in ,

Pemerintah Estimasikan Belanja Perpajakan Rp 374,5 T

Pemerintah Estimasikan Belanja Perpajakan
FOTO: KLI Kemenkeu

Pemerintah Estimasikan Belanja Perpajakan Rp 374,5 T

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pemerintah akan terus berupaya mendorong dunia usaha, termasuk usaha mikro kecil menengah (UMKM), melalui pemberian insentif perpajakan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah estimasikan belanja perpajakan sebesar Rp 374,5 triliun atau tumbuh 6,1 persen dari alokasi tahun ini yang sebesar Rp 352,8 triliun.

“Pemerintah masih akan tetap menggunakan insentif perpajakan untuk mendukung kesejahteraan rumah tangga dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Belanja perpajakan 2023 di sekitar Rp 352,8 triliun dan bisa terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi di tahun 2024,” ujar Sri Mulyani dalam agenda Pendapat Akhir Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang APBN 2024, di Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dikutip Pajak.com(25/9).

Ia memerinci, belanja perpajakan untuk rumah tangga akan lebih dari Rp 160 triliun pada tahun 2024. Adapun insentif yang diberikan, terutama dalam bentuk pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan makanan, kesehatan, dan pendidikan.

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Sementara, insentif perpajakan lainnya diberikan pemerintah berupa Pajak Penghasilan (PPh) final dengan tarif 0,5 persen untuk UMKM beromzet di atas Rp 500 juta hingga PPN yang tidak dipungut. Bagi para investor, Pemerintah Indonesia pun memberikan rupa-rupa fasilitas, seperti tax holiday, tax allowance, hingga super tax deduction. 

“Belanja perpajakan ini akan terus diperkuat dan dipastikan tepat sasaran dalam menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Secara simultan, belanja perpajakan akan diberikan melalui penurunan klaster pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat. Menurut Sri Mulyani, batasan PTKP Indonesia termasuk tinggi dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN.

“Pajak adalah untuk mencapai asas keadilan. Bagi masyarakat yang lemah tidak dipajaki bahkan diberikan bantuan oleh APBN. Sementara yang kuat yang membayar lebih besar. Itu lah aspek keadilan,” kata Sri Mulyani.

Baca Juga  Prosedur Pengajuan Restitusi Pajak oleh Pihak Pembayar

Mengutip data Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tren belanja perpajakan dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Di tahun 2022, realisasi belanja perpajakan Indonesia mencapai Rp 323,5 triliun atau sebesar 1,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini meningkat sebesar 4,4 persen dibandingkan nilai belanja perpajakan tahun 2021 yang sebesar Rp 310 triliun atau 1,83 persen PDB. Sedangkan, jika menilik tahun 2019, belanja perpajakan terealisasi Rp 257,2 triliun atau sekitar 1,62 persen dari PDB.

Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menegaskan, belanja berpajakan merupakan instrumen kebijakan fiskal yang cukup strategis, melengkapi instrumen belanja negara yang bersifat tunai dalam APBN dan berdampak langsung pada aktivitas ekonomi.

Baca Juga  Cara Ajukan Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan/Keputusan Pajak

“Belanja perpajakan konsisten berpihak pada dunia usaha, khususnya UMKM dan rumah tangga. Dunia usaha secara keseluruhan menikmati sekitar 59,2 persen, yang mana sebesar 25,5 persen merupakan fasilitas yang khusus ditujukan untuk UMKM. Pemerintah juga akan merilis Laporan Belanja Perpajakan (setiap tahunnya), yang diharapkan dapat menjadi media diseminasi kebijakan insentif perpajakan kepada masyarakat luas. Kami berharap masyarakat luas dapat turut melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan insentif perpajakan,” pungkas Febrio.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *