in ,

Cara Hitung Pajak UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018

Cara Hitung Pajak UMKM
FOTO: IST

Cara Hitung Pajak UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018

Pajak.com, Jakarta – Saat ini perekembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM semakin pesat. Sektor ini mampu menyerap 97 persen tenaga kerja serta mengintegrasikan investasi sebesar 60,4 persen. Kali ini Pajak.com akan berbagi cara hitung pajak UMKM sesuai sesuai PP 23 Tahun 2018 setelah adanya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) No 7 Tahun 2021.

Keberadaan UMKM belum sebanding dengan kesadaran pelaku UMKM untuk membayar pajak. Salah satu alasannya adalah ketidaktahuan pelaku UMKM dengan aspek perpajakan dan cara menghitung pajak mereka.

Sebagaimana diketahui, pelaku UMKM dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atau yang biasa disebut dengan PPh Final. Pelaku UMKM yang memiliki omzet maksimal Rp 4,8 miliar dalam satu tahun, dikenakan PPh Final sebesar 0,5 persen.

Tarif tersebut mengalami penurunan dari yang semula sebesar 1 persen. Perubahan tarif UMKM ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. PP tersebut berlaku sejak Juli 2018, menggantikan PP Nomor 46 Tahun 2013.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Rp 23,04 T per Maret 2024

Namun, tahun lalu pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang HPP No 7 Tahun 2021. Dengan aturan ini, sejak 1 April 2021 lalu pemerintah membebaskan pajak bagi UMKM orang pribadi dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun. Artinya, pelaku UMKM orang pribadi baru dikenakan PPh Final jika omzet di atas Rp 500 juta per tahun.

“Kebijakan ini adalah implementasi UU HPP untuk memberikan asas keadilan dan mendorong UMKM untuk terus berkembang,” tulis DJP dikutip dari akun Instagram resminya @ditjenpajakri, Kamis (25/8/2022).

Berikut ini adalah ilustrasi bagi Wajib Pajak orang pribadi atau UMKM mengacu pada PP No.23 Tahun 2018 setelah terbitnya UU HPP No. 7 Tahun 2021.

Baca Juga  Brasil Terus Merayu Negara G20 Setujui Pajak Kekayaan Miliarder

Pertama, dalam kondisi Wajib Pajak orang pribadi UMKM memilih untuk menggunakan skema PP No. 23 tahun 2018. Jika Wajib Pajak memiliki jumlah peredaran bruto dalam satu tahun pajak sebesar Rp 480 juta, maka mereka tidak dikenakan PPh final. Sebab, jumlah peredaran bruto yang dimiliki tidak melebihi Rp 500 juta dalam satu tahun pajak.

Untuk diketahui, peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang didapat dari kegiatan bisnis sebelum dikurangi dengan berbagai biaya lainnya yang dikeluarkan oleh pengusaha atau perusahaan.

Kedua, dalam kondisi Wajib Pajak orang pribadi UMKM memilih untuk menggunakan skema PP No. 23 Tahun 2018 dan memiliki penghasilan sebesar Rp 100 juta per bulan. Maka, hasil perhitungan bruto satu tahun adalah Rp 100 juta x 12 bulan = Rp 1,2 miliar per tahun maka akan dikenakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5 persen. Rinciannya, 5 bulan pertama masih bebas pajak karena ketentuan batas peredaran bruto Rp 500 juta.

Baca Juga  Aplikasi SIAP KABAN Permudah Layanan Perusahaan Penerima Fasilitas KITE

Sedangkan, untuk 6 hingga 12 bulan berikutnya  atau selama 7 bulan mulai dikenakan pajak sebesar 0,5 persen. Sehingga jumlah pajak yang harus dibayar adalah PPh final UMKM = Penghasilan bruto selama bulan 7 hingga bulan 12 = Rp 700 juta x 0,5 persen = Rp 3,5 juta. Jadi, pajak yang harus dibayar UMKM tersebut adalah Rp 3,5 juta.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *