in ,

Poin Penting Ketentuan Restitusi Bea Cukai dalam PMK 153/2023

Poin Penting Ketentuan Restitusi Bea Cukai
FOTO: IST

Poin Penting Ketentuan Restitusi Bea Cukai dalam PMK 153/2023

Pajak.comJakarta – Restitusi bea cukai adalah pengembalian penerimaan negara yang bisa saja terjadi akibat kelebihan pembayaran atau kesalahan penetapan bea masuk, bea keluar, maupun cukai oleh wajib bayar. Namun, ketentuan mengenai restitusi bea cukai selama ini masih tersebar di berbagai peraturan yang berbeda, sehingga menimbulkan kerumitan dan ketidakpastian dalam proses permohonan dan pemberian restitusi. Untuk itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153 Tahun 2023 tentang Pengembalian Penerimaan Negara di Bidang Kepabeanan dan Cukai (PMK 153/2023). Lalu, apa saja poin penting ketentuan restitusi bea cukai dalam PMK 153/2023?

Sejatinya, PMK 153/2023 ini diterbitkan bertujuan untuk mempertegas, menyederhanakan, dan menyamakan ketentuan restitusi bea cukai. Dengan demikian, otoritas kepabeanan dapat memberikan standar layanan yang sama untuk semua jenis pengembalian penerimaan kepabeanan dan cukai, yang sebelumnya diatur pada ketentuan yang terpisah-pisah.

Adapun aturan ini mulai berlaku setelah 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 28 Desember 2023 atau mulai 26 Februari 2024. Berikut adalah beberapa poin penting dalam PMK 153/2023 yang perlu dipahami.

1. Dokumen Dasar Pengembalian

Wajib Pajak dapat mengajukan restitusi, berdasarkan dokumen dasar pengembalian yang menyebabkan kelebihan penerimaan negara sesuai PMK 153/2023. Dokumen dasar pengembalian yang dimaksud yaitu:

– Penetapan pejabat Direktorat Bea dan Cukai (Bea Cukai). Meliputi: Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK), Surat Penetapan Kelebihan Pembayaran Cukai (SPKPC), Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP-FPBM), dan dokumen penetapan Pejabat Bea dan Cukai lainnya yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga  Pemkab Tangerang Pasang Stiker bagi Restoran Penunggak Pajak

-Penetapan Direktur Jenderal Bea Cukai. Mencakup: Surat Penetapan Kembali Tarif dan/ atau Nilai Pabean (SPKTNP), Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK), atau keputusan keberatan.

– Keputusan pejabat Bea Cukai, keputusan Direktur Jenderal Bea Cukai, atau keputusan menteri yang meliputi dari 10 dokumen. Yakni keputusan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26 UU Kepabeanan, keputusan mengenai pemberian pembebasan cukai berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU Cukai dan dokumen pengeluaran barang kena cukai, persetujuan pembatalan pemberitahuan pabean, persetujuan ekspor kembali barang impor yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali, persetujuan pemusnahan barang impor yang oleh sebab tertentu harus dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai, tanda bukti perusakan pita cukai, berita acara pemusnahan atau pengolahan kembali barang kena cukai, tanda bukti penerimaan pengembalian pita cukai, dokumen yang terkait dengan pemberitahuan pabean ekspor barang kena cukai, atau dokumen keputusan lainnya yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

– Kesalahan tata usaha seperti kesalahan hitung, kesalahan pencantuman tarif, dan/atau kesalahan yang mengakibatkan penyetoran penerimaan negara yang tidak seharusnya menjadi hak negara untuk menerimanya. Dokumen dasar pengembaliannya meliputi dokumen dasar pengembalian berupa penetapan pejabat bea dan cukai, atau dokumen dasar pengembalian berupa penetapan dirjen; atau

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

– Putusan badan peradilan pajak.

2. Permohonan restitusi 

Pasal 5 PMK 153/2023 mengatur tentang tata cara pengajuan restitusi. Wajib bayar dapat mengajukan permohonan restitusi kepada menteri melalui Kepala Kantor Bea Cukai setempat.

Yang patut diingat, permohonan pengembalian harus menggunakan format yang terdapat dalam lampiran huruf A PMK 153/2023 dan diajukan paling lambat 30 hari sebelum batas akhir pengembalian, yaitu 10 tahun sejak tanggal dokumen dasar pengembalian. Setiap permohonan pengembalian hanya berlaku untuk satu dokumen dasar pengembalian.

Selain itu, permohonan pengembalian harus memenuhi syarat-syarat utama sebagai berikut:

– Diajukan oleh orang perseorangan atau badan hukum yang namanya tercantum dalam akta pendirian atau dokumen pendirian beserta perubahannya.

– Dilengkapi dengan dokumen dasar pengembalian, bukti identitas pemohon, akta pendirian atau dokumen pendirian beserta perubahannya (untuk badan hukum), dan bukti kepemilikan rekening aktif.

Apabila permohonan pengembalian berkaitan dengan impor barang yang bebas atau keringanan bea masuk, maka permohonan juga harus disertai dengan dokumen pemberitahuan pabean impor dan dokumen pelengkapnya, serta surat pernyataan dan kontrak kerja dari penerima bebas atau keringanan bea masuk, jika permohonan diajukan oleh importir yang bukan penerima bebas atau keringanan bea masuk.

Jika permohonan pengembalian berkaitan dengan impor barang yang harus dikembalikan ke luar negeri karena alasan tertentu, maka permohonan harus disertai dengan dokumen pemberitahuan pabean ekspor, selain memenuhi syarat-syarat utama. Sementara apabila permohonan pengembalian berkaitan dengan impor barang yang bebas atau keringanan bea masuk dengan dokumen dasar pengembalian berupa SKP-FPBM, maka permohonan harus disertai dengan dokumen pemberitahuan pabean impor dan dokumen pelengkapnya, selain memenuhi syarat-syarat utama.

Baca Juga  DJP: Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Badan Bisa Secara “On-line”

3. Pelaksanaan restitusi secara elektronik

Salah satu poin baru dan menarik untuk disimak dalam PMK 153/2023 yakni pelaksanaan restitusi kepabeanan dan cukai yang dilakukan secara elektronik. Pelaksanaan restitusi bea cukai ini yang dilayani secara elektronik meliputi pengajuan permohonan pengembalian, penerbitan laporan hasil penelitian, dan penerbitan keputusan restitusi.

“Pelaksanaan pengajuan permohonan pengembalian … dilakukan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” demikian bunyi Pasal 16 ayat (1) huruf a PMK 153/2023.

Namun, Pasal 16 ayat (2) juga menyebutkan bahwa apabila sistem elektronik belum tersedia atau mengalami gangguan operasional, maka pelaksanaan kegiatan restitusi dilakukan secara manual.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *