Bea Cukai Dibanjiri Protes, Jokowi Akan Gelar Rapat Terbatas
Pajak.com, Sulawesi Tenggara – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan gelar rapat terbatas (ratas) untuk menyikapi banjirnya protes masyarakat kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai), khususnya terkait pengenaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) untuk barang impor dari luar negeri.
“Ya, nanti kita rataskan di rapat internal (mengenai aduan ke Bea Cukai),” tegas Jokowi usai melakukan peninjauan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H.L.M. Baharuddin, M.Kes, di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, dikutip Pajak.com (14/5).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah menggelar Rapat Pimpinan Bersama Bea Cukai, di Kantor Pusat Bea Cukai, (13/5).
“Saya berpesan kepada para pimpinan yang hadir agar mampu memetakan risiko dari perubahan ekosistem dan dinamika perekonomian saat ini,” jelas Sri Mulyani dalam keterangan tertulis di akun resmi Instagramnya.
Secara simultan, ia juga mendorong penguatan sinergi bersama aparat penegak hukum (APH) dan kementerian/lembaga (K/L) lain untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
“Kami sangat menghargai dan berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi masukan konstruktif dan turut mendukung Bea Cukai agar mampu melayani dan bereformasi lebih baik,” tambah Sri Mulyani.
Sekilas mengulas, beberapa aduan yang viral di jagat media maya dalam beberapa minggu terakhir, antara lain protesnya warganet bernama Radhika Althaf yang dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) sebesar Rp 30 juta. Padahal, sepatu yang dibelinya seharga Rp 10 juta. Kasus ini pun telah selesai.
“Sesudah diteliti, ternyata ditemukan bahwa persoalannya adalah pada nilai yang sepatu tersebut yang diberitahukan oleh perusahaan jasa titipan (DHL/Dalsey, Hillblom, and Lynn) yang lebih rendah dari harga sebenarnya. Bea Cukai melakukan koreksi untuk penghitungan bea masuknya. Dan, ini mengakibatkan pembayaran denda dan itu dilakukan oleh perusahaan DHL. Jadi, (denda) bukan (dibayar) oleh saudara Radhika Althaf,” jelas Sri Mulyani.
Kemudian, protes mengenai bea masuk dan PDRI 20 alat belajar siswa tunanetra bernama taptilo berbentuk keyboard kepada Sekolah Luar Biasa (SLB)-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Akar permasalahan kasus ini adalah tidak disertakannya beberapa dokumen terkait pengajuan pembebasan bea masuk dan PDRI. Hingga akhirnya, kasus tersebut telah diselesaikan oleh Bea Cukai maupun pihak sekolah.
“Atas nama SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada kami atas penyerahan barang hibah berupa alat media pembelajaran yang diperuntukkan buat peserta didik berkebutuhan khusus tunanetra. Permohonan maaf dari kami atas ketidaktahuan dan kekurangan wawasan terkait bagaimana prosedur barang hibah importir sehingga menyebabkan miss komunikasi,” ungkap Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Dede Kurniasih.
Selanjutnya, curhatan warganet mengenai pengenaan bea masuk dan PDRI atas peti jenazah. Protes ini berakhir dengan permintaan maaf warganet tersebut. Ia mengakui bahwa permasalahan murni dari pihak swasta yang melakukan jasa pengurusan jenazah.
“Dengan tweet ini, saya menyampaikan klarifikasi dan apresiasi kepada pihak kantor Bea Cukai yang sigap untuk membantu khalayak umum seperti saya untuk mendapatkan informasi yang tepat. Atas dinamika publik yang terjadi akibat tweet dimaksud, saya mohon maaf dan ke depannya untuk mecoba lebih memahami aturan yang berlaku. Terima kasih,” ungkap warganet itu.
Comments