in ,

Vietnam Kenakan Pajak Minimum Global 15 Persen Mulai 2024

Vietnam Kenakan Pajak Minimum Global
FOTO: IST

Vietnam Kenakan Pajak Minimum Global 15 Persen Mulai 2024

Pajak.comHo Chi Minh City – Vietnam sah kenakan pajak minimum global sebesar 15 persen untuk perusahaan multinasional mulai Januari 2024. Kebijakan yang telah direstui Parlemen Vietnam pada akhir November lalu ini dilakukan agar sejalan dengan kesepakatan global yang disepakati pada tahun 2021, oleh lebih dari 130 negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Seperti diketahui, perusahaan dan individu kaya selama beberapa dekade telah secara sah mentransfer keuntungan ke negara-negara berpajak rendah atau bebas pajak. Namun, melalui rezim pajak yang baru ini, perusahaan besar dengan omzet global tahunan lebih dari 825 juta dollar AS atau sekitar Rp 12,7 triliun yang membayar kurang dari 15 persen di yurisdiksi berpajak rendah akan menghadapi tambahan pajak baik di sana atau di negara asal mereka.

Negara-negara lain yang mendapat manfaat dari tren “China plus one”, seperti Thailand, diharapkan akan mengikuti langkah tersebut. Kebijakan ini pun diyakini akan mampu menanggulangi penghindaran pajak dan perlombaan tarif rendah antar yurisdiksi.

Baca Juga  Batas Waktu Telah Lewat, Wajib Pajak Orang Pribadi Masih Bisa Lapor SPT?

Dikutip dari Reuters, tarif pajak efektif yang berlaku di Vietnam sejatinya telah ditetapkan sebesar 20 persen, tetapi selama bertahun-tahun negara itu menawarkan keringanan dan liburan pajak kepada investor asing besar. Samsung, misalnya, perusahaan elektronik asal Korea Selatan yang merakit setengah dari ponsel pintarnya di Vietnam ini hanya membayar pajak sebesar 5,1 persen karena berbagai insentif pajak yang diberikan oleh Pemerintah Vietnam.

Vietnam juga merupakan rumah bagi pabrik global terbesar Intel untuk merakit, mengemas, dan menguji chip, dan perusahaan AS itu sedang mempertimbangkan untuk memperluas operasinya. Kontributor PMA besar lainnya di Vietnam adalah China, yang belum mengatakan apakah akan mengadopsi aturan OECD. Pasalnya, kebijakan ini dapat memengaruhi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan Tiongkok di Vietnam dan rencana investasi mereka.

Yang jelas, perusahaan-perusahaan raksasa tersebut akan menghadapi kenaikan biaya pajak yang tinggi. Kementerian Keuangan Vietnam juga menaksir potensi penerimaan pajak dari kebijakan baru ini sebesar sebesar 14,6 triliun dong (Rp 9,3 triliun) per tahun.

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Betapa tidak, sebagai eksportir utama elektronik dan tekstil, perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan pilar pertumbuhan ekonomi Vietnam, menyumbang 4 hingga 6 persen dari produk domestik bruto dan mencapai total 438 miliar dollar AS pada Desember tahun lalu. Di sisi lain, Kamar Dagang Korea di Vietnam mengatakan, anggotanya khawatir tentang tarif pajak baru, tetapi tidak ada yang menyatakan niat untuk mengubah investasi mereka di Vietnam.

Namun, Konsultan Pajak Dezan Shira Thang Vu mengatakan bahwa Vietnam bisa mengalami penurunan investasi asing jika tidak menawarkan manfaat ekonomi alternatif yang memadai kepada mereka yang terkena dampak pajak baru. Partner di kantor hukum Baker McKenzie Nguyen Thanh Vinh pun mengatakan hal yang serupa, perlunya alternatif insentif baru terutama untuk perusahaan multinasional yang terdampak.

“Untuk mempertahankan daya tarik Vietnam terhadap PMA dalam jangka pendek, [pemerintah] perlu menyesuaikan alternatif insentif baru untuk menarik investasi asing,” kata Vinh di Ho Chi Minh City, dikutip dari Financial Times, Sabtu (02/12).

Mengutip dari publikasi rancangan milik Kementerian Investasi Vietnam, perusahaan berteknologi tinggi dengan investasi minimal 12 triliun dong akan mendapat manfaat dari pengurangan pajak yang diusulkan melalui subsidi tunai, untuk menutupi berbagai biaya termasuk pelatihan, penelitian, dan infrastruktur.

Baca Juga  Jelang Lebaran, DJP Imbau Wajib Pajak Tidak Berikan Parsel

Usulan tersebut sejauh ini masih tertunda di Parlemen Vietnam, lantaran anggota parlemen membutuhkan lebih banyak waktu untuk memastikan hal itu tidak melanggar aturan global, sekaligus membahas kemungkinan risiko hukum dari investor yang mungkin tidak diberi akses ke subsidi ini. Pasalnya, sebagian besar perusahaan yang terkena pajak mungkin tidak memenuhi syarat untuk insentif baru di bawah draf saat ini.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *