in ,

Memahami Hubungan Istimewa Dalam “Transfer Pricing”

Memahami Hubungan Istimewa Dalam “Transfer Pricing”
FOTO: IST

Memahami Hubungan Istimewa Dalam “Transfer Pricing”

 Pajak.comJakarta – Harga transfer atau transfer pricing adalah salah satu topik yang sering menarik perhatian dunia bisnis dan perpajakan. Bagaimana tidak, dengan menentukan harga yang tepat untuk setiap transaksi antara entitas yang berbeda dalam satu grup perusahaan, perusahaan dapat mengoptimalkan laba dan pajak yang harus dibayar di berbagai negara. Di sisi lain, transfer pricing juga bertalian erat dengan istilah yang disebut hubungan istimewa. Nah, pajak.com akan mengulas lebih lanjut tentang memahami hubungan istimewa dalam transfer pricing. 

Secara definisi, transfer pricing diartikan sebagai harga dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Untuk memahaminya lebih lanjut, Wajib Pajak perlu merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022).

Beleid itu menyebutkan bahwa hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterkaitan satu pihak dengan pihak lainnya sehingga mengakibatkan pihak satu dapat mengendalikan pihak yang lain atau tidak berdiri bebas dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan, sekaligus dapat memengaruhi harga yang ditetapkan dalam transaksi. Dikatakan hubungan istimewa apabila memuat salah satu atau lebih dari tiga faktor berikut ini:

– Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25 persen terhadap Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25 persen pada dua Wajib Pajak atau lebih atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.

Baca Juga  SPT Tahunan Badan: Ketentuan, Jenis Pajak, dan Tahapan Pengisian

– Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya baik secara langsung atau tidak langsung, atau adanya hubungan antara dua pihak atau lebih berada di bawah penguasaan pihak yang sama secara langsung atau tidak langsung. Bisa juga Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lain melalui manajemen atau penggunaan teknologi, atau terdapat orang yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung terlibat atau berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan manajerial atau operasional pada dua pihak atau lebih. Pada kasus lain, terdapat para pihak yang secara komersial/finansial diketahui atau menyatakan diri berada dalam satu grup usaha yang sama, atau satu pihak menyatakan diri memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain.

– Wajib Pajak memiliki hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Dengan adanya hubungan istimewa ini, maka harga transfer dapat disesuaikan dengan tujuan bisnis atau pajak perusahaan, sehingga dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pihak. Transfer pricing yang dipengaruhi hubungan istimewa ini juga dapat berdampak pada alokasi sumber daya, kompetisi, dan penerimaan negara dari sektor pajak.

Oleh karena itu, Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa mesti menerapkan arm’s length atau Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU), yakni prinsip yang berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan sebagaimana transaksi independen. Untuk menentukan harga transfer yang sesuai dengan prinsip arm’s length, perusahaan harus menggunakan metode-metode yang telah ditetapkan oleh otoritas pajak atau badan internasional, seperti OECD.

Baca Juga  15 Rencana Aksi BEPS Inclusive Framework Cegah Penghindaran Pajak

Beberapa metode yang umum digunakan adalah metode harga perbandingan yang tidak terkontrol (comparable uncontrolled price/CUP), metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM), metode biaya ditambah (cost plus/C+), metode bagi hasil transaksi (transactional net margin method/TNMM), metode bagi hasil (PSM), dan metode lain yang sesuai dengan kondisi transaksi.

Tentunya, setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan, serta kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Wajib Pajak harus memilih metode yang paling tepat untuk setiap transaksi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti karakteristik barang atau jasa, fungsi dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak, kondisi pasar, dan strategi bisnis. Wajib Pajak juga harus menyimpan bukti-bukti yang dapat mendukung pilihan metode dan harga transfer yang digunakan, seperti data perbandingan, kontrak, faktur, laporan keuangan, dan lain-lain.

Dengan menentukan harga transfer yang sesuai dengan prinsip arm’s length, Wajib Pajak dapat menghindari risiko penyesuaian harga transfer oleh otoritas pajak, yang dapat berakibat pada pengenaan sanksi pajak, bunga, atau denda. Penyesuaian transfer pricing dapat dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi pendapatan kena pajak, biaya, atau laba dari masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi.

PP 55/2022 juga secara tegas menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak jika Wajib Pajak tidak menerapkan PKKU, atau apabila Wajib Pajak menentukan transfer pricing tidak memenuhi PKKU.

Baca Juga  PNS Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Terapkan Skema Tabungan Pajak

Adapun penentuan kembali besarnya penghasilan atau pengurangan dilakukan dengan menentukan transfer pricing sesuai PKKU untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Nantinya, Direktur Jenderal Pajak akan memilih salah satu atau beberapa metode untuk menentukan harga transfer, berdasarkan ketepatan dan keandalan masing-masing metode untuk transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.

Sejumlah metode yang dimaksud yakni metode perbandingan harga antarpihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, metode pembagian laba, metode laba bersih transaksional, metode perbandingan transaksi independen, metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud, atau metode dalam penilaian bisnis.

Yang mesti diingat, selisih antara nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang tidak sesuai dengan PKKU dengan nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang sesuai dengan PKKU merupakan bentuk pembagian laba secara tidak langsung kepada entitas afiliasi. Dengan demikian, jumlah selisih itu akan diperlakukan sebagai dividen yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *