in ,

OECD Rilis Rancangan Konvensi Atasi Tantangan Pajak Digital

OECD Rilis Rancangan Konvensi
OECD's incoming Secretary-General and former Australian Finance Minister Mathias Cormann delivers a speech at a handover ceremony during which he takes on the role of Secretary-General of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) from outgoing Secretary-General Angel Gurria at the OECD headquarters in Paris, France, June 1, 2021. Ian Langsdon/Pool via REUTERS

OECD Rilis Rancangan Konvensi Atasi Tantangan Pajak Digital

Pajak.comJakarta – Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) rilis rancangan konvensi multilateral baru untuk mengatur realokasi hak perpajakan yang lebih adil, meningkatkan kepastian pajak, dan menghapus pajak layanan digital. Publikasi konvensi ini menandakan komunitas internasional telah selangkah lebih dekat menuju finalisasi Solusi Dua Pilar, untuk mengatasi tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi dan globalisasi ekonomi.

Menurut OECD, konvensi multilateral yang dirangkum dalam the Multilateral Convention to Implement Amount A of Pillar One (MLC) tersebut mencerminkan kemajuan atas konsensus yang saat ini dicapai di antara anggota Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20. Konvensi ini membuat negara-negara tempat perusahaan multinasional menjual barang atau jasa mereka dapat mengenakan pajak atas sebagian laba mereka, meskipun perusahaan multinasional tersebut tidak memiliki kantor atau karyawan di sana.

Publikasi tersebut juga memastikan pencabutan dan mencegah penyebaran pajak layanan digital dan ukuran serupa yang relevan, mengamankan mekanisme untuk menghindari pengenaan pajak ganda, dan meningkatkan stabilitas dan kepastian dalam sistem perpajakan internasional.

Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann mengungkapkan, konvensi multilateral baru ini adalah bagian dari Solusi Dua Pilar yang disepakati oleh negara-negara anggota Kerangka Kerja Inklusif pada Oktober 2021. Cormann menyebut, MLC akan disampaikan kepada Menteri Keuangan G20 dan Gubernur Bank Sentral dalam Laporan Pajak Sekretaris Jenderal OECD baru menjelang pertemuan mereka di Maroko pekan ini.

Baca Juga  Pemkab Tangerang Pasang Stiker bagi Restoran Penunggak Pajak

Meski demikian, ada pandangan berbeda tentang sejumlah item spesifik yang disampaikan dalam catatan kaki MLC oleh sejumlah kecil yurisdiksi termasuk India, Brazil, dan Kolombia. OECD juga mengatakan bahwa negara-negara yang terlibat secara konstruktif terus berupaya menyelesaikan perbedaan ini.

“Komunitas internasional telah bekerja sama erat untuk menyelesaikan masalah teknis yang tersisa, di balik kesepakatan bersejarah mereka untuk mereformasi perpajakan internasional,” kata Cormann, dikutip Pajak.com, Kamis (12/10).

Ia mengemukakan, teks konvensi multilateral memberikan dasar kepada pemerintah untuk implementasi terkoordinasi reformasi mendasar ini terhadap sistem perpajakan internasional.

“Negara-negara sekarang memiliki sarana untuk segera melanjutkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengamankan tanda tangan dan ratifikasi, dan kami meningkatkan dukungan kami bagi negara-negara berkembang, untuk memastikan kami dapat mencapai tujuan kami membuat sistem perpajakan internasional lebih adil dan berfungsi lebih baik di dunia digital,” jelasnya.

Cormann memastikan, MLC bakal memberikan sistem perpajakan terkoordinasi dan menetapkan fitur substantif yang diperlukan agar siap ditandatangani, termasuk ruang lingkup dan operasinya. MLC juga mencakup beberapa ketentuan yang dirancang untuk mengatasi keadaan unik anggota Kerangka Kerja Inklusif yang sedang berkembang.

Baca Juga  Bea Cukai: Pengajuan Keberatan Bisa Diajukan secara “On-line”

Diperkirakan bahwa dengan Pilar Satu, hak perpajakan atas laba sekitar 200 miliar dollar AS dapat dialihkan ke yurisdiksi pasar setiap tahun. Hal ini akan menghasilkan kenaikan pendapatan pajak global tahunan antara 17-32 miliar dollar AS per tahun, berdasarkan data 2021.

Bahkan, analisis OECD yang baru menemukan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah diprediksi mendapatkan paling banyak penerimaan sebagai bagian dari pendapatan pajak penghasilan (PPh) badan yang ada. Hal ini menegaskan pentingnya implementasi reformasi yang cepat dan luas.

Kerangka Kerja Inklusif juga membuat kemajuan yang baik pada Pilar Dua, melalui sebuah instrumen multilateral yang disebut Subject to Tax Rule (STTR). Instrumen yang berbasis perjanjian pajak ini memungkinkan negara sumber untuk mengenakan pajak tambahan pada beberapa jenis pembayaran lintas batas antara perusahaan yang terhubung, jika perusahaan multinasional membayar tarif pajak penghasilan (PPh) badan di bawah 9 persen.

Aturan ini adalah bagian dari Solusi Dua Pilar yang disepakati oleh Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20 untuk mereformasi sistem perpajakan internasional, yang dirancang untuk membantu negara-negara berkembang dalam melindungi basis pajak mereka.

Baca Juga  Cara Ajukan Izin Pembukuan Berbahasa Inggris dan Satuan Dollar AS ke Kantor Pajak

Rancangan pada Pilar Dua juga memperkenalkan aturan-aturan model untuk pajak minimum global yang dapat diterapkan oleh negara-negara ke dalam hukum domestik mereka, untuk memastikan perusahaan multinasional besar dikenakan tarif pajak efektif 15 persen atas laba mereka di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi.

Pajak minimum global diharapkan dapat meningkatkan pendapatan tambahan hingga 200 miliar dollar AS per tahun. OECD juga telah menerbitkan Buku Panduan Implementasi Pajak Minimum baru untuk membantu pemerintah saat mereka mempertimbangkan implementasi pajak minimum global di bawah Pilar Dua.

Buku panduan ini memberikan gambaran tentang sejumlah ketentuan utama aturan-aturan tersebut, dan beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan baik oleh pejabat kebijakan, administrasi pajak, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menilai pilihan implementasi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *