in ,

DJP: Pemajakan “Fintech” Tak Menganggu Industri Digital

DJP: Pemajakan
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan, pengaturan pemajakan teknologi finansial atau financial technology (fintech) tidak akan mengganggu industri digital. Pengaturan ini justru akan memberikan perlakuan yang setara antara sektor keuangan konvensional dan digital. Seperti diketahui, mulai 1 Mei 2022, pemerintah telah menerapkan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyelenggaraan fintech mulai 1 Mei 2022, yang dituangkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) DJP Neilmaldrin Noor menegaskan, penyedia jasa keuangan konvensional serta industri fintech harus mendapatkan perlakuan perpajakan yang adil dan setara. Hal ini diperlukan untuk menciptakan rasa aman bagi masyarakat karena implementasi peraturan perpajakan juga berjalan dengan pengawasannya.

Baca Juga  Cara Menyampaikan Perubahan Data Perusahaan ke Kantor Pajak

“Pemerintah bermaksud meningkatkan penerimaan pajak dan membuat kesetaraan level berusaha melalui penunjukkan pemotong dan pemungut withholding tax. DJP berharap ketentuan ini akan membuat pajak yang seharusnya terutang melalui peraturan sebelumnya dapat terbayarkan dengan baik. Karena kurangnya kesadaran kepatuhan dalam membayar pajak dari masing-masing penerima penghasilan, maka akan dilakukan pemotongan langsung melalui merchant sehingga lebih efektif, efisien, dan tidak mengganggu industri digital itu sendiri,” jelas Neil dalam webinar bertajuk Expert Lab: Implementasi UU HPP yang diadakan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), dikutip Pajak.com (4/5).

Seperti diketahui, dalam Pasal 32A Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), platform fintech ditunjuk untuk membuat bukti potong dan melaporkan pajak kepada DJP. Adapun PMK Nomor 69 Tahun 2022 mengatur mengenai penunjukan pemotong PPh dan pengenaan PPh atas penghasilan sehubungan dengan transaksi layanan pinjam meminjam; serta perlakuan PPN atas jasa penyelenggaraan fintech.

Secara lebih rinci, Neil menjelaskan, dalam Pasal 3 PMK Nomor 69 Tahun 2022 diatur, penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman on-line dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. Hal ini berlaku jika penerima penghasilan merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Baca Juga  Syarat dan Prosedur Ajukan Permohonan Penghentian Penyidikan Pajak 

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *