in ,

Menteri KP Tampung Aspirasi Nelayan Soal PNBP Pascaproduksi

Foto: Dok. kkp.go.id

 Menteri KP Tampung Aspirasi Nelayan Soal PNBP Pascaproduksi

Pajak.com, Jakarta – Temui pelaku usaha perikanan dari Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Barat (Jabar) di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono menampung aspirasi pelaku usaha perikanan terkait besaran indeks tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi. Ia pun mempersilakan pelaku usaha memberikan masukan terkait besaran indeks yang diinginkan.

“Silakan disampaikan baiknya berapa (persen) indeksnya. Kita mencari solusi karena penetapan ini mempertimbangkan berbagai sisi dari sisi pelaku usaha, nelayan dan PNBP,” ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Pajak.com pada Selasa (17/01).

Sebagai informasi, pengaturan PNBP pungutan hasil perikanan pascaproduksi tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Baca Juga  Strategi Penyelesaian Ragam Kasus Sengketa Kepabeanan di Pengadilan Pajak

Penetapan PNBP pascaproduksi tersebut dilakukan untuk memberikan rasa keadilan, karena pungutan hasil perikanan (PHP) tidak lagi dibayarkan berdasarkan perhitungan produktivitas kapal perikanan sebelum melakukan operasional penangkapan ikan, melainkan dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi ikan riil setelah pelaku usaha melakukan usaha penangkapan ikan.

Disamping itu, penarikan PNBP pascaproduksi menggunakan perhitungan indeks tarif (%) dikalikan nilai produksi ikan pada saat didaratkan (Rp). Untuk kapal penangkap berukuran sampai dengan 60 GT, indeksnya sebesar 5 persen, sedangkan kapal penangkap berukuran di atas 60 GT sebesar 10 persen. Maka, indeks tarif 10 persen tersebut lah yang dinilai para nelayan perlu untuk dilakukan penyesuaian.

Menindaklanjuti usulan tersebut, KKP mengajukan revisi PP Nomor 85 tahun 2021 yang prosesnya melibatkan kementerian/lembaga terkait sehingga membutuhkan waktu pembahasan sampai dengan diundangkan. Selain pengajuan revisi, KKP memberikan solusi melalui Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penetapan Nilai Produksi Ikan pada saat didaratkan, dimana Nilai Produksi Ikan pada saat didaratkan dihitung berdasarkan formula berat ikan hasil tangkapan dikali Harga Acuan Ikan (HAI). HAI ditetapkan dengan mengakomodasi hitungan biaya operasional/ harga pokok produksi (HPP).

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Tidak hanya itu saja, KKP juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengenaan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang Berasal dari Pemanfaatan Sumber Daya Alam Perikanan

“Saya harap dari diskusi ini bisa segera diputuskan besarannya berapa yang disepakati sehingga aturan ini bisa segera kita laksanakan. Karena tujuan penerimaan negara ini sebenarnya dikembalikan lagi untuk percepatan pembangunan dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Trenggono.

Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menyampaikan bahwa pihaknya juga sudah turun langsung ke lapangan untuk bertemu dengan pelaku usaha perikanan maupun nelayan terkait besaran indeks tarif PNBP pascaproduksi. Sejumlah wilayah yang dikunjungi di antaranya Pati, Batang, Pekalongan, Tegal, Indramayu, Cirebon, dan Rembang.

Baca Juga  DJP: Skema TER Bantu Karyawan Mitigasi Potensi Bayar Pajak Terlalu Besar di Desember

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *