Pajak.com, Jakarta – Aturan pajak terkait financial technology (fintech) atau pajak yang dikenakan pada bisnis layanan teknologi pembiayaan dan dompet digital sudah dikenakan sejak 1 Mei 2022. Meski demikian, investasi di sektor fintech justru semakin diminati, terutama di kalangan kaum milenial. Hal ini karena prospek keuntungan yang menggiurkan.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/2022 yang mengatur pemungutan dua jenis pajak fintech. Pertama, bisnis pinjaman online dikenakan PPh 23 atau PPh 26. Sama seperti jasa lainnya, transaksi pinjaman online juga merupakan objek jasa kena pajak yang dikenakan PPh Pasal 23. Kedua, pemberi pinjaman (lender) dalam negeri yang menerima penghasilan bunga atau imbal hasil berdasarkan prinsip syariah dikenakan PPh Pasal 23. Sementara lender dari luar negeri yang menerima penghasilan bunga atau imbal hasil dikenakan PPh Pasal 26. Namun, pengenaan pajak itu nyatanya tak membuat para lender dari kalangan anak muda ciut.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Mei 2022 lalu, jumlah lender dari kalangan milenial berusia antara 19 hingga 34 tahun mencapai 64,9 persen. Sementara sisanya adalah lender dari kalangan usia 35-54 tahun sebanyak 31,59 persen, dan kategori usia lain sebanyak 3,51 persen.
Menurut laporan microfinance marketplace Peer To Peer (P2P) lending Amartha bertajuk Social Accountability Report, jumlah pendana Amartha juga didominasi oleh generasi milenial yakni sebesar 68 persen, kemudian disusul 19 persen oleh generasi X, dan 10 persen oleh generasi Z.
AVP of Marketing and PR Amartha Rezki Warni mengatakan, ketertarikan generasi milenial untuk mendanai di Amartha merupakan wujud kepedulian generasi milenial terhadap investasi yang berdampak.
Comments