in ,

Berdampak Bagi Banyak Sektor, AKP2I dan DJP Diskusikan PMK 79/2023

AKP2I dan DJP
FOTO: Aprilia Hariani

Berdampak Bagi Banyak Sektor, AKP2I dan DJP Diskusikan PMK 79/2023

Pajak.com, Jakarta – Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali berkolaborasi dalam sebuah webinar. Kali ini keduanya mengupas mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan. Ketua Pengurus Daerah (PD) DKI Jakarta AKP2I Monang P Sihombing menuturkan regulasi tersebut penting untuk didiskusikan karena berdampak bagi banyak sektor.

“Kami mengapresiasi DJP yang senantiasa berkolaborasi dengan AKP2I untuk menyelenggarakan webinar mengenai PMK Nomor 79 Tahun 2023 ini—yang penting bagi kita semua. Webinar ini merupakan aksi kolaborasi dari belbagai pihak. Selain DJP juga didukung oleh Pajak.com,” ungkap Monang dalam sambutannya, dikutip Pajak.com (10/11).

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Giyarso mengapresiasi penyelenggaraan webinar yang secara rutin digelar oleh AKP2I. Ia berharap, webinar ini menjadi wadah bagi DJP maupun anggota AKP2I untuk saling berdiskusi—sebagai upaya meningkatkan kepatuhan pajak sehingga mampu memitigasi risiko sengketa.

Secara umum, PMK Nomor 79 Tahun 2023 mengatur nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) serta nilai harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis. Terdapat dua jenis penilaian, yaitu penilaian kantor dan lapangan. Penilaian kantor adalah penilaian yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tanpa peninjauan lapangan atas objek yang dinilai. Sementara, penilaian lapangan merupakan penilaian yang dilakukan dengan peninjauan lapangan atas objek yang dinilai.

Baca Juga  Syarat dan Jangka Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali Sengketa Pajak ke MA

“Dengan adanya PMK Nomor 79 Tahun 2023, maka ada standar penilaian yang jelas dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Secara filosofis, PMK ini untuk memberikan kepastian hukum mengenai penilaian untuk tujuan perpajakan. Sementara di lihat dari sudut pandang sosiologis, akan memberikan keadilan dan kepastian hukum mengenai pelaksanaan penilaian di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PBB, dan penagihan pajak dengan Surat Paksa, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara penilaian untuk tujuan perpajakan,” ungkap Giyarso.

Ia menguraikan tata cara penilaian untuk tujuan perpajakan yang meliputi penyiapan bahan penilaian, pengumpulan data objek dan data pendukung penilaian, analisis data objek dan data pendukung penilaian. Kemudian, dilakukan penerapan pendekatan penilaian yang sesuai dengan objek penilaian, dilanjutkan dengan penyusunan laporan penilaian.

“Penyiapan bahan penilaian, mencakup pengumpulan dokumen dasar penugasan penilaian, lalu pengumpulan dokumen rencana dan program penilaian, dan/atau penyiapan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pelaksanaan penilaian,” ujar Giyarso.

Terkait PBB, sejatinya ada dua data untuk menentukan NJOP, yakni data sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Kemudian, data selain data dalam SPOP, terdiri atas data penawaran atau transaksi properti, harga satuan upah dan bangunan, harga jual komoditas hasil hutan, harga patokan hasil tambang, harga jual hasil perikanan tangkap, dan/atau harga jual hasil usaha perikanan budidaya.

Baca Juga  Airlangga: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan Kenaikan PPN 12 Persen

Bagaimana mekanisme penilaian dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023?

Pada kesempatan yang sama, Fungsional Penyuluhan Pajak Ahli Muda DJP Bima Pradana memerinci mekanisme penilaian yang diatur dalam PMK Nomor 79 Tahun 2023, yakni dimulai dari pembentukan Tim Penilai dari Direktur Jenderal Pajak. Kemudian, Tim Penilai melakukan penilaian berdasarkan Surat Perintah Penilaian dan Surat Perintah Penilaian perubahan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Setelahnya, Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangannya untuk menetapkan Surat Perintah Penilaian dan Surat Perintah Penilaian perubahan kepada kepala unit yang memiliki tugas dan fungsi di bidang penilaian. Kemudian, penilaian dilakukan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak ditetapkannya Surat Perintah Penilaian.

“Di sini Wajib Pajak juga perlu memahami haknya saat dilakukan penilaian, seperti meminta kepada tim penilai untuk memperlihatkan Surat Perintah Penilaian atau memperlihatkan tanda pengenal pegawai, meminta penjelasan tentang alasan dan tujuan penilaian. Wajib Pajak juga berhak meminta tim penilai untuk mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjamkannya,” jelas Bima.

Baca Juga  Syarat Mengajukan Surat Keterangan Sengketa Pajak

Sebaliknya, kewajiban Wajib Pajak saat dilakukannya penilaian oleh DJP, yakni memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen pendukung lainnya, yang berhubungan dengan objek penilaian, termasuk memberikan izin kepada tim penilai untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik. Kemudian, Wajib Pajak atau kuasanya memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis terkait objek penilaian.

“Wajib Pajak berkewajiban memberikan kesempatan kepada tim penilai untuk melakukan peninjauan lapangan dalam rangka penilaian yang meliputi kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, dan/atau penghimpunan data, keterangan, dan/atau bukti, mengenai objek penilaian sesuai dengan tujuan penilaian. Wajib Pajak juga harus memberikan bantuan tenaga pendamping dalam rangka peninjauan lapangan,” pungkas Bima.

Baca juga: 

AKP2I – DJP Kupas Kriteria Pembebasan PPN Rumah https://www.pajak.com/pajak/akp2i-djp-kupas-kriteria-pembebasan-ppn-rumah/

AKP2I Gelar Webinar Penyusunan Laporan Keuangan Fiskal https://www.pajak.com/pajak/akp2i-gelar-webinar-penyusunan-laporan-keuangan-fiskal/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *