in ,

Perusahaan, Perhatikan Aspek Ini Agar “Tax Planning” Tak Melanggar Aturan

“Tax Planning” Tak Melanggar
FOTO: Tiga Demensi

Perusahaan, Perhatikan Aspek Ini Agar “Tax Planning” Tak Melanggar Aturan

Pajak.com, Jakarta – Meskipun merupakan bagian dari strategi bisnis yang lazim dilakukan, perusahaan harus memerhatikan beberapa aspek agar tax planning tak melanggar peraturan perpajakan. Apa aspek-aspek itu? Tax Compliance & Audit Supervisor TaxPrime Gupto Andreantoro membantu Pak Jaka untuk menjawabnya.

Tanya:

Sebagai perusahaan berskala global yang tengah berkembang, kami sangat hati-hati dalam menyusun strategi bisnis. Hal itu kami lakukan agar strategi tidak berbenturan dengan peraturan perundang-undangan, termasuk regulasi perpajakan. Dalam konteks tax planning sebagai salah strategi bisnis, aspek apa saja yang perlu diperhatikan supaya perencanaan pajak tidak melanggar peraturan?

Jawab:

Terima kasih atas pertanyaannya. Saya sepakat, bahwa tax planning merupakan sebuah strategi untuk mengefisiensikan bisnis. Secara definisi, tax planning adalah kegiatan perencanaan pengelolaan perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak dengan tujuan untuk meminimalisir beban perpajakan yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak atau memaksimalkan restitusi yang akan diperoleh oleh Wajib Pajak.

Tax planning adalah proses perencanaan pelaksanaan hak dan kewajiban pajak yang efektif dan efisien yang bertujuan untuk mengurangi beban pajak yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dan meningkatkan profitabilitas bagi perusahaan.

Kendati demikian, tax planning harus dilakukan dengan menggunakan strategi dan cara-cara yang dengan jelas telah diatur dalam peraturan-peraturan perpajakan, sehingga tidak akan berpotensi menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dan otoritas perpajakan. Pada dasarnya, belum ada aturan khusus yang mengatur mengenai batasan atas skema tax planning yang dapat digunakan. Namun, saat ini Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) beserta aturan turuanan menjadi acuan untuk melakukan perencanaan pajak.

Baca Juga  Strategi Bisnis Efektif Lewat “Tax Planning" dan “Tax Management”

Berdasarkan pengalaman dan kapasitas saya sebagai konsultan pajak, terdapat aspek-aspek yang perlu kita perhatikan dalam melakukan tax planning agar tidak melanggar aturan, yaitu pastikan kita telah memahami peraturan perundang-undangan perpajakan. Misalnya, skema tax planning yang dipilih adalah bagaimana perusahaan melakukan optimalisasi kredit pajak, yaitu sebuah strategi yang dilakukan dengan memanfaatkan kredit pajak yang telah dipotong dengan tetap memerhatikan peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku.

Perusahaan bisa melakukan optimalisasi kredit pajak dengan memilih angsuran selain Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh badan. Sesuai dengan Tata Cara Penyusunan SPT PPh Badan, Kredit Pajak yang dapat dikreditkan adalah PPh yang dipotong/pungut pihak lain yang pemotongan/pemungutannya tidak final. Secara lebih rinci, PPh yang dapat dikreditkan, antara lain PPh Pasal 22 atas impor atau pembelian solar dari Pertamina, PPh Pasal 23 dari bunga nonbank atau royalti, PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri, dan Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 25.

Bagi perusahaan berskala global, Anda bisa mengadopsi skema tax planning berupa penghematan pajak (tax saving)—sebuah strategi yang dilakukan untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Contoh memanfaatkan tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). 

Dalam P3B biasanya diatur mengenai hak pemajakan antar-negara, meliputi hak pemajakan di negara sumber, hak pemajakan di negara domisili, dan tarif tertentu dalam P3B atau hak pemajakan ada di negara sumber dan negara domisili. Jika hak pemajakan ada di negara sumber, misalnya Indonesia menjadi negara sumber, otomatis pengenaan pajaknya mengacu pada UU PPh. Bila hak pemajakan ada di negara domisili, pemotong PPh di Indonesia tidak perlu melakukan pemotongan pajak. Kalau hak pemajakan ada di kedua negara, pemotong PPh di Indonesia harus memotong sesuai tarif yang ada di P3B.

Baca Juga  Lima Skema “Tax Planning” yang Lazim Dilakukan Wajib Pajak

Selain itu, memahami peraturan perpajakan, perusahaan juga dapat menghindari munculnya sanksi, seperti sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan dan sanksi pidana (pidana/kurungan).

Jangan lupa, selain aturan perpajakan, tax planning juga harus memerhatikan standar akuntansi perusahaan, bagaimana proses bisnis perusahaan, ketentuan perundang-undangan mengenai kontrak ataupun bisnis yang dijalankan, hukum perpajakan, manajemen, teknologi, dan dokumen pendukung.

Untuk memenuhi aspek itu, perusahaan bisa mengikuti beberapa tahapan, yaitu mengumpulkan data ataupun informasi perpajakan perusahaan, melakukan perencanaan dan analisis data, dan menentukan strategi yang telah disesuaikan dengan hasil analisis data yang telah dilakukan. Kemudian, perusahaan juga perlu mengevaluasi pelaksanaan tax planning, re-evaluasi tax planning, hingga memutakhirkan rencana pajak secara berkala.

Saya meyakini bahwa tax planning dapat mengurangi ketidakpastian dan memiliki tujuan yang jelas. Hal ini akan lebih mendorong Wajib Pajak untuk meningkatkan kepatuhannya, sebab Wajib Pajak dapat lebih memahami segala dampak perpajakan yang akan timbul dan bagaimana cara memitigasinya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *