in ,

Mengenal Istilah Wajib Pajak OPPT dalam PPh Pasal 25

PPH pasal 25
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Dalam dunia perpajakan, kita mengenal Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, karena dalam prakteknya tidak seluruh Wajib Pajak dapat membayar pajak secara keseluruhan dan langsung. Agar tidak memberatkan, Wajib Pajak dapat mengikuti mekanisme Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dengan cara mengangsur atau mencicil pajak setiap bulannya dalam jangka waktu satu tahun.

Sejatinya, besaran angsuran bulanan yang dibayarkan ialah sebesar PPh terutang menurut SPT PPh tahun lalu dengan dikurangi kredit pajak. Menariknya, Pasal 25 ayat 7 UU PPh membolehkan menteri keuangan untuk menetapkan perhitungan besaran angsuran pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu atau disebut Wajib Pajak OPPT.

Lalu, apa yang dimaksud dengan Wajib Pajak OPPT? 

Berdasarkan penuturan Pasal 25 ayat 7 huruf c UU PPh, Wajib Pajak OPPT ialah Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki satu atau lebih tempat usaha. Sementara ketentuan teknis tentang Wajib Pajak OPPT ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215/PMK.03/2018, yang berlaku sejak 31 Desember 2018.

Mengacu pula pada Pasal 1 Ayat 4 PMK 215/2018, definisi Wajib Pajak OPPT adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha dagang atau jasa. Hal ini tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas di satu atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.

Baca Juga  Sri Mulyani: FMCBG di Brasil Dorong Implementasi 2 Pilar Perpajakan Internasional

Sementara dalam aturan turunannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2010, disebutkan tiga unsur yang masuk dalam definisi Wajib Pajak OPPT yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi, pedagang pengecer, serta satu atau beberapa tempat usaha.

Seperti diketahui, Wajib Pajak Orang Pribadi adalah Wajib Pajak yang terkena pada orang yang memiliki dua syarat. Pertama, syarat subjektif yaitu lahir dan hidup. Kedua, syarat objektif yaitu memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Unsur lainnya adalah pedagang pengecer alias orang pribadi yang menjalankan penjualan secara grosir ataupun eceran, juga orang pribadi yang melakukan penyerahan jasa melalui suatu tempat usaha. Sementara tempat usaha bermakna sesuatu yang sifatnya menetap, baik itu di ruko, mal, rumah, atau bisnis daring. Hal ini dikarenakan yang dilihat bukanlah cara pemasarannya.

Skema pembayaran WP OPPT

Berdasarkan penjelasan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pengenaan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak OPPT bertujuan untuk simplifikasi atau penyederhanaan sehingga Wajib Pajak tidak perlu mengumpulkan omzet, penghasilan neto, serta penghitungan pajak dalam penentuan PPh Pasal 25.

Baca Juga  DJP: NIK Sudah Terintegrasi, Tarif PPh Lebih Tinggi Tak Berlaku

Wajib Pajak cukup membayar dengan sejumlah tarif yang telah ditentukan per bulannya dari setiap tempat usaha. Namun, bagi Wajib Pajak yang sudah mengaplikasikan ketentuan PPh Final berdasarkan PP 23/2018, maka kewajiban pembayaran PPh 25 bagi Wajib Pajak OPPT ditiadakan.

Dalam PP 23/2018 disebutkan bahwa Wajib Pajak OPPT yang memiliki omzet hingga Rp 4,8 miliar setahun (UMKM) dapat memilih memanfaatkan skema khusus pajak final 0,5 persen atau skema pajak umum atau nonfinal. UMKM yang memilih skema umum atau nonfinal akan diberlakukan ketentuan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75 persen. Sementara, bagi Wajib Pajak OPPT yang memiliki omzet lebih dari Rp 4,8 miliar setahun atau non-UMKM wajib membayar angsuran PPh pasal 25 berjumlah 0,75 persen.

Penerbitan NPWP Bagi WP OPPT

Yang mesti diingat, jika Wajib Pajak punya usaha di tempat tinggalnya dan tidak memilih untuk menggunakan tarif PPh Final PP 23/2018, maka diwajibkan mendaftarkan NPWP OPPT atau Orang Pribadi Pengusaha Tertentu di KPP Wajib Pajak terdaftar.

Baca Juga  Komwasjak Usul Pembentukan “Tax Payer Charter” dan Awasi Kepastian “Core Tax”

Sebagai catatan, DJP telah mengeluarkan Perdirjen Pajak No. PER-04 Tahun 2020, untuk aturan syarat pengajuan NPWP OPPT yang jauh lebih sederhana. Yakni, Wajib Pajak hanya perlu melampirkan NPWP Pribadi saja. Sementara dalam aturan sebelumnya, Wajib Pajak yang ingin dikukuhkan sebagai Wajib Pajak OPPT wajib melampirkan dokumen izin kegiatan usaha dan surat pernyataan atas kegiatan usaha.

Menurut DJP, adanya perubahan ini dilakukan sebagai bentuk pemberian kepastian hukum dan peningkatan pelayanan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi terutama yang memiliki usaha tertentu.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *