in ,

Saat Pemeriksaan, Bolehkah WP Minta Waktu untuk Berikan Data?

Bolehkah WP Minta Waktu untuk Berikan Data?
FOTO: TIGADIMENSI

Saat Pemeriksaan, Bolehkah WP Minta Waktu untuk Berikan Data?

Pajak.com, Jakarta – Dalam proses pemeriksaan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhak meminta data dan/atau informasi kepada Wajib Pajak atau WP. Lantas, bolehkah WP minta waktu untuk berikan data atau informasi tersebut? Dibantu oleh Tax Compliance and Audit Assistant Manager TaxPrime Ridho Atma Mulia, Pak Jaka akan menemukan jawabannya untuk Anda.

Tanya: 
Kami merupakan perusahaan di bidang industri makanan yang memiliki beberapa cabang di wilayah Jawa dan Sumatera. Saat menghadapi pemeriksaan, kami berupaya bersikap kooperatif dengan memberikan data sesuai dengan yang diminta oleh pemeriksa. Namun, terkadang terdapat kendala dalam menyediakan data, seperti perlunya konsolidasi data dari beberapa cabang usaha kami maupun rekanan kerja sama. Sebenarnya apakah boleh kami meminta waktu dalam menyediakan data tersebut?

Jawab:
Terima kasih atas pertanyaannya. Sebelumnya, Saya jelaskan bahwa sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ/2017, Pemeriksa Pajak dalam melakukan pemeriksaan dipastikan telah berlandaskan perolehan data, dokumen, dan informasi dari observasi lapangan. Pemeriksa Pajak juga menyandingkan data yang disampaikan oleh WP dari Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa dengan Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lain (ILAP) maupun Automatic exchange of Information (AEoI).

Untuk itu, WP harus menghadapi pemeriksaan dengan mengklarifikasi, membuktikan, atau menyanggahnya berdasarkan data dan/atau penjelasan yang sesuai. WP perlu memberikan penjelasan informatif, didukung dengan bukti-bukti kuat sesuai dengan permintaan data yang disampaikan pemeriksa dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.

Baca Juga  Daftar Lengkap Penyesuaian Jenis dan Tarif Pajak di Kota Malang

Perlu dipahami, sesuai PMK Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang diubah PMK Nomor 18/PMK/03/2021—aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, WP berkewajiban memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.

Selain itu, WP harus memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak.

Namun, bolehkah WP minta waktu yang lebih lama untuk berikan data saat pemeriksaan? Boleh, tapi WP harus menyampaikannya ke Pemeriksa Pajak. Berdasarkan pengalaman Saya mendampingi WP, menjaga komunikasi antara Wajib Pajak dan Tim Pemeriksa itu adalah hal yang sangat penting.

Selain terkait waktu, apabila ada permintaan data yang dirasa kurang dipahami, Wajib Pajak juga perlu menanyakannya ke pemeriksa sehingga pemenuhan datanya menjadi lebih cepat terlaksana. Jangan sampai Wajib Pajak dihantui kebingungan dan ujung-ujungnya membuat waktu penyampaian data yang lama. Bisa saja WP dinilai tidak kooperatif oleh pemeriksa. Ini hal yang perlu diperhatikan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021, jangka waktu pengujian pemeriksaan kantor maksimal dilakukan selama 4 bulan, kecuali pemeriksaan data konkret. Sementara pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan pajak yang dilakukan di tempat usaha/kegiatan/kedudukan WP, prosesnya dengan jangka waktu pengujian paling lama 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada WP.

Baca Juga  Brasil Terus Merayu Negara G20 Setujui Pajak Kekayaan Miliarder

Sesuai dengan aturan itu pula, DJP bisa memberikan perpanjangan jangka waktu pengujian pemeriksaan kantor dengan kondisi tertentu, salah satunya diperlukan konfirmasi atau permintaan data dan/ atau keterangan kepada pihak ketiga.

Kemudian, sesuai dengan PMK Nomor 18/PMK.03/2021, setelah dilakukan pengujian dan terdapat sejumlah temuan, DJP akan menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) beserta daftar temuan tersebut kepada WP, baik secara langsung atau melalui faksimili. WP harus membuat surat pernyataan penolakan untuk kemudian dibuatkan Berita Acara (BA)—jika menolak. Apabila WP menerima dokumen SPHP, sampaikanlah tanggapan tertulis maksimal 7 hari kerja setelah SPHP diterima.

Di sini WP atau kuasa WP dapat mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian tanggapan SPHP, dengan tambahan waktu 3 hari kerja sejak jangka waktu penyampaian tanggapan berakhir. Selanjutnya, jika menerima hasil pemeriksaan yang tertuang di dalam SPHP, WP atau kuasa WP dapat menyatakan setuju pada Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan.

Mitigasi sebelum dilakukan pemeriksaan

Sebelum diperiksa, sejatinya perusahaan dapat memitigasinya dengan menyiapkan data dan jawaban yang biasa dipertanyakan oleh pemeriksa. Pemeriksa Pajak biasanya menanyakan terkait transaksi perusahaan, seperti bagaimana nature transaksi tersebut?, mengapa transaksi tersebut berlangsung?, apa urgensinya atau benefit-nya bagi perusahaan?, bagaimanakah keterkaitan transaksi tersebut dengan usaha WP. Dengan demikian, sebetulnya WP bisa mempersiapkan terlebih dahulu hal-hal ini.

Baca Juga  Cara Menyampaikan Perubahan Data Perusahaan ke Kantor Pajak

Khusus perusahaan, siapkan juga kertas kerja, meliputi ekualisasi, rekonsiliasi, dan/atau rekapitulasi dari sejumlah data umum, seperti perhitungan biaya, kewajiban pajak potong pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masa.

Secara umum ekualisasi suatu proses untuk mengecek kesesuaian antara satu jenis pajak dengan jenis pajak lain yang berhubungan. Dalam konteks ini, hubungan tersebut adalah bagian laporan dari suatu jenis pajak dengan bagian lainnya. Proses tersebut dilakukan dengan menyamakan antara biaya/pendapatan atau objek pajak yang dicatat dalam laporan keuangan dengan biaya/pendapatan atau objek pajak yang dilaporkan dalam SPT yang disampaikan ke DJP.

Dengan kata lain, ekualisasi bertujuan untuk menghindari koreksi-koreksi pajak yang sebenarnya sudah sesuai dengan ketentuan dan dapat dijelaskan. Simpelnya, ekualisasi bisa menjadi petunjuk bahwa kewajiban penyampaian SPT PPh Masa PPN, SPT Masa PPh Pasal 23, dan SPT Masa PPh Pasal 21 dengan SPT Tahunan PPh badan setidaknya telah dilakukan dengan benar.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *