Khawatir Diperiksa? Pahami Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pajak.com, Jakarta – Tidak bisa dipungkiri bahwa pemeriksaan masih menjadi momok yang menakutkan bagi Wajib Pajak. Padahal sejatinya, menurut Tax Compliance and Audit Assistant Manager TaxPrime Ridho Atma Mulia, pemeriksaan pajak merupakan tahapan regular yang dilakukan sebagai konsekuensi dari sistem self-assessment. Untuk itu, ia mengimbau agar Wajib Pajak tak perlu khawatir secara berlebihan. Langkah pertama yang perlu dilakukan oleh Wajib Pajak adalah pahami hak dan kewajiban wajib pajak ketika dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
“Kenapa pemeriksaan pajak terjadi? Secara umum, perpajakan di Indonesia menganut prinsip self-assessment. Artinya, Wajib Pajak bertanggung jawab atas kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, sebagai suatu bentuk pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, DJP perlu melakukan tindakan pemeriksaan kepada Wajib Pajak, yang mana salah satunya adalah kepada Wajib Pajak yang mengajukan restitusi. Pemeriksaan yang umum dilakukan biasanya karena adanya permohonan restitusi yang disampaikan oleh Wajib Pajak, baik untuk jenis pajak berupa PPN (Pajak Pertambahan Nilai) maupun PPh (Pajak Penghasilan) Badan,” jelas Ridho kepada kepada Pajak.com, di Ruang Rapat Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta (16/10)
Ia menyebutkan, sesuai Pasal 13 dan 14 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang diubah PMK Nomor 18/PMK/03/2021 yang merupakan aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Wajib Pajak mempunyai hak ketika diperiksa dilakukan pemeriksaan. Pertama, meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2).
“Pemeriksa Pajak itu, dipastikan terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkungan DJP/KPP, atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) yang biasanya terdiri dari tiga orang, yaitu supervisor, ketua tim, dan anggota tim atau bisa lebih. Jadi, saat dilakukan pemeriksaan, Wajib Pajak berhak meminta untuk diperlihatkan tanda pengenal itu kepada tim pemeriksa,” ujar Ridho.
Kedua, meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan—apabila pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan.
“Perlu juga Wajib Pajak mengetahui bahwa pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di DJP/KPP, dengan jangka waktu pengujian bisa selama 4 bulan sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan. Sementara pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan pajak yang dilakukan di tempat usaha/kegiatan/kedudukan Wajib Pajak, prosesnya dengan jangka waktu pengujian paling lama 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak,” jelas Ridho.
Perpanjangan jangka waktu pengujian pemeriksaan kantor bisa dilakukan ketika DJP/KPP memeriksanya diperluas ke masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak lainnya, terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/ atau keterangan kepada pihak ketiga, atau berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana pemeriksaan.
Ketiga, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak—apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.
“Di awal Wajib Pajak sudah diberikan susunannya (tim Pemeriksa Pajak), namun misalnya DJP/KPP ada mutasi perubahan tim Pemeriksa Pajak, Wajib Pajak berhak meminta untuk diperlihatkan surat atas perubahan tersebut,” jelas Ridho.
Keempat, meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan.
“Ini penting. DJP/KPP tidak serta-merta memeriksa Wajib Pajak tanpa penyebab atau alasan. Bahkan, sesuai ketentuan, otoritas harus mengadakan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai alasan dan tujuan pemeriksaan, termasuk sebenarnya hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan pemeriksaan,” kata Ridho.
Kelima, menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Keenam, menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan.
“DJP/KPP harus memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan. Wajib Pajak mempunyai kesempatan untuk melakukan pembahasan terhadap apa-apa saja hasil pemeriksaan untuk kemudian dilakukan pembahasan langkah-langkah Wajib Pajak selanjutnya,” ujar Ridho.
Ketujuh, setelah membahas SPHP, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
“Tim Quality Assurance Pemeriksaan bisa dilakukan oleh Wajib Pajak dalam hal masih terdapat hasil pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk pemeriksaan atas data konkret yang dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor,” jelas Ridho.
Ia menambahkan, data konkret merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak berupa hasil klarifikasi atau konfirmasi faktur pajak, bukti pemotongan atau pemungutan PPh, data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampai kan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis bahwa SPT tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, dan/ atau bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Kedelapan, memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian kuesioner pemeriksaan.
Apa kewajiban Wajib Pajak ketika dilakukan pemeriksaan?
Selain mendapatkan hak, Wajib Pajak juga memiliki kewajiban ketika dilakukan pemeriksaan. Pahami hak dan kewajiban wajib pajak ketika dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pertama, Wajib Pajak berkewajiban memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
“Nanti sebaliknya, DJP wajib mengembalikan buku, catatan, dan/ atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak setelah dilakukannya pemeriksaan pajak,” jelas Ridho.
Kedua, Wajib Pajak berkewajiban memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik. Ketiga, memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak. Keempat, memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
“Wajib Pajak diharapkan memperlancar kegiatan pemeriksaan, bisa saja Wajib Pajak menyediakan tenaga dan/atau peralatan terkait pemeriksaan. Wajib Pajak perlu memfasilitasinya, apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus. Kemudian, Wajib Pajak bisa memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak, dan/atau menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya pemeriksaan lapangan dalam hal pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak,” jelas Ridho.
Kelima, menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP. Keenam, memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Di sisi lain, ia menambahkan sesuai amanah PMK Nomor 18/PMK/03/2021, setelah melakukan pemeriksaan, DJP perlu membina Wajib Pajak untuk ke depannya patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis.
“DJP juga wajib merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan,” pungkas Ridho.
Comments