in ,

Peluang Koreksi Pajak Kembali, Setelah Selesai di Tahapan Keberatan

Peluang Koreksi Pajak Kembali
FOTO: Tiga Dimensi

Peluang Koreksi Pajak Kembali, Setelah Selesai di Tahapan Keberatan 

Pajak.com, Jakarta – Keberatan adalah mekanisme yang disediakan undang-undang bagi Wajib Pajak yang tidak puas dan/atau tidak sependapat terhadap hasil pemeriksaan atau koreksi pajak. Keberatan dapat diajukan Wajib Pajak atas satu Surat Ketetapan Pajak (SKP). Lantas, apabila hasil keberatan sudah diputuskan sesuai dengan surat keberatan Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), apakah bisa peluang koreksi pajak kembali di tahun berikutnya? Untuk menjawabnya, Pak Jaka akan dibantu oleh Tax Litigation & Dispute Director TaxPrime Mandra Komara.

Tanya:

Kami merupakan perusahaan yang ingin menempuh tahapan keberatan atas hasil koreksi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Kami ingin bertanya, apabila hasil keberatan nanti sudah final diputuskan sesuai dengan surat keberatan Wajib Pajak, apakah hasil koreksi tersebut tidak menjadi temuan kembali di tahun berikutnya? Mengingat terkadang pemeriksa atau pegawai di KPP mengalami mutasi setiap tahunnya.

Baca Juga  Target Penerimaan Negara 2025 Tembus Rp 3.000 Triliun, Menkeu: Susah Loh Ngumpulin Pajak!

Jawab: 

Terima kasih atas pertanyaanya. Jadi, kalau kita selesai pada tahapan keberatan, kemungkinan tidak akan dikoreksi lagi pada saat pemeriksaan lebih besar. Hal ini karena ‘hakim’ yang memutus keberatan (penelaah keberatan) adalah internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kemudian yang mengoreksi pajak dalam tahapan pemeriksaan juga tim pemeriksa DJP. Kalau Wajib Pajak menangnya di banding (Pengadilan Pajak), tidak menutup kemungkinan akan tetap dilakukan koreksi oleh DJP pada pemeriksaan tahun pajak selanjutnya.

Sekilas saya akan menguraikan perbedaan tahapan keberatan dan banding dalam penyelesaian sengketa pajak. Keberatan adalah mekanisme yang disediakan undang-undang bagi Wajib Pajak yang tidak puas dan/atau tidak sependapat terhadap hasil pemeriksaan pajak. Keberatan yang disampaikan Wajib Pajak diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan. Sementara banding merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Adapun tahapan penyelesaian sengketa pajak dimulai dari keberatan, banding/gugatan, dan peninjauan kembali. Dengan demikian, banding adalah tahapan lanjutan dari proses keberatan.

Baca Juga  Kemendag dan BPOM Sita Kosmetik Ilegal Senilai Rp 11,45 Miliar

Ada pendapat tentang dispute bahwa sepanjang aturannya ada (belum dicabut/diubah), maka terhadap kasus yang sama tetap bisa dikoreksi. Maka, tidak menutup kemungkinan kalau Wajib Pajak sudah dikabulkan pada proses banding, tetap dilakukan koreksi lagi. Berdasarkan pengalaman saya selama bertugas di DJP, hal itu dilakukan karena DJP tidak ingin mengambil risiko potensi kehilangan penerimaan atau risiko ketika di audit kinerjanya secara internal maupun secara eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kendati demikian, kalau Wajib Pajak sudah menang di banding, Wajib Pajak akan punya pegangan hukum. Apalagi, kalau di banding Wajib Pajak menang dan DJP mengajukan peninjauan kembali (PK), lalu Wajib Pajak menang lagi, Wajib Pajak semakin memiliki pegangan hukum yang kuat. Artinya, apabila diperiksa dan dikoreksi kembali, Wajib Pajak kemungkinan akan menang atau dikabulkan lagi.

Baca Juga  Importir Perlu Pahami! Syarat Penggunaan Metode Nilai Transaksi Barang Identik

Kembali dalam case Anda, apabila perusahaan hendak mengajukan keberatan, maka saya menyarankan agar seluruh prosesnya dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dimulai dari proses pengajuan keberatan secara administratif hingga substantif, seperti memberikan berbagai bukti pendukung yang memperkuat argumentasi keberatan. Apabila Wajib Pajak membutuhkan waktu untuk menyiapkan bukti pendukung, segera sampaikan kepada penelaah keberatan.

Jangan lupa untuk menjalin komunikasi yang baik dengan penelaah keberatan. Komunikasi dapat meminimalisasi adanya mispersepsi saat menganalisis atau ketika pemberian penjelasan terhadap sebuah kasus perpajakan.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *