in ,

Prosedur Buat SPPT PBB Baru setelah Beli Rumah Bekas

Prosedur Buat SPPT PBB Baru
FOTO: IST

Prosedur Buat SPPT PBB Baru setelah Beli Rumah Bekas

Pajak.com, Jakarta – Setelah membeli rumah bekas, pembeli disarankan untuk segera melakukan balik nama sertifikat sekaligus membuat Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) baru. Lantas, apa saja syarat membuat SPPT PBB baru? Bagaimana prosedur buat SPPT PBB baru setelah beli rumah bekas? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan regulasi yang berlaku.

Apa itu SPPT PBB?

SPPT PBB adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang dan bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah dan/atau bangunan. SPPT diterbitkan pada setiap tahun pajak. Penerbitan SPPT dilakukan secara massal atau secara individu. Adapun penerbitan SPPT secara massal dilaksanakan pada awal tahun pajak untuk semua objek pajak.

Apa itu PBB?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, PBB merupakan pungutan wajib atas kepemilikan tanah dan bangunan karena adanya keuntungan maupun kedudukan sosial ekonomi atas perorangan atau badan yang memiliki hak padanya ataupun mendapatkan manfaat dari tanah dan bangunan tersebut.

Baca Juga  Syarat Mengajukan Surat Keterangan Sengketa Pajak

Contoh objek PBB adalah:

  • Rumah;
  • Tanah;
  • Persawahan;
  • Ladang;
  • Tambang; dan
  • Perkebunan.

Apa saja syarat membuat SPPT PBB baru?

Merujuk akun Resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB), berikut syarat membuat SPPT PBB baru setelah membeli properti/rumah bekas:

  • Mengisi formulir Pendaftaran Data Baru;
  • Mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan jelas, benar, dan lengkap;
  • Mengisi Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) untuk bangunan;
  • Surat Keterangan dari kelurahan yang ditandatangani oleh lurah;
  • Surat kuasa dan dalam hal SPOP permohonan diisi dan ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak dan bermeterai;
  • Melampirkan identitas Wajib Pajak/pemohon, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP);
  • Melampirkan identitas yang diberikan kuasa (apabila dikuasakan);
  • Melampirkan salah satu bukti surat tanah, meliputi fotokopi sertifikat sesuai dengan warna asli; fotokopi Akta Jual Beli (AJB) sesuai dengan warna asli dan/atau dilegalisir Pejabat Pembuat Akta Tanah/Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/PPATS) yang berwenang;
  • SPOP atau surat kavling dilegalisir oleh lurah setempat dan lampiran Surat Keterangan Tidak Sengketa;
  • Melampirkan fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Apabila tidak ada IMB dapat menggunakan surat keterangan dari lurah dilengkapi dengan foto bangunan; dan
  • Melampirkan fotokopi SPPT tetangga yang bersebelahan dengan objek pajak yang didaftarkan.
Baca Juga  DJP: e-SPT Tidak Bisa Digunakan untuk Lapor SPT Badan

Bagaimana prosedur SPPT PBB?

  • Petugas menerima formulir di Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah di Kecamatan dari Wajib Pajak;
  • Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah membuat nota dinas rekapan penerimaan berkas;
  • Unit Pendataan dan Penilaian Pajak Daerah melakukan penelitian lapangan dan/atau verifikasi pengantar lurah ke kelurahan setempat;
  • Berkas yang tidak memenuhi persyaratan ditolak dan dibuatkan surat penolakan dengan ditanda tangani kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda);
  • Berkas yang memenuhi persyaratan di input dan di-scan ke sistem PBB pada subid pendaftaran dan penetapan pajak daerah;
  • Mencetak SPPT PBB sebanyak lima tahun terakhir masa pajak;
  • SPPT PBB ditanda tangani oleh kepala Bapenda; dan
  • Hasil SPPT PBB pendaftaran baru diserahkan kepada Wajib Pajak dibagian loket pelayanan pengambilan hasil.
Baca Juga  Pentingnya Kelengkapan Dokumentasi dalam Mitigasi Praktik “Transfer Pricing” Industri Logistik

Baca juga:

https://www.pajak.com/pajak/syarat-cara-dan-biaya-balik-nama-sertifikat-tanah/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *