in ,

Bagaimana Cara Menghadapi Pemeriksaan Pajak yang Efektif?

Bagaimana Cara Menghadapi Pemeriksaan Pajak
FOTO: Tiga Dimensi

Bagaimana Cara Menghadapi Pemeriksaan Pajak yang Efektif?

Pajak.com, Jakarta – Melalui sistem perpajakan self assessment, negara memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Di sisi lain, sistem ini berpotensi menimbulkan kekeliruan antara Wajib Pajak dengan data atau informasi yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Untuk itu, DJP berwenang melakukan penyuluhan, pengawasan, hingga pemeriksaan. Lantas, bagaimana cara menghadapi pemeriksaan pajak tersebut? Apa saja hak dan kewajiban Wajib Pajak? Kali ini, Pak Jaka dibantu oleh Tax Litigation and Dispute Assistant Manager TaxPrime Dwi Prasetyo atau Pras untuk menjawabnya.

Tanya: 
Kami merupakan perusahaan di bidang manufaktur yang baru saja mendapatkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar. Ini pertama kalinya kami mendapat surat tersebut, sehingga ada kekhawatiran. Menurut Anda, bagaimana cara menghadapi pemeriksaan pajak yang efektif? Apa saja hak dan kewajiban kami dalam pemeriksaan pajak?

Jawab: 

Pertama, dapat dimaklumi ketika Wajib Pajak khawatir dalam menghadapi pemeriksaan pajak untuk pertama kalinya. Namun, sejatinya tidak perlu khawatir karena pemeriksaan pajak merupakan kegiatan yang lumrah dilakukan DJP sebagai sarana untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak.

Saya ingin mengutip Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang menegaskan bahwa pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan.

Artinya, DJP akan objektif dan profesional dalam melakukan pemeriksaan pajak. DJP tidak serta-merta langsung menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) ataupun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). DJP melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan yang diatur dalam PER – 23/PJ/2013, diantaranya dengan melakukan permintaan data terlebih dahulu, meneliti data-data tersebut serta meminta penjelasan dari Wajib Pajak. Adapun dalam proses pemeriksaan pajak tersebut, Wajib Pajak memiliki hak-hak sebagaimana diatur dalam ketentuan PMK Nomor 17/PMK.03/2013 s.t.d.t.d. PMK Nomor 184/PMK.03/2015. Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat rangkaian prosedur yang bisa Wajib Pajak tempuh untuk memperjuangkan argumentasinya.

Baca Juga  Daftar Surat dari DJP yang dapat Diajukan Permohonan Pembetulan

Kedua, pengetahuan prosedur hingga hak dan kewajiban Wajib Pajak merupakan kunci menghadapi pemeriksaan yang efektif. Secara umum, tahapan pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:

  • Pemeriksaan dimulai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan (SP2) Lapangan atau pengiriman surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor;
  • Berdasarkan SP2, Tim Pemeriksa akan meminta data-data atau dokumen terkait pelaporan pajak pada tahun yang diperiksa, untuk kemudian akan diteliti dan dianalisa sesuai ketentuan;
  • Hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan dengan mencantumkan dasar hukum atas temuan tersebut; dan
  • Pemeriksaan dalam pengujian kepatuhan Wajib Pajak diakhiri dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk kemudian setiap proses pemeriksaan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Adapun Produk hukum dari proses pemeriksaan tersebut dapat berupa SKPKB, SKPKBT, Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) ataupun Surat Tagihan Pajak (STP).

Selain itu, efektivitas menghadapi pemeriksaan pajak juga terletak pada sikap kooperatif Wajib Pajak terhadap Pemeriksa. Komunikasikan juga setiap kendala yang dihadapi. Di sinilah peran konsultan pajak (jika Wajib Pajak menggunakan jasa konsultan pajak sebagai kuasa untuk mewakili) untuk menjaga komunikasi dengan Pemeriksa berjalan dengan baik. Kuasa akan menjadi penengah kepentingan antara Pemeriksa dan Wajib Pajak.

Kemudian, seperti yang saya tekankan dalam beberapa artikel sebelumnya, bahwa penting bagi Wajib Pajak mencermati setiap data dan informasi yang diberikan kepada Pemeriksa. Sebab, setiap data dan informasi yang tidak tepat diberikan bisa menimbulkan tambahan potensi kerugian bagi Wajib Pajak. Maka, peran konsultan pajak untuk memilah data dan informasi tersebut dengan cermat dan tepat, sehingga mampu meminimalisasi risiko yang tidak perlu terjadi, bahkan dapat meluruskan apabila terjadi kekeliruan Pemeriksa dalam temuannya.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim II Hentikan Penyidikan Pidana Pajak PT SMS

Ketiga, menjawab pertanyaan mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak saat dilakukan pemeriksaan. Saya akan menguraikan terlebih dahulu hak Wajib Pajak yang meliputi:

  • Wajib Pajak berhak meminta Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan tanda pengenal dan Surat Perintah Pemeriksaan, memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim pemeriksa apabila susunan keanggotaan mengalami perubahan, memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan;
  • Wajib Pajak mempunyai hak menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
  • Wajib Pajak berhak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan bersama dengan pemeriksa pada waktu yang telah ditentukan;
  • Mengajukan permohonan Quality Assurance (QA) Pemeriksaan dalam hal belum disepakati dasar hukum koreksi pemeriksaan; dan
  • Mengisi kuesioner terkait pelaksanaan pemeriksaan.

Secara khusus, pembahasan QA telah saya kupas dalam artikel sebelumnya di Pajak.com. Tim QA ini dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dalam rangka membahas hasil pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas.

Secara lebih detail, tim QA bisa dibentuk apabila Risalah Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sudah ditandatangani para pihak (tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak), Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan belum ditandatangani para pihak, dan terdapat perbedaan pendapat yang terbatas pada dasar hukum koreksi.

Kemudian, jika hasil pembahasan dengan Tim QA tidak sesuai dengan harapan Wajib Pajak dan kemudian telah dilanjutkan dengan penetapan SKP (Surat Ketetapan Pajak) dan STP, maka Wajib Pajak dapat memperjuangkannya pada proses Keberatan. Menurut saya, keputusan Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim QA sangatlah efektif apabila mendekati jatuh tempo penerbitan SKP.

Baca Juga  Tokopedia Sediakan Fitur Pembayaran atas SPT Kurang Bayar

Selanjutnya Wajib Pajak juga sangat perlu mengetahui kewajiban dalam menghadapi pemeriksaan pajak. Poin ini menjadi bagian penilaian sikap kooperatif Wajib Pajak. Jangan sampai Wajib Pajak lalai dalam memenuhi kewajiban dalam rangka pemeriksaan. Berikut kewajiban Wajib Pajak saat diperiksa:

  • Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan tepat waktu;
  • Memperlihatkan dan/atau meminjamkan dokumen yang menjadi dasar penghitungan penghasilan;
  • Memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
  • Memberikan kesempatan tim pemeriksa untuk memasuki dan memeriksa ruangan yang menjadi tempat penyimpanan dokumen serta meminjamkannya;
  • Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, yang dapat berupa:
  • Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
  • Memberikan bantuan kepada tim pemeriksa untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
  • Menyediakan ruangan khusus dalam hal pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
  • Meminjamkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik;
  • Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan
  • Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

Hal yang perlu diketahui Wajib Pajak juga adalah mengenai jangka waktu pemeriksaan pajak. Dalam hal pemeriksaan pajak dilaksanakan dengan jenis pemeriksaan lapangan, maka jangka waktu pengujian paling lama enam bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan. Selanjutnya, jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan paling lama dua bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak hingga tanggal LHP.

Ditulis oleh

  • Dwi Prasetyo

    Dwi Prasetyo is experienced Tax Consultant more than 8 ears. Specialized in Tax Audit, Objection, Cancellation of Art. 36, Appeal, Lawsuit, and Judicial Review in various industry sector such as oil and gas mining, manufacturing industry, distributor, oil palm plantation, construction and etc.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *