in ,

Mengenal “Treaty Shopping”, Dampak, dan Langkah Pencegahannya

Treaty Shopping
FOTO: IST

Mengenal “Treaty Shopping”, Dampak, dan Langkah Pencegahannya

Pajak.comJakarta – Dalam upaya membangun ekonomi global yang lebih terintegrasi, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda atau tax treaty telah menjadi instrumen penting. Perjanjian ini, yang telah diratifikasi oleh berbagai negara di seluruh dunia, bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak ganda dan memfasilitasi aliran bebas barang, jasa, modal, dan tenaga kerja. Namun, sistem ini tidak luput dari kelemahan. Praktik treaty shopping, atau pemanfaatan celah dalam perjanjian pajak untuk keuntungan tertentu, telah menjadi topik hangat yang menimbulkan kekhawatiran serius. Pajak.com akan mengulas tentang fenomena treaty shopping, dampaknya terhadap perekonomian global, dan upaya-upaya reformasi yang diinisiasi oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) untuk mencegah masalah ini.

Apa itu treaty shopping?

OECD mendefinisikan treaty shopping sebagai praktik yang dilakukan oleh individu atau entitas untuk memanfaatkan perjanjian pajak antarnegara dengan cara yang tidak semestinya (treaty abuse). Praktik ini seringkali melibatkan skema kompleks untuk mendapatkan keuntungan dari perjanjian pajak tanpa memenuhi syarat sebagai penduduk di negara-negara yang terlibat. Hal ini dapat mengakibatkan pengurangan pendapatan pajak yang signifikan bagi yurisdiksi yang berhak dan menimbulkan tantangan dalam penerapan kebijakan pajak yang adil.

Ketika Wajib Pajak terlibat dalam treaty shopping, mereka mencoba mengklaim manfaat yang tidak sesuai dengan tujuan asli perjanjian. Ini tidak hanya merugikan kedaulatan pajak negara tetapi juga menjadi salah satu isu utama yang dihadapi oleh Anggota Kerangka Inklusif Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Baca Juga  Mengenal Kewajiban Notifikasi CbCR Serta Langkah penyampaiannya
Apa implikasi treaty shopping?

Implikasi dari treaty shopping menurut OECD cukup signifikan dan berdampak luas. Pertama, praktik ini mengubah dinamika ekonomi perjanjian pajak dengan memperluas manfaatnya ke pihak ketiga yang tidak diinginkan, merusak prinsip kesetaraan dan timbal balik yang menjadi dasar perjanjian tersebut.

Kedua, treaty shopping dapat menyebabkan penghindaran pajak, di mana pendapatan yang seharusnya dikenai pajak menjadi tidak terpajaki atau dikenai pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya. Ketiga, insentif untuk negosiasi perjanjian pajak antar yurisdiksi menjadi berkurang, karena penerima manfaat akhir dapat memperoleh keuntungan dari perjanjian tanpa adanya kewajiban untuk memberikan kontribusi yang setara.

Artinya, treaty shopping memengaruhi keseimbangan perjanjian pajak, mengurangi pendapatan pajak yang sah, dan mengubah insentif bagi negara-negara untuk berpartisipasi dalam sistem perjanjian pajak global.

Apa upaya OECD?

Upaya OECD dalam menangani treaty shopping merupakan bagian integral dari inisiatif BEPS yang lebih luas. Action 6 Report menetapkan standar minimum untuk mencegah penyalahgunaan perjanjian pajak, termasuk treaty shopping.

OECD menyatakan bahwa Anggota Kerangka Kerja Inklusif BEPS telah berkomitmen untuk memasukkan ketentuan yang dirancang untuk menawarkan perlindungan terhadap praktik ini dalam perjanjian pajak mereka. Selain itu, fleksibilitas dalam implementasi memungkinkan penyesuaian dengan kondisi spesifik setiap yurisdiksi.

Baca Juga  Pengertian, Cakupan, dan Implementasi STTR

Dua komponen utama yang harus dimasukkan dalam perjanjian pajak untuk memenuhi standar minimum adalah pernyataan eksplisit tentang tujuan nonpajak dan salah satu dari tiga metode yang disetujui untuk menangani treaty shopping. Berikutnya yaitu melalui BEPS Multilateral Instrument (MLI). Sebagai instrumen multilateral, BEPS MLI memfasilitasi modifikasi cepat dari perjanjian pajak bilateral untuk memasukkan standar minimum ini dan ukuran terkait lainnya.

Proses Tinjauan Sejawat memastikan bahwa implementasi standar minimum ini diikuti secara konsisten. Tinjauan Sejawat yang dilakukan pada tahun 2018, 2019, dan 2020, serta tinjauan untuk tahun-tahun berikutnya, mengikuti metodologi yang diuraikan dalam Dokumen Tinjauan Sejawat (Peer Review Document) yang relevan. Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan bantuan yang ditargetkan kepada anggota yang membutuhkan dukungan dalam mengimplementasikan standar minimum Aksi 6 dan dilakukan setiap lima tahun untuk memastikan kepatuhan berkelanjutan.

Revised Peer Review Document yang dirilis pada tahun ini mengandung Syarat Acuan yang menetapkan kriteria penilaian terhadap penerapan standar minimum, serta metodologi yang mendefinisikan prosedur tinjauan. Anggota Kerangka Kerja Inklusif BEPS juga telah memberikan persetujuan terhadap dokumen ini, yang merupakan pembaruan dari versi tahun 2021.

Sesuai dengan Paragraf 30 dari edisi 2021, metodologi akan ditinjau dan diperbaharui sesuai kebutuhan, dengan tinjauan berikutnya dijadwalkan untuk tahun 2026. Ini mencerminkan kesuksesan implementasi standar minimum sejauh ini dan komitmen untuk memberikan dukungan berkelanjutan kepada anggota yang masih dalam proses penerapan standar minimum Aksi 6. OECD juga menyebut tinjauan sejawat akan dilaksanakan setiap lima tahun untuk memastikan kepatuhan yang berkelanjutan dan efektif.

Apa hasilnya sejauh ini?

OECD mengklaim, hasil dari implementasi standar minimum Aksi 6 menunjukkan kemajuan yang signifikan. Sebagian besar Anggota Kerangka Kerja Inklusif telah mengambil langkah-langkah untuk memodifikasi perjanjian pajak mereka, menunjukkan komitmen yang kuat terhadap standar yang ditetapkan oleh OECD.

BEPS MLI juga telah terbukti menjadi alat yang efektif, memungkinkan yurisdiksi untuk secara cepat mengimplementasikan standar minimum dan mengatasi tantangan treaty shopping. Mayoritas yurisdiksi yang terlibat dengan BEPS MLI telah memilih untuk mencakup sebagian besar perjanjian mereka di bawah instrumen ini, yang menandakan kesediaan global untuk memperkuat jaringan perjanjian pajak.

Dengan ketentuan BEPS MLI yang sudah berlaku, administrasi pajak di berbagai negara kini memiliki alat yang lebih baik untuk mencegah praktik treaty shopping dan memastikan penerapan perjanjian pajak yang lebih adil dan efektif.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *