in ,

DJP: Skema TER Bantu Karyawan Mitigasi Potensi Bayar Pajak Terlalu Besar di Desember

DJP: Skema TER Bantu Karyawan
FOTO: P2Humas DJP

DJP: Skema TER Bantu Karyawan Mitigasi Potensi Bayar Pajak Terlalu Besar di Desember 

Pajak.com, Jakarta – Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama memastikan, skema Tarif Efektif Rata (TER) tidak menambah beban pajak baru dan lebih memudahkan Wajib Pajak menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Menurutnya, skema TER justru membantu karyawan memitigasi potensi membayar pajak terlalu besar pada masa Desember (akhir tahun).

“Teman-teman pasti menerima bukti potong pajak bulanan. Misalnya, Anda gaji puluhan  juta, maka TER (pada tabel) sudah kelihatan tarifnya berapa, 8 persen atau 25 persen. Kalau cara yang lama, sangat rumit, di akhir tahun baru ketahuan pajaknya. Maka, skema TER menguntungkan karyawan dan pemberi kerja. Kalau dulu, kombinasi (skema penghitungan PPh Pasal 21) bisa sampai 400—kawin/tidak kawin, punya anak/tidak punya anak, belum lagi ada perubahan di tengah-tengah tahun. Skema dulu lebih pusing, sementara TER gampang dan sebenarnya bantu karyawan (punya potensi) tidak bayar pajak terlalu besar di Desember,” jelas Hestu dalam Media Briefing bertajuk Penyampaian Pelaporan SPT dan Penghitungan PPh Pasal 21 dengan Skema TER, di Kantor Pusat DJP yang juga disiarkan secara daring, dikutip Pajak.com, (2/4).

Ia pun memastikan, bahwa skema TER yang diterapkan di Indonesia telah dilakukan di banyak negara, seperti Malaysia, Australia, hingga Jepang. Adapun skema TER di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi dan berlaku mulai 1 Januari 2024.

Secara umum, skema penghitungan menggunakan TER, yaitu masa Januari hingga November PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan jumlah penghasilan dikalikan dengan tarif TER (sesuai tabel yang ditetapkan dalam PMK Nomor 168 Tahun 2023). Kemudian, pada masa Desember menggunakan tarif Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

“Meski skemanya berubah, tapi pajaknya tidak bertambah, sama persis dengan pajak tahun-tahun sebelumnya (apabila penghasilan brutonya tidak berubah). Sama dengan skema lama, di Desember lebih banyak bayar pajaknya dibandingkan bulan-bulan sebelumnya (Januari – November). Demikian TER, meski tarifnya jelas, namun di Desember pasti berbeda pajaknya—ada sedikit bayar/kurang bayar/lebih bayar. Nah, karena basis TER itu basisnya (menghitung PPh) secara bulanan, maka muncul isu THR (tunjangan hari raya)—penghasilan pada bulan tertentu lebih banyak, tarif TERnya pun lebih tinggi,” ungkap Hestu.

Baca Juga  SPT Lebih Bayar Langsung Diperiksa? Ini Penjelasan DJP

Kendati demikian, pada masa Desember, pembayaran PPh Pasal 21 dan THR tersebut akan dikurangi. Artinya, PPh Pasal 21 akan sama persis dengan kewajiban yang dibayarkan karyawan di tahun sebelumnya.

“Sekali lagi, TER ini justru membantu karyawan (mencicil PPh Pasal 21). Ketika dapat THR pajaknya tinggi, tapi ketika Desember bayar pajaknya terlalu tinggi. Sebaliknya, apabila pada bulan di mana karyawan menerima THR itu pajaknya rendah, maka pada masa Desember pajaknya akan lebih tinggi. Padahal pada masa Desember karyawan mendapatkan gaji saja. Ini prinsip keadilan pajak, yaitu membayar pajak ketika penghasilan tinggi. Kami pastikan telah melakukan simulasi sesuai yang dilakukan di negara lain dan memang lebih baik menggunakan skema TER,” imbuh Hestu.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *