in ,

OECD Proyeksi Implementasi GMT Mulai 2024

OECD Proyeksi Implementasi GMT
FOTO: IST

OECD Proyeksi Implementasi GMT Mulai 2024

Pajak.com, Jakarta – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) proyeksi mayoritas yurisdiksi anggota Inclusive Framework baru akan implementasi pajak minimum global (Global Minimum Tax/GMT) pada 2024. Di sisi lain, pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Presidensi G20 Indonesia telah menyepakati pajak minimum global dapat diterapkan di 2023.

Sekjen OECD Mathias Cormann menjelaskan, seluruh negara anggota G-7, Uni Eropa, dan beberapa negara G-20 tengah bersiap merevisi ketentuan domestiknya masing-masing guna mengadopsi pajak minimum global. Oleh sebab itu, diperkirakan pajak minimum global diproyeksi baru dapat diterapkan pada tahun 2024.

“Meski terdapat keterlambatan, implementasi pajak minimum global tampaknya sudah tidak terhindarkan lagi. Dengan implementasi pada 2024, negara anggota Inclusive Framework (on Base Erosion and Profit Shifting/BEPS) memiliki waktu yang cukup untuk mengembangkan implementation framework,” ujar Cormann dalam laporannya, Pajak.com (29/9). Seperti diketahui, Inclusive Framework on BEPS merupakan forum yang dibentuk oleh OECD/G20 untuk menyusun aksi global dalam menangkal penggerusan atau penghindaran pajak.

Selanjutnya, menurut OECD, implementation framework diperlukan untuk mencegah pengenaan pajak berganda dan memfasilitasi koordinasi otoritas pajak antaryurisdiksi dalam mengimplementasikan pajak minimum global.

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

Implementation framework atas ketentuan pajak minimum global sedang dirancang dan rencananya akan diterbitkan pada tahun ini,” jelas Cormann.

Apa itu pajak minimum global? 

OECD mendefinisikan pajak minimum global sebagai pajak minimal yang harus dibayarkan bagi setiap perusahaan multinasional domestik yang mendapatkan penghasilan dari luar negeri. Adanya aturan ini bertujuan untuk memastikan perusahaan multinasional domestik membayar tingkat pajak minimumnya dengan kantor pusat dan yurisdiksi di manapun mereka beroperasi.

Ketentuan pajak minimum global berisi ketentuan tarif sebesar 15 persen. Kebijakan ini tercantum dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang disepakati oleh negara-negara anggota Inclusive Framework pada Oktober tahun 2021. Berdasarkan Pilar 2, korporasi multinasional dengan penerimaan di atas EUR750 juta per tahun wajib membayar pajak dengan tarif minimum sebesar 15 persen di manapun perusahaan beroperasi.

Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15 persen, top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas. Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan Income Inclusion Rule (IIR).

Apa peran Presidensi G20 Indonesia untuk mendukung penerapan pajak minimum global?
Baca Juga  Bulukumba Diganjar BI Atas Pembayaran Pajak Nontunai yang Melejit

Negara-negara anggota G20 telah bersepakat untuk terus mendukung upaya implementasi Pilar 2. Sebab G20 menilai penerapan Pilar 2 merupakan momentum bersejarah untuk merombak arsitektur perpajakan internasional. Komitmen ini kembali dinyatakan dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral/Finance Minister and Central Bank Governor (FMCBG) ke-3 Presidensi G20 Indonesia yang dilangsungkan pada 15-16 Juli 2022 di Nusa Dua, Bali.

Kendati demikian, untuk mewujudkan kedua pilar ini menjadi landasan hukum yang konkret, perlu disusun suatu konvensi multilateral atau Multilateral Convention (MLC). Karena itu, kepemimpinan Indonesia pada Forum G20 di tahun 2022 menjadi krusial dalam mengawal kemajuan rencana implementasi Pilar 2.

Apa dampak penerapan pajak minimum global terhadap Indonesia?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pajak minimum global menjadi salah satu langkah dunia untuk menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setelah mengalami tekanan akibat pandemi COVID-19 dan krisis global.

“Di G20, para menteri keuangan saling lihat bagaimana cara kita me-recover APBN. Makanya ada global taxation agreement. Karena satu cara memulihkan APBN adalah dengan adanya ketentuan pajak minimum global yang bertujuan untuk melindungi hak-hak pemajakan setiap yurisdiksi dari praktik BEPS,” jelas Sri Mulyani.

Baca Juga  SPT Lebih Bayar Langsung Diperiksa? Ini Penjelasan DJP

Artinya, pajak minimum global akan membuat perusahaan raksasa, seperti Apple, Microsoft, Amazon, hingga Google tidak bisa lagi menghindari pajak dengan mendirikan perusahaan di yurisdiksi pajak rendah.

“Masing-masing negara akan mendapat haknya karena telah melakukan pencegahan penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba dari perusahaan multinasional. Pertemuan kali ini menyepakati bahwa sesudah prinsip itu dicapai, maka dilakukan monitoring untuk pelaksanaannya,” kata Sri Mulyani.

Selain itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal memastikan,  Pilar 1 dan Pilar 2 akan menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil di seluruh negara, sehingga diharapkan investasi akan terdistribusi secara merata.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *