai 78,9 Persen Sampai Agustus 2022
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2022 tercatat sebesar Rp 1.171,8 triliun atau telah capai 78,9 persen dari target Rp 1.485 triliun.
Kinerja ini bahkan melampaui penerimaan pajak masa sebelum pandemi COVID-19. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak periode Januari-Agustus 2019 sebesar Rp 802,5 triliun, kemudian terpuruk Rp 676,9 triliun di 2020 dan Rp Rp 741,3 triliun pada 2021.
“Kinerja saat ini sudah jauh melampaui penerimaan (pajak) prapandemi tahun 2019. Realisasi penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2022 yang Rp 1.171,8 triliun dipengaruhi harga komoditas yang tinggi dan bukti pulihnya ekonomi. Kemudian, bila kita bandingan dengan Agustus 2021, penerimaan pajak bertumbuh 58,1 persen,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa), yang disiarkan secara virtual, (26/9).
Ia menyimpulkan, setidaknya ada empat faktor pendorong kinerja penerimaan pajak yang gemilang hingga itu. Pertama, tren peningkatan komoditas. Meskipun kenaikan harga komoditas ini juga seperti pedang bermata dua.
“Di satu sisi, kondisi tersebut mengerek penerimaan pajak. Namun di sisi lain, kenaikan harga menyebabkan inflasi tinggi. Produk-produk pangan, energi, mengalami tekanan sehingga kita menggunakan penerimaan negara ini untuk masyarakat. Kita gunakan penerimaan negara ini untuk melindungi masyarakat,” kata Sri Mulyani.
Dalam APBN 2022, anggaran perlindungan sosial dialokasikan Rp 24,17 triliun dan anggaran subsidi serta kompensasi energi dipatok sebesar Rp 502,4 triliun.
Kedua, penerimaan pajak ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang ekspansif. Ketiga, basis penerimaan yang rendah selama COVID-19 karena pemberian insentif fiskal. Keempat, dampak implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen.
Sri Mulyani memerinci, total penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2022 berasal dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas Rp 661,5 triliun (88,3 persen dari target), PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 441,6 triliun (69,1 persen), PPh migas Rp 55,4 triliun (85,6 persen); dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnnya sebesar Rp 13,2 triliun (40 persen)
Berdasarkan jenis pajaknya, penerimaan pajak yang tumbuh drastis pada PPh Pasal 21 yang tumbuh (149,2 persen), PPh badan (131,5 persen), PPh final (77,1 persen), PPN impor (48,9 persen), PPN dalam negeri (41,2 persen), PPh Pasal 26 (17,2 persen); dan PPh orang pribadi tumbuh (11,2 persen).
“Capaian PPh badan pertumbuhannya berbanding terbalik dengan periode yang sama pada 2021, ketika terkontraksi 2,8 persen. Kinerja korporasi sejauh ini terus menunjukkan pemulihan dari pandemi COVID-19 sehingga berdampak pada pajak yang disetorkan. Ini menggambarkan sektor-sektor korporasi kita mengalami pembalikan dan pemulihan kondisi dari perusahaannya,” kata Sri Mulyani.
Sementara, berdasarkan sektornya, pertumbuhan drastis penerimaan pajak hingga Agustus 2022 berasal dari pertambangan sebesar 233,8 persen.
“Sektor pertambangan tumbuh ekstrem karena didorong oleh harga-harga komoditas pertambangan yang melonjak, sehingga penerimaan sektor pertambangan pajaknya itu naik 233,8 persen. Penerimaan pajak pada tahun ini juga didominasi oleh sektor perdagangan yang tumbuh 66,3 persen. Selanjutnya, industri pengolahan 49,4 persen, transportasi dan pergudangan 25 persen, jasa perusahaan 24,1 persen, informasi dan komunikasi 18,2 persen, serta sektor konstruksi dan real estate 10 persen,” urai Sri Mulyani.
Kendati demikian, ia mengingatkan semua pihak agar tetap waspada karena kondisi ekonomi global. Distribusi kinerja Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur secara global mengalami penurunan dari 51,1 ke 50,3.
Bila dilihat pada negera G20 dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), hanya sejumlah 24 persen negara yang memiliki aktivitas PMI yang ekspansif dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sejumlah negara ini diantaranya Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam, dan Arab Saudi.
“Sebab tren penerimaan pajak yang begitu tinggi, perlu kami lihat sustainabilitasnya. Berapa lama komoditas dan pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan melemah pasti akan memberikan dampak ke dalam negeri dan kemudian akan pengaruhi penerimaan pajak,” ungkap Sri Mulyani.
Comments