in ,

Ayo Lapor SPT! Pahami Risiko Kesalahan dan Solusinya dari PakarPajak

Lapor SPT
FOTO: Tiga Dimensi

Ayo Lapor SPT! Pahami Risiko Kesalahan dan Solusinya dari PakarPajak

Pajak.com, Jakarta Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan bukan hanya sekadar dilaporkan untuk memenuhi kewajiban dengan tenggat 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi dan 30 April untuk Wajib Pajak badan. Undang-undang menegaskan bahwa SPT tahunan harus dilaporkan secara benar, lengkap, dan jelas. Untuk itu, menurut Founder dan CEO PT Godiva Caraka Konsultama (GCK) Consulting sekaligus content creator (Instagram PakarPajak) Gabriel Kurniawan, penting bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun badan mempersiapkan berbagai hal sebelum melaporkan SPT tahunan. Wajib Pajak juga perlu pahami risiko kesalahan dan solusinya dalam melaporkan SPT tahunan.  

Spirit pelaporan SPT

Sebelum masuk pada pokok pembahasan utama, Gabriel terlebih dahulu mengajak kita untuk kembali menyelami spirit kewajiban pelaporan SPT tahunan bagi Wajib Pajak. Menurutnya, makna dari melaporkan SPT tahunan adalah sebagai bentuk kepercayaan negara kepada Wajib Pajak atas penghitungan dan pembayaran pajak yang telah ditunaikan. Filosofi inilah yang terkandung dalam sistem perpajakan self-assessment yang diterapkan Indonesia sejak tahun 1983 melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). 

“Mungkin banyak yang berpendapat, khususnya untuk Wajib Pajak orang pribadi, semua sudah bisa diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak, baik bukti potong Pajak Penghasilan (PPh), mungkin bisa melihat rekening, dan sebagainya, mengapa harus lapor SPT tahunan lagi? kita harus paham dengan yang namanya sistem self-assessment—Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri dari mulai proses daftar, hitung, bayar, dan lapor,” ujar Gabriel kepada Pajak.com, di Kantor GCK Consulting, Kawasan Serpong, Tangerang, (14/3).

Secara simultan SPT tahunan juga menjadi alat validasi data bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menguji kepatuhan Wajib Pajak, sehingga dapat menciptakan penegakan hukum perpajakan yang andal dan adil.   

“Melalui SPT tahunan, DJP yang akan melakukan pengecekan, ‘apakah data yang telah dilaporkan sudah sesuai dengan peraturan pajak atau belum?’. Karena masih ada beberapa informasi yang diperoleh DJP juga belum valid dan butuh proses verifikasi. Jadi, atas dasar inilah Wajib Pajak masih tetap perlu melaporkan SPT tahunannya,” ungkap Gabriel. 

Baca Juga  Ketahui Ketentuan Kedaluwarsa Penagihan Pajak

Dengan memaknai spirit tersebut, ia berharap Wajib Pajak kian menyadari pentingnya melaporkan SPT tahunan, bahkan mampu memitigasi kesalahan, risiko, dan memetakan solusinya. 

“Berdasarkan pengalaman mendampingi Wajib Pajak, kesalahan yang kerap timbul adalah kurangnya pemahaman Wajib Pajak orang pribadi atau badan terkait kewajiban perpajakan yang melekat. Untuk badan banyak yang kurang atau tidak paham terkait konsep withholding assessment system, sehingga banyak yang tidak comply terkait hal ini. Jadi, setelah kita jelaskan secara konsep dan fungsi, baru mereka/badan paham akan kewajiban perpajakannya,” ungkap Gabriel. 

Apa yang perlu dipersiapkan sebelum lapor SPT?

Menurutnya, mitigasi risiko perpajakan dapat dimulai dengan mempersiapkan beragam hal penting sebelum melaporkan SPT tahunan. Gabriel mengingatkan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.03/ 2014 tentang Surat Pemberitahuan telah menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak harus mengisi SPT tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas. Untuk memenuhi unsur tersebut, ia pun memerinci hal penting yang perlu dipersiapkan sebelum melaporkan SPT tahunan. 

Pada SPT tahunan PPh orang pribadi, Gabriel membedakan dalam dua  kategori. Pertama, persiapan materi, meliputi dari perisiapan klasifikasi penghasilan; rekap kredit pajak, baik bukti potong dari pihak lain atau angsuran yang dibayarkan sendiri; rekap harta; dan rekap kewajiban/utang; dan susunan anggota keluarga. Kedua, persiapan formal, terdiri dari Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)/Nomor Induk Kependudukan (NIK), password untuk login ke DJPOnline. 

Sedangkan hal yang penting dipersiapkan sebelum melaporkan SPT badan adalah laporan keuangan, kredit pajak (dipotong pihak lain dan angsuran sendiri), koreksi fiskal, dan dokumen lainnya yang dibutuhkan.

Setelah hal tersebut dipersiapkan, Gabriel mengimbau agar Wajib Pajak segera melaporkan SPT tahunan sebelum batas waktu pelaporan agar terhindar dari denda administratif. Berdasarkan Pasal 7 UU KUP, Wajib Pajak orang pribadi yang terlambat melaporkan SPT tahunan (melewati 31 Maret) dikenakan denda Rp 100 ribu. Sementara, denda sebesar Rp 1 juta berlaku bagi Wajib Pajak badan yang terlambat melaporkan SPT tahunan (melewati 30 April). 

Baca Juga  Batas Waktu Telah Lewat, Wajib Pajak Orang Pribadi Masih Bisa Lapor SPT?

Risiko kesalahan lapor SPT dan apa solusinya?

Meski adanya batas waktu, bukan berarti Wajib Pajak bisa melaporkan SPT tahunan dengan asal-asalan dengan alasan terburu-buru. Gariel pun mengingatkan ragam risiko bila terjadi kesalahan dalam melaporkan SPT tahunan, diantaranya disampaikannya Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) atau populer dengan istilah “surat cinta” hingga dilakukannya pemeriksaan pajak yang berpotensi melahirkan sengketa—keberatan, banding di Pengadilan Pajak, sampai ke peninjauan kembali di Mahkamah Agung. 

“Risikonya yang akan timbul dari adanya kesalahan melaporkan SPT tahunan adalah sanksi administrasi berupa bunga, ini bila terjadi salah perhitungan dan menyebabkan adanya kurang bayar pajak. Nah, jika salah pelaporan dan kita sudah menyadarinya, maka sebaiknya kita melakukan pembetulan SPT tahunan. Karena jika tidak, maka pihak DJP akan berpotensi menerbitkan SP2DK atau bahkan pemeriksaan bila proses SP2DK tidak ditanggapi,” jelas Gabriel. 

Ia mengatakan, proses SP2DK juga akan menimbulkan implikasi pembetulan apabila Wajib Pajak terbukti melakukan kesalahan dalam pelaporan SPT tahunan. Mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), syarat pembetulan SPT tahunan, yaitu dilakukan berdasarkan kemauan Wajib Pajak sendiri atau DJP belum melakukan tindakan pemeriksaan yang dimulai dengan penyampaian surat pemeriksaan. Namun, apabila pembetulan SPT tahunan memiliki status rugi/lebih bayar, maka batas waktu penyampaian adalah paling lama 2 tahun sebelum kedaluwarsa penetapan atau 3 tahun setelah tahun pajak berakhir.

“Jadi, kalau kita sudah mengetahui ada kesalahan pelaporan SPT tahunan, solusinya tinggal memilih, mau dilakukan pembetulan sebelum SP2DK diterbitkan atau setelah SP2DK diterbitkan? Jangan sampai Wajib Pajak sudah sampai tahap pemeriksaan, malah akan lebih ribet lagi (tidak bisa melakukan pembetulan SPT),” imbuh Gabriel.

Untuk kian mempermudah kewajiban pelaporan SPT tahunan maupun pembetulan secara 0n-line, ia mengajak agar Wajib Pajak segera memadankan NIK dan NPWP. Pasalnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah telah mengamanatkan NIK sebagai sebagai NPWP mulai 1 Juli 2024, seirama dengan diimplementasikannya Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax.

Baca Juga  Insentif Kepabeanan Naik Jadi Rp 5,2 T

Mengapa penting memadankan NIK dan NPWP? 

Gabriel berpandangan, pengintegrasian NIK dan NPWP akan memberikan sejumlah manfaat bagi Wajib Pajak, khususnya dalam hal menikmati fasilitas perpajakan secara on-line dan mengakses layanan publik lainnya, seperti perbankan, transaksi jual – beli tanah dan bangunan, dan administrasi negara lainnya.  

“Karena itu, segera memadankan NIK dan NPWP karena manfaatnya baik buat kita semua, data kita lebih aktual. Khususnya bagi yang punya dua NPWP, memiliki beberapa NIK, atau kesalahan singkatan nama. Rugi kalau ketika nanti pada waktunya (1 Juli 2024) data kita belum tervalidasi, layanan-layanan perpajakan DJP tidak bisa kita nikmati, seperti bayar pajak (e-Billing), membuat bukti potong (aplikasi e-Bupot Pasal 21/26), lapor SPT tahunan (DJPOnline),” urainya.

Secara parsial, pemadanan NIK dan NPWP sebagai sarana utama bagi DJP dalam mengakurasi data di lapangan dengan informasi yang termuat dalam core tax, sehingga perlakuan terhadap Wajib Pajak akan menjadi lebih tepat sasaran dan berkeadilan.  

Jadi memang harapannya Wajib Pajak dapat segera melakukan pemadanan NIK dan NPWP, di mana tenggat berakhirnya itu adalah 1 Juli tahun 2024. Biar kita semua sebagai warga negara bisa melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan kita dengan baik,” pungkas Gabriel. 

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *