in ,

SPT Lebih Bayar Langsung Diperiksa? Ini Penjelasan DJP

SPT Lebih Bayar
FOTO: P2Humas DJP

SPT Lebih Bayar Langsung Diperiksa? Ini Penjelasan DJP

Pajak.com, Jakarta – Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menegaskan bahwa tidak ada pemeriksaan terhadap status Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan lebih bayar karena skema penghitungan baru Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan Tarif Efektif Rata-Rata (TER).

Hal tersebut ditegaskan untuk mengklarifikasi warganet di media sosial X yang menyarankan untuk tidak mengajukan pengembalian pajak atas status SPT tahunan lebih bayar. Menurut warganet itu, pengajuan tersebut membuat rekening bank miliknya diperiksa oleh DJP.

“Saya ingin luruskan, tidak ada pemeriksaan dalam menggunakan TER. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 sudah mengatakan (mengatur) bahwa kalaupun ada kelebihan (pembayaran pajak), itu langsung dikembalikan oleh pemotong pajak atau pemberi kerja. Jadi, status SPT tahunan tetap nihil, sehingga tidak ada pemeriksaan,” jelas Dwi dalam Media Briefing bertajuk Penyampaian Pelaporan SPT dan Penghitungan PPh Pasal 21 dengan Skema TER, di Kantor Pusat DJP yang juga disiarkan secara daring, dikutip Pajak.com, (2/4).

Dalam konteks lain, pemeriksaan atas pengembalian pajak (restitusi) telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Bayar Pajak. Dwi menjelaskan, pemeriksaan atas restitusi dilakukan DJP untuk memastikan kebenaran dari permohonan Wajib Pajak. Sebab Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian uang yang telah masuk ke kas negara.

“DJP harus dilihat apakah bukti potongnya benar, apakah dokumen benar, kalau penyerahan, apakah transaksinya benar-benar dilakukan. Walaupun by rules, pengembalian lebih bayar itu dilakukan pemeriksaan, tetapi banyak juga jenis-jenis pengembalian pajak atau restitusi ini yang juga dilakukan sederhana dengan proses penelitian. Ada pengusaha-pengusaha dengan kriteria tertentu, misalnya Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, Wajib Pajak yang patuh, itu juga dilakukan pengembalian lebih bayarnya hanya dengan penelitian,” jelas Dwi.

Baca Juga  Menelisik Perbedaan Penelitian dan Pemeriksaan Pajak

Secara simultan, DJP telah memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-5/PJ/2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak dan mulai berlaku sejak 9 Mei 2023.

“DJP mempercepat proses restitusi pajak dari semula 12 bulan menjadi 15 hari kerja. Kemudian, jumlah PPh lebih bayar paling banyak Rp 100 juta,” ungkap Dwi.

Sebelumnya, ia juga menegaskan bahwa proses restitusi pajak dilakukan secara less intervention maupun less face to face antara petugas pajak dan Wajib Pajak. Mekanisme ini diharapkan dapat lebih menjamin akuntabilitas sehingga menghindari penyalahgunaan kewenangan.

“Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan, dan jika di kemudian hari dilakukan pemeriksaan lalu ditemukan kekurangan pembayaran pajak, maka Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100 persen,” jelas Dwi.

Kendati demikian, sesuai Perdirjen Nomor PER-5/PJ/2023, sanksi administratif itu akan direlaksasi menjadi hanya sebesar sanksi pada Pasal 13 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Baca Juga  Restitusi Pajak Dipercepat Jadi 15 Hari, Apa Syaratnya?

“Sanksi per bulannya didasarkan pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 15 persen untuk paling lama 24 bulan. Apabila dibandingkan, sanksi ini jauh lebih rendah dari pada sanksi kenaikan 100 persen. Perlu diketahui juga bahwa relaksasi ini dilakukan melalui mekanisme pengurangan sesuai Pasal 36 Ayat (1) huruf a UU KUP,” pungkas Dwi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *