in ,

Pakistan Kenakan “Supertax” 10 Persen Perusahaan Besar

Pakistan Kenakan “Supertax” 10
FOTO: IST

Pajak.com, Islamabad – Pakistan tengah diguncang masalah keuangan dan diambang kebangkrutan. Negara berpenduduk 220 juta jiwa itu sedang mengalami krisis neraca pembayaran. Jumlah cadangan devisa turun di bawah 10 miliar dollar AS. Setelah bulan lalu otoritas pajak Pakistan mengumumkan rencananya mengenakan pajak tambahan 2 persen pada individu yang pendapatan tahunan 30 juta Pakistan Rupee (PKR), tahun ini Pakistan akan mengenakan pajak 10 persen sekali waktu (supertax) atas perusahaan besar.

Menteri Keuangan Miftah Ismail mengatakan pemerintah telah mengambil keputusan yang sangat sulit. Ia meminta agar supertax ini bisa ditanggung oleh industri skala besar selama satu tahun untuk membantu menopang pendapatan yang sangat dibutuhkan untuk memotong defisit fiskal.

Baca Juga  KPP Migas Sita Aset Tanah Penunggak Pajak

Adapun supertax akan dikenakan pada 13 industri besar, perusahaan dan korporasi, termasuk gula, baja, semen, minyak dan gas, pupuk, rokok, kimia, mobil, bank, tekstil, terminal LNG dan minuman, yang memiliki pendapatan melebihi 300 juta PKR (1,45 juta dollar AS).

“Jadi, tarif pajak mereka akan naik dari 29 persen menjadi 39 persen. Tolong, sumbangkan bagian Anda hanya untuk satu tahun. Kami sangat membutuhkannya tahun ini,” jelasnya seperti dikutip media India Business Standard pada Sabtu (2/7/22).

Selain mengenakan pajak khusus sebesar 10 persen terhadap perusahaan-perusahaan besar, Pemerintah Pakistan juga akan mengenakan poverty alleviation tax atau pajak pengentasan kemiskinan, terhadap orang-orang terkaya di Pakistan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim I Gandeng GERKATIN, Tingkatkan Literasi Pajak ke Penyandang Disabilitas

Setiap orang dengan penghasilan senilai PKR 150 juta akan dikenai pajak dengan tarif 1 persen. Bagi mereka yang memiliki penghasilan di atas PKR 200 juta, pemerintah akan mengenakan pajak sebesar 2 persen.

Selanjutnya, pajak sebesar 3 persen dikenakan atas setiap penghasilan di atas PKR 250 juta. Selain itu, setiap penghasilan di atas PKR 300 juta akan dikenai pajak sebesar 4 persen.

Dengan pajak-pajak tambahan ini, pemerintah akan meningkatkan penerimaan pajak pada tahun fiskal 2022-2023 dari yang awalnya diperkirakan senilai PKR 7 triliun menjadi PKR 7,4 triliun.

Seperti diketahui, saat ini Pakistan adalah negara yang tengah berjuang untuk membayar kembali pinjaman ke Cina. Bahkan sejumlah analis menyimpulkan bahwa pinjaman Baleno Cina ke Pakistan menjadi jebakan utang. Bagaimana tidak, selama paruh pertama tahun fiskal 2020 hingga 2021, Pakistan membayar lebih dari 7 milyar dollar AS untuk membayar utang luar negeri. Angka tersebut setara dengan hampir setengah dari cadangan devisa yang disimpan di bank negara Pakistan.

Baca Juga  Sri Mulyani Beberkan Biang Kerok Banjirnya Penyelundupan di Sektor Tekstil

Utang ini dikabarkan karena adanya pinjaman untuk pendanaan pembangkit listrik yang telah menghabiskan hampir setengah dari pengeluaran skema koridor ekonomi Cina Pakistan atau sipex senilai 60 milyar dollar AS yang didukung di Beijing.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *