in ,

Dirjen Pajak: Kemenkeu Akan Reviu Usulan Pengenaan Tarif Pajak Kripto

Dirjen Pajak: Kemenkeu Akan Reviu Usulan Pengenaan Tarif Pajak Kripto
FOTO: P2Humas DJP

Dirjen Pajak: Kemenkeu Akan Reviu Usulan Pengenaan Tarif Pajak Kripto

Pajak.com, Jakarta – Beberapa waktu belakangan ini pelaku perdagangan dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengusulkan agar pengenaan tarif pajak atas aset kripto dapat direvisi, karena menyebabkan banyak nasabah melakukan transaksi ke luar negeri. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo pun memastikan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan reviu usulan pengenaan tarif pajak kripto.

Seperti diketahui, pemerintah menetapkan pajak atas aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022. Melalui regulasi ini pemerintah mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto.

Tarif PPN yang dikenakan sebesar 1 persen dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto. Kemudian, sebesar 2 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan merupakan pedagang fisik aset kripto. Kemudian, PPh aset kripto dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan aset kripto terhadap penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, atau penambang aset kripto.

“Bagaimana kita ketahui bersama penetapan pajak atas kripto dalam PMK sudah kami diskusikan dengan Bappebti. Saat ini ada pelaku (perdagangan aset kripto) yang juga mendorong revisi. Kami akan review lagi, kira-kira seperti apa—apakah betul dengan pajak yang sudah sedemikian rendah memberikan dampak pada transaksi aset kripto itu sendiri atau mungkin ada penyebab yang lain. Nanti kami review juga, khususnya untuk besaran (tarif pajak)—apakah kurang besar sebetulnya. Tapi kalau kami lihat, sudah hampir sepadan dengan (pengenaan pajak) atas transaksi pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) ,” ungkap Suryo dalam konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) yang disiarkan secara virtual, dikutip Pajak.com (29/4).

Baca Juga  Bappebti: Banyak Nasabah Transaksi ke Luar Negeri, Pajak Kripto Perlu Dievaluasi

Ia juga menginformasikan bahwa realisasi penerimaan pajak atas transaksi kripto sejak 1 Januari-25 April 2024 telah terkumpul sebesar Rp 112 miliar. Total penerimaan tersebut berasal dari PPh senilai Rp 52 miliar dan PPN Rp 59 miliar.

Sebelumnya, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Sanjaya menegaskan, urgensi evaluasi pengenaan tarif pajak atas aset kripto perlu dilakukan untuk mendorong pertumbuhan industri yang tergolong baru di Indonesia ini. Menurutnya, pemerintah perlu memperkuat ekosistem investasi dan digitalisasi melalui beragam kebijakan.

“Kalau dikenakan (pajak) langsung besar, industri aset kripto Indonesia masih embrio. Industri yang masih baru perlu diberi ruang untuk bertumbuh. Bertepatan dengan proses peralihan pengawasan aset kripto dari Bapebbti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini diharapkan juga menjadi momentum evaluasi aturan pajak aset kripto,” ujar Tirta.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *