in ,

Perlu Aturan Baru Pasca-Putusan MK tentang Pemeriksaan Bukper Pajak

Perlu Aturan Baru Pasca-Putusan MK tentang Pemeriksaan Bukper Pajak
FOTO: MK 

Perlu Aturan Baru Pasca-Putusan MK tentang Pemeriksaan Bukper Pajak

Pajak.com, Jakarta – Pengacara pajak bernama Cuaca Teger mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 83/PUU-XXI/2023 tentang Uji Materi Peraturan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. MK memutuskan Pasal 43A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), inkonstitusional bersyarat. Oleh karena itu, Cuaca berpandangan, perlu aturan baru pasca-putusan MK tentang pemeriksaan bukper pajak yang berlaku sejak 13 Februari 2024 tersebut.

“Putusan MK ini telah mengakhiri polemik yang berkepanjangan selama ini—apakah bukper itu penyelidikan atau penyidikan. Selama ini bukper digugat ke Pengadilan Negeri (PN) selalu dinyatakan tidak diterima karena bukan objek praperadilan. Putusan PN sejalan dengan pendapat DJP. Namun, putusan MK kemudian menyatakan bahwa bukper yang berdasarkan peraturan lama dinyatakan objek praperadilan, sedangkan bukper setelah putusan MK menjadi bukan objek praperadilan, sepanjang tidak ada upaya paksa,” jelasnya kepada Pajak.com(28/2).

Dengan demikian, menurut Cuaca, putusan MK itu harus melahirkan peraturan menteri keuangan (PMK) tentang bukper yang tidak boleh berkaitan dengan upaya paksa dan melanggar hak asasi Wajib Pajak.

“Masalah yang timbul dari putusan MK ini adalah apakah menteri keuangan berwenang atau tidak mengatur hak asasi Wajib Pajak. Dibandingkan dengan sebelum terbitnya putusan MK ini, maka pemeriksa bukper harus hati-hati mengikuti standard operating procedure (SOP) yang bebas dari upaya paksa dan tidak boleh melanggar hak asasi Wajib Pajak,” ungkapnya.

Cuaca meyakini, perubahan peraturan bukper ini menunjukkan bahwa MK menilai peraturan sebelumnya mengandung unsur upaya paksa kepada Wajib Pajak.

Baca Juga  MK: Tak Boleh Ada Upaya Paksa dalam Pemeriksaan Bukper Perpajakan

“Oleh karena itu, pengaruh upaya paksa yang dibolehkan oleh peraturan lama dan masih dirasakan sampai melewati putusan MK ini menjadi persoalan hukum tersendiri antara Wajib Pajak dengan pemeriksa bukper,” ujarnya.

Sebab putusan MK menegaskan bahwa apabila Wajib Pajak merasa dirugikan oleh pemeriksa, maka bukper yang lama dapat digugat ke PN. Implikasinya, Wajib Pajak dapat meminta kembali pajak yang telah disetorkan.

“Pengaruh ini pun mesti diselesaikan baik-baik, jangan sampai merugikan DJP atau Wajib Pajak,” imbuh Cuaca.

Sebelumnya, Majelis Hakim MK memutuskan Pasal 43A ayat (1) UU HPP diubah menjadi “Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sepanjang tidak terdapat tindakan upaya paksa”.

Selain itu, Majelis MK memutuskan ketentuan Pasal 43A ayat (4) UU HPP dirubah menjadi “Tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan upaya paksa dan melanggar hak asasi Wajib Pajak”.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *