in ,

Pengertian, Cakupan, dan Implementasi STTR

Implementasi STTR
FOTO: IST

Pengertian, Cakupan, dan Implementasi STTR

Pajak.comParis – Pada September 2023, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)/G20 Inclusive Framework on BEPS telah menyelesaikan negosiasi tentang Konvensi Multilateral untuk Memfasilitasi Implementasi Aturan Subjek Pajak Pilar Kedua (Subject to Tax Rule Multilateral Instrumen/STTR MLI). Instrumen STTR ini digadang-gadang bakal dapat meningkatkan pendapatan negara berkembang, termasuk Indonesia, melalui pajak. Pasalnya, STTR dapat segera diterapkan dalam perjanjian pajak bilateral yang ada, tanpa perlu melakukan negosiasi bilateral. Lalu apa pengertian STTR? Bagaimana cakupan dan implementasinya? Berikut Pajak.com jabarkan untuk lebih memahami STTR.

Apa itu STTR? 

OECD menuturkan, STTR merupakan bagian integral dari konsensus yang dicapai pada Pilar Kedua dan sangat penting bagi anggota BEPS Inclusive Framework yang sedang berkembang. STTR merupakan salah satu instrumen yang efektif lagi efisien untuk menyelesaikan masalah pajak yang muncul karena ekonomi digital.

“Instrumen multilateral baru ini adalah bagian dari rencana besar untuk reformasi sistem pajak global, dan menunjukkan bahwa negara-negara di dunia bisa bekerja sama dengan baik untuk memberi manfaat bagi negara-negara berkembang. Kami berharap bahwa sistem pajak dunia bisa menjadi lebih stabil, adil, dan efektif,” kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, dikutip Pajak.com, Minggu (19/11).

Adapun Pilar Kedua terdiri dari dua aturan domestik yang saling terkait yakni IIR dan UTPR—bersamaan dengan Aturan Global anti-Base Erosion/GloBE Rules), serta aturan yang berbasis pada perjanjian disebut STTR. Aturan GloBE adalah ketentuan yang memastikan perusahaan multinasional membayar pajak setidaknya sebesar tarif minimum yang sudah ditetapkan.

Jika perusahaan multinasional itu mendapat pendapatan dari negara lain yang pajaknya rendah, negara asal perusahaan bisa menarik pajak lagi sampai mencapai tarif minimum. Di sisi lain, STTR melengkapi aturan-aturan tersebut dan menyesuaikan prinsip-prinsip dan mekanisme dasar yang berlaku untuk perjanjian pajak antarnegara.

Baca Juga  IKAPRAMA dan IKPI Jaksel Gelar Bimtek Persiapan Hingga Tahapan Pelaporan SPT Badan

“STTR memungkinkan negara asal pendapatan untuk menarik pajak lagi, jika pendapatan itu berasal dari pembayaran antara perusahaan yang saling berkaitan dan pajaknya di negara penerima kurang dari 9 persen,” kata dokumen resmi yang dirilis Sekretariat OECD.

Adapun STTR berlaku sebelum Aturan GloBE dan bertujuan untuk melindungi hak negara-negara berkembang untuk memajaki pendapatan yang bersumber dari negaranya. Menariknya, STTR dapat dimasukkan ke dalam perjanjian pajak antarnegara untuk memberi kewenangan kepada suatu yurisdiksi dapat menarik pajak tambahan pada pembayaran lintas batas tertentu antara perusahaan yang saling berkaitan, jika pajaknya di negara penerima kurang dari 9 persen.

Sederhananya, STTR memberi hak kepada suatu yurisdiksi untuk menarik pajak tambahan dari perusahaan multinasional yang mendapat pendapatan dari negara lain dengan pajak rendah. Sejatinya, STTR tidak membuat kewajiban pajak baru, tetapi aturan yang memberi kewenangan kepada suatu yurisdiksi untuk menarik pajak tambahan (topup tax) jika perjanjian pajak antarnegara (tax treaty) tidak mengizinkan.

Jika tidak ada perjanjian pajak antarnegara, negara asal pendapatan sudah bisa menarik pajak dari pembayaran antara perusahaan yang saling berkaitan dan STTR tidak perlu diterapkan. Demikian juga, jika perjanjian pajak antarnegara sudah mengizinkan negara asal pendapatan untuk menarik pajak lebih dari 9 persen dari pembayaran antara perusahaan yang saling berkaitan, STTR juga tidak perlu diterapkan.

OECD mengungkapkan, negara-negara yang memajaki pembayaran antara perusahaan yang saling berkaitan kurang dari 9 persen telah berkomitmen untuk menerapkan STTR dalam perjanjian pajak antarnegara mereka dengan negara-negara berkembang yang meminta untuk melakukannya.

Dengan demikian, STTR memberi kesempatan kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk menarik topup tax atau pajak selisih dari tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku. STTR memungkinkan negara-negara berkembang untuk menarik pajak dari pembayaran antara perusahaan yang saling berkaitan, jika pembayaran itu dikenakan tarif PPh kurang dari 9 persen.

Apa saja lingkup STTR? 
Baca Juga  Airlangga: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan Kenaikan PPN 12 Persen

STTR berlaku untuk pembayaran yang terjadi antara orang-orang yang punya hubungan bisnis. Dua perusahaan disebut punya hubungan bisnis jika perusahaan itu dikendalikan oleh orang yang sama (atau sekelompok orang) secara hukum (punya saham lebih dari 50 persen) atau secara faktual.

Namun, STTR tidak berlaku jika yang menerima pembayaran adalah:

• orang biasa;

• organisasi sosial;

• pemerintah, atau bagian dari pemerintah;

• organisasi antarnegara;

• dana investasi yang memenuhi syarat tertentu (termasuk dana pensiun); atau

• perusahaan yang dimiliki oleh penerima yang tidak termasuk dalam STTR.

OECD pun menyatakan terdapat aturan khusus untuk mencegah penggunaan perusahaan lain untuk menghindari STTR.

Secara umum, STTR berlaku untuk berbagai jenis transaksi meliputi pembayaran atas bunga; royalti; pembayaran untuk hak menjual produk atau layanan; premi asuransi atau reasuransi; pembayaran biaya jaminan atau pembiayaan; pembayaran sewa untuk peralatan industri, komersial atau ilmiah; dan pembayaran untuk jasa.

Jumlah pajak tambahan yang bisa ditarik oleh negara asal pendapatan adalah 9 persen dikurangi pajak yang sudah dibayar di negara penerima dan pajak yang sudah ditarik oleh negara asal pendapatan berdasarkan perjanjian pajak antarnegara.

Misal, jika negara asal pendapatan bisa menarik pajak 5 persen dari pembayaran antara perusahaan yang saling berkaitan dan negara penerima hanya memajaki pembayaran itu 1 persen, maka negara asal pendapatan bisa menarik pajak tambahan sebesar 3 persen (9% – 5% – 1% = 3%).

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

Tarif pajak STTR adalah tarif pajak yang berlaku untuk jenis pendapatan itu. Namun, tarif pajak STTR bisa lebih rendah jika ada penyesuaian preferensial. Penyesuaian preferensial adalah hal-hal yang membuat jumlah pajak yang harus dibayar jadi lebih kecil selamanya; yang memberi keringanan atau pembebasan pajak, mengurangi pajak tanpa ada pembayaran yang sesuai, atau memberi kredit pajak berdasarkan jumlah pendapatan (tidak termasuk kredit pajak dari negara lain); dan yang berhubungan langsung dengan pembayaran antara perusahaan yang saling berkaitan, atau ada dalam aturan yang memberi keringanan pajak untuk pendapatan dari kegiatan yang bisa dilakukan di mana saja.

Bagaimana implementasi STTR?

OECD menjelaskan, implementasi STTR bisa diterapkan ke dalam perjanjian pajak antarnegara dengan dua cara. Pertama, dengan menggunakan instrumen multilateral yang disediakan oleh OECD.

“Instrumen multilateral ini bisa mengubah dan menambahkan STTR ke dalam perjanjian pajak antarnegara yang sudah ada,” kata OECD.

Kedua,  dengan melakukan negosiasi bilateral dengan negara-negara lain untuk memasukkan STTR ke dalam perjanjian pajak antarnegara yang baru atau yang direvisi.

“OECD juga membantu negara-negara berkembang untuk menerapkan STTR ke dalam perjanjian pajak antarnegara mereka,” pungkas OECD.

insertion:

Baca juga: OECD Rilis Rancangan Konvensi Atasi Tantangan Pajak Digital – PAJAK.COM

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *