in ,

Pajak Natura Berlaku Mulai 1 Juli 2023, Ini Aturan Teknisnya

Pajak Natura Berlaku Mulai 1 Juli 2023
FOTO: IST

Pajak Natura Berlaku Mulai 1 Juli 2023, Ini Aturan Teknisnya

Pajak.om, Jakarta – Pemerintah resmi menerbitkan aturan teknis mengenai pajak natura dan/atau pajak kenikmatan. Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang diterima atas Diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Aturan mengenai pajak natura ini berlaku mulai 1 Juli 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menjelaskan, PMK ini diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang kini dapat dibiayakan oleh pemberi kerja.

“Biaya penggantian atau imbalan tersebut sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Sebaliknya, bagi penerima natura dan/atau kenikmatan, hal tersebut merupakan objek PPh (Pajak Penghasilan). Pemberi natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang melebihi batasan nilai, mulai 1 Juli 2023,” ujar Dwi dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (6/7).

Baca Juga  Mengenal “Treaty Shopping”, Dampak, dan Langkah Pencegahannya

Selain itu, berdasarkan PMK Nomor 66 Tahun 2023, jenis dan batasan nilai yang telah ditetapkan untuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh adalah sebagai berikut:

  1. Makanan/minuman yang disediakan untuk seluruh karyawan di tempat kerja tanpa batasan nilai, sedangkan kupon makan bagi karyawan dinas luar (termasuk dalam bentuk reimbursement biaya makan/minum) maksimal Rp 2 juta per bulan atau senilai yang disediakan di tempat kerja (mana yang lebih tinggi);
  2. Natura dan/atau kenikmatan terkait standar keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja, meliputi pakaian seragam, antar jemput karyawan, peralatan keselamatan kerja, obat-obatan/vaksin dalam penanganan pandemi tanpa batasan nilai;
  3. Sarana, prasarana, dan fasilitas bagi pegawai beserta keluarga yang bekerja di daerah tertentu termasuk daerah terpencil, meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pengangkutan dan olahraga tanpa batasan nilai;
  4. Bingkisan hari raya keagamaan, meliputi Idulfitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek tanpa batasan nilai, sedangkan bingkisan selain hari raya keagamaan tersebut maksimal Rp 3 juta per tahun;
  5. Peralatan dan fasilitas kerja, seperti laptop, komputer, ponsel, pulsa, dan internet tanpa batasan nilai;
  6. Fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dalam penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan, dan pengobatan lanjutannya tanpa batasan nilai;
  7. Fasilitas olah raga, selain golf, pacuan kuda, power boating, terbang layang, dan otomotif maksimal Rp 1,5 juta per tahun;
  8. Fasilitas tempat tinggal komunal (asrama dan sebagainya) tanpa batasan nilai, sedangkan nonkomunal (sewa apartemen/rumah) maksimal Rp 2 juta per bulan;
  9. Fasilitas kendaraan bukan objek pajak jika pegawai/penerima bukan pemegang saham dan penghasilan bruto dari pemberi kerja tidak lebih dari Rp 100 juta per bulan;
  10. Fasilitas iuran kepada dana pensiun yang ditanggung pemberi kerja bagi pegawai; dan
  11. Fasilitas peribadatan antara lain berbentuk musala, masjid, kapel, atau pura yang diperuntukkan semata-mata untuk kegiatan peribadatan.
Baca Juga  Daftar Lengkap Penyesuaian Jenis dan Tarif Pajak di Kota Malang

Dwi menegaskan, PMK Nomor 66 Tahun 2023 ini mendorong perusahaan/pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan cara memberikan pelbagai fasilitas karyawan dan dapat membebankan biaya fasilitas tersebut sebagai pengurang penghasilan brutonya. Pengaturan ini juga memberikan kesetaraan perlakuan, sehingga pengenaan PPh atas suatu jenis penghasilan tidak memandang bentuk dari penghasilan tersebut, baik dalam uang atau selain uang.

“Namun demikian, penerapan pajak natura sangat memerhatikan nilai kepantasan yang diterima oleh karyawan. Dengan begitu, natura dan/atau kenikmatan dalam jenis dan batasan nilai tertentu dikecualikan dari objek PPh,” kata Dwi.

DJP memastikan, batasan nilai tersebut telah mempertimbangkan indeks harga beli/purchasing power parity (Organization for Economic Co-operation and Development/OECD), survei standar biaya bidup (Badan Pusat Statistik/BPS), standar biaya masukan (Kementerian Keuangan/Kemenkeu), sport development index (Kementerian Pemuda dan Olahraga/Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.

Baca Juga  Batas Waktu Telah Lewat, Wajib Pajak Orang Pribadi Masih Bisa Lapor SPT?

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *