in ,

Pahami Penerapan Pajak Ekspor Komoditas Nikel!

Pahami Penerapan Pajak Ekspor Komoditas Nikel!
FOTO: IST

Pahami Penerapan Pajak Ekspor Komoditas Nikel!

Pahami penerapan pajak ekspor komoditas nikel! Putusan atas gugatan yang dilayangkan Indonesia terhadap World Trade Organization (WTO) terkait dengan pelanggaran kebijakan WTO atas penerapan regulasi larangan ekspor bijih nikel resmi diterbitkan. Putusan ini menetapkan Indonesia berada di posisi kalah sebagai penggugat, dan menegaskan bahwa regulasi larangan ekspor bijih nikel tidak dapat dipertahankan.

Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan bahwa putusan WTO ini masih belum bersifat final dan masih terdapat upaya hukum lain yang dapat ditempuh Indonesia, salah satunya adalah banding.

Kekalahan atas gugatan ini memberikan dorongan bagi pemerintah untuk mempersiapkan instrumen dan kebijakan yang nantinya dapat digunakan terkait dengan hilirisasi dan industrisasi nikel. Sebagaimana diketahui, industri hilirisasi nikel dalam negeri saat ini tengah digalakkan oleh pemerintah, demi mengoptimalkan potensinya dengan maksimal.

Beberapa waktu lalu pun kita telah mendengar rencana penerapan pajak atas ekspor komoditas bahan mentah berupa bijih nikel, yakni Nikel Pig Iron (NPI) dan feronikel (FeNi). Dilihat dari latar belakang serta manfaatnya, apa pertimbangan penerapan kenaikan pajak atas ekspor nikel?

Latar belakang yang utama adalah realisasi harga nikel yang tinggi di pasaran, yakni di kisaran USD 20.000 per ton. Belum lagi potensi penggunakan nikel sebagai bahan baku baterai kendaran listrik yang kuantitasnya semakin bertambah, sejalan dengan upaya beralih dari energi fosil ke energi ramah lingkungan. Potensi ini tentu harus dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memperkuat keuangan negara melalui penerimaan pajak, serta memperkuat struktur ekonomi Indonesia melalui hilirisasi industri nikel.

Baca Juga  Lapor SPT Tak Benar, Kejati DIY Sita Rp 12 Miliar dari Perusahaan Ini

Kemudain banyaknya jumlah pabrik pengolahan nikel yang menggunakan teknologi peleburan bahan baku bijih nikel tipe saprolite makin bertambah setiap harinya. Hasil olahan produk nikel NPI dan FeNi, yang berbahan baku bijih nikel tipe saprolite juga semakin bertambah kuantitasnya, sedangkan cadangan bahan baku tidak dapat mengimbangi laju penambahan kuantitas pabrik tersebut. Untuk menghindari habisnya bahan baku atau setidaknya menekan laju depresiasi bahan baku, pemerintah menerapkan pajak atas ekspor nikel.

Dari sisi manfaat, penerapan pajak ekspor nikel ini berguna untuk mendorong hilirisasi nikel menjadi produk – produk seperti baterai kendaraan listrik. Pemerintah berupaya memberikan dorongan supaya investasi ke produk nikel tak hanya berhenti bahan mentah hasil aktivitas upstream seperti NPI dan FeNi, melainkan ke produk turunan nikel lainnya.

Baca Juga  Pemkab Tangerang Pasang Stiker bagi Restoran Penunggak Pajak

Urgensi hilirisasi nikel menjadi produk turunan bervariatif dengan nilai tambah tinggi sangatlah besar, hal ini dikarenakan nikel merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Karena itu, pajak ekspor nikel menjadi instrumen reguleren demi mendorong investasi sektor hilir, serta budgetair untuk membantu penyediaan fasilitas yang dibutuhkan.

Penerapan pajak ekspor nikel dibarengi dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) juga menjadi paket kebijakan yang dapat dikaji lebih lanjut. Sekretasi Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Katrin Lengkey mengatakan bahwa para pelaku usaha tambah nikel cenderung untuk memilih pasar ekspor ketimbang pasar domestik. Hal ini dikarenakan harga di pasar ekspor lebih menarik hingga tiga kali lipat daripada pasar domestik.

Karena itu, pengenaan pajak progresif bervariasi untuk nikel sekaligus dengan kebijakan DMO menjadi langkah yang tepat untuk mendukung investasi dan pengembangan hilirisasi nikel dalam negeri.

Pengenaan pajak atas ekspor komoditas nikel akan memberikan tekanan terhadap pelaku industri nikel, terutama bagi perusahaan yang melakukan ekspor produk olahan nikel. Bila pajak atas ekspor komoditas nikel benar – benar terealisasi, maka pemerintah perlu menyediakan dan mendukung ekosistem hulu dan hilir industri nikel.

Baca Juga  Kurs Pajak 3 – 16 April 2024

Penerapan kebijakan ini harus mempertimbangan ketersediaan fasilitas downstream di Indonesia, yakni fasilitas pengolahan nikel menjadi produk turunan lebih lanjut seperti Electronic Vehicle (EV) battery. Karena apabila tidak sejalan dengan ketersediaan fasilitasnya, maka pajak yang diterapkan bisa malah menghambat perkembangan industri nikel dalam negeri.

Untuk saat ini, pemerintah masih perlu mempertimbangkan dan mengkaji lebih lanjut, sambil menunggu bagaimana kelanjutan proses hukum di WTO. Saat ini pula, masih dilakukan percobaan penerapan tarif 2% di harga USD 15.000 hingga 16.000 per ton. Tarif ini bersifat progresif dan akan dinaikkan seiring dengan kenaikan harga nikel. Sebagai masyarakat yang cinta bangsa dan negara, kita harus mendukung penerapan pajak atas ekspor komoditas nikel ini, demi mendukung kemajuan industri nikel dan perekonomian dalam negeri. Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *