Mengenal Zona Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Pajak.com, Jakarta – Dalam era globalisasi, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi perdagangan, banyak negara yang membentuk kawasan-kawasan ekonomi yang memiliki kebijakan yang berbeda dari daerah lain di dalam wilayahnya, seperti zona perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Namun, apakah Anda tahu apa perbedaan antara keduanya? Pajak.com akan mengulas tentang beberapa perbedaan antara zona perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, sekaligus implementasi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Indonesia yang menarik untuk diketahui.
Zona perdagangan bebas atau free trade zone (FTZ) adalah kawasan yang berada dalam wilayah hukum suatu negara, tetapi terpisah dari daerah pabean. Perusahaan yang beroperasi di FTZ mendapat manfaat dari pembebasan atau pengurangan pajak dan bea cukai yang signifikan.
Mereka umumnya dibebaskan dari membayar bea masuk, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan cukai. Kawasan FTZ biasanya menawarkan fasilitas pergudangan, penyimpanan, dan distribusi untuk perdagangan, operasional transshipment, dan reekspor. Selain itu, mereka mendapat manfaat dari rezim bea cukai diferensial, yang menyederhanakan prosedur, dan mengurangi biaya operasional, seperti kemudahan perizinan, keringanan pajak, dan subsidi.
Menariknya, FTZ dapat berlokasi di mana saja di dalam wilayah suatu negara, dan dapat memiliki luas areal yang besar. Tujuan utama fasilitas FTZ adalah untuk mendorong investasi domestik dan asing, mempromosikan perdagangan internasional, melalui manfaat dan keuntungan bagi perusahaan yang beroperasi di dalamnya.
Lebih lanjut, FTZ dapat mencakup berbagai jenis kegiatan usaha, tidak hanya yang berhubungan dengan perdagangan laut. Contoh dari zona perdagangan bebas adalah Shenzhen Special Economic Zone di China, Dubai Free Zone di Uni Emirat Arab, dan Batam Free Trade Zone di Indonesia.
Sementara pelabuhan bebas atau freeports adalah pelabuhan laut atau sungai yang menerapkan rezim perdagangan khusus, di mana peraturan yang berlaku berbeda dari negara tempat pelabuhan tersebut berada. Di sini, operasi impor, ekspor, dan reekspor dapat dilakukan dengan kondisi fiskal dan bea cukai yang menguntungkan.
Dengan kata lain, pelabuhan bebas berfungsi sebagai pusat pengiriman barang atau fasilitas gudang berikat, di mana barang-barang dapat dimasukkan atau dikeluarkan tanpa pengenaan bea masuk atau pajak lainnya. Pelabuhan bebas juga dapat menyediakan layanan lain seperti bongkar muat, perbaikan, dan pemeliharaan kapal.
Tentunya, area pelabuhan bebas harus berada di pelabuhan laut yang menjadi pintu masuk perdagangan, dan biasanya memiliki luas yang terbatas oleh kapasitas pelabuhan. Untuk itu, pelabuhan bebas umumnya hanya menawarkan fasilitas dan insentif yang berhubungan dengan perdagangan laut.
Berbeda dengan FTZ yang memberikan pembebasan atau pengurangan pajak dan bea selama penyimpanan atau reekspor, sekaligus pembebasan pajak dan bea atas barang-barang yang dipasarkan dan dijual di pasar lokal; pelabuhan bebas memberikan keuntungan pembebasan atau pengurangan pajak dan bea atas barang-barang impor selama penyimpanan atau reekspor saja.
Barang-barang yang diimpor ke pelabuhan bebas juga tunduk pada pajak dan bea yang sesuai. Dengan kata lain, pembebasan dan pengurangan hanya berlaku selama barang-barang berada di gudang atau ditujukan untuk reekspor keluar negeri.
Namun, pelabuhan bebas menawarkan keuntungan spesifik karena merupakan titik masuk dan keluar barang, sekaligus menyediakan infrastruktur pelabuhan berkualitas, seperti dermaga, gudang, dan sistem transportasi yang efisien. Kawasan ini ditandai dengan koneksi langsung ke rute pengiriman utama dan kapasitas mereka untuk menerima dan mendistribusikan volume barang yang besar.
Contoh dari pelabuhan bebas adalah East Midlands Freeport di Inggris, Singapore Freeport di Singapura, Port of Hamburg di Jerman, dan Port Klang Free Zone di Malaysia.
Di Indonesia, pengaturan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas digabung menjadi satu sehingga disebut sebagai KPBPB. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PP 41/2021).
Menurut aturan itu, KPBPB merupakan kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai. Adapun pelabuhan yang dimaksud dalam aturan tersebut termasuk pelabuhan laut dan bandar udara.
Pemerintah berkeyakinan bahwa KPBPB dapat mendorong kegiatan lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara, serta dapat memberi pengaruh dan manfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Menurut Pasal 31 ayat (1) PP ini, hanya pengusaha yang telah mendapat izin dari badan pengusahaan yang boleh melakukan kegiatan tersebut. Izin berusaha ini ada dua macam, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 31 ayat (2), yaitu:
– Izin untuk memasukkan barang konsumsi yang dibutuhkan oleh penduduk di KPBPB, atau
– Izin untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan barang lainnya, selain barang konsumsi.
Lebih lanjut, barang yang dimasukkan ke KPBPB harus sesuai dengan kegiatan usaha pengusaha yang bersangkutan. Badan ini bertanggung jawab untuk mengawasi jumlah dan jenis barang konsumsi yang dimasukkan oleh pengusaha, sesuai dengan izin berusaha.
PP ini juga menegaskan bahwa apabila barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean melanggar ketentuan yang ditetapkan, maka barang tersebut akan dikenai sanksi, meliputi:
– Mengeluarkan kembali (reekspor) barang tersebut dari KPBPB;
– Menghibahkan barang tersebut kepada negara; atau
– Memusnahkan barang tersebut.
Comments