in ,

Mekanisme Pemotongan PPh Final 0,5 Persen UMKM dalam PMK 164/2023

Mekanisme Pemotongan PPh Final 0,5 Persen UMKM dalam PMK 164/2023
FOTO: IST

Mekanisme Pemotongan PPh Final 0,5 Persen UMKM dalam PMK 164/2023

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah memperjelas mekanisme pengenaan pajak untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023. Salah satunya, mengenai mekanisme pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen terhadap UMKM. Simak ulasan Pajak.com berikut ini.

Apa kriteria UMKM yang dapat memanfaatkan PPh final 0,5 persen? 

Pasal 4 PMK Nomor 164 Tahun 2023 memperjelas kriteria UMKM yang dikenakan PPh final 0,5 persen, yaitu:

1. Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh yang bersifat final adalah :

  • Wajib Pajak orang pribadi; dan
  • Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas termasuk perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, atau badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto atas penghasilan dimaksud tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam satu tahun pajak.
Baca Juga  Aturan Baru Mekanisme Pengenaan Pajak UMKM

2. Tidak termasuk Wajib Pajak dalam hal:

  • Wajib Pajak memilih untuk dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum PPh;
  • Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus, yang menyerahkan jasa sejenis dan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
  • Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas PPh berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang PPh, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya, atau Pasal 75 dan Pasal 78 PP Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) beserta perubahan atau penggantinya; dan
  • Wajib Pajak bentuk usaha tetap.

Bagaimana mekanisme pemotongan dan pemungutan PPh final 0,5 persen terhadap UMKM ? 

Merujuk Pasal 7 ayat (1) huruf b PMK Nomor 164 Tahun 2023, berikut mekanisme pemotong dan pemungut pemungut PPh final 0,5 persen:

  • Pemotong dan pemungut dengan kedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final dengan tarif sebesar 0,5 persen terhadap Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan;
  • Dilakukan untuk setiap transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh sesuai ketentuan berlaku;
  • Wajib Pajak bersangkutan harus menyerahkan salinan Surat Keterangan dimaksud kepada pemotong atau pemungut PPh;
  • Pemotong atau pemungut menerbitkan bukti pemotongan atau pemungutan PPh sesuai ketentuan dan menyerahkan bukti pemotongan atau pemungutan tersebut kepada Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut;
  • Pemotong atau pemungut PPh dalam Pasal 7 ayat ( 1) huruf b tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh terhadap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atas transaksi impor, pembelian barang, atau penjualan barang atau penyerahan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto atas penghasilan dari usaha tidak melebihi Rp 500.000.000;
  • Atas transaksi pembelian barang dan penjualan barang atau penyerahan jasa yang dikecualikan dari pemotongan atau pemungutan PPh, pemotong atau pemungut PPh tetap menerbitkan bukti pemotongan atau pemungutan dengan nilai PPh nihil;
  • Pemotong atau pemungut PPh yang telah dipotong atau dipungut menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas nama Pemotong atau Pemungut PPh paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
  • Pemotong atau pemungut PPh wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Unifikasi atas pemotongan atau pemungutan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  • Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang telah menyampaikan surat pernyataan, lalu pada kenyataannya memiliki peredaran bruto atas penghasilan dari usaha melebihi Rp 500.000.000 dalam satu tahun pajak, maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus menyetorkan sendiri PPh yang bersifat final—sesuai dengan bulan dilakukannya transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa dengan pemotong atau pemungut PPh; dan
  • Surat pernyataan dibuat sesuai dengan contoh format dokumen yang tercantum dalam lampiran di PMK Nomor 164 Tahun 2023.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *