Kendaraan Listrik Dongkrak Penerimaan Perpajakan
Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, pemerintah tengah mendesain ekosistem kendaraan listrik yang akan mendongkrak penerimaan perpajakan, baik penerimaan pajak maupun bea dan cukai.
“Kalau nanti ekosistem besar tadi jadi. Bu menteri keuangan nanti dilihat, lompatan mengenai pajak pasti tahun 2026-2027 akan melompat sangat tinggi sekali. Sekarang saja sudah mulai kelihatan. Kehadiran ekosistem besar kendaraan listrik juga akan mendongkrak pendapatan negara, ada pajak, royalti, dividen, bea ekspor, hingga PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Kalau pendapatan negara bertambah, anggaran untuk dana desa juga akan bertambah,” ungkap Jokowi saat menyampaikan pidato di acara Kompas100 CEO Forum Tahun 2022 di Istana Negara Jakarta, yang juga disiarkan secara virtual, (2/12).
Ia menyebut, dana desa yang telah digelontorkan pemerintah selama enam tahun ini mencapai sekitar Rp 468 triliun untuk 74.800 desa. Dengan demikian, pendapatan negara sudah berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inilah konsep keadilan.
Untuk itu, membangun sebuah ekosistem kendaraan listrik merupakan hal penting, sehingga negara lain bisa tergantung pada Indonesia. Karena Indonesia memiliki nikel, tembaga, bauksit, dan timah. Indonesia bisa mengambil contoh dua negara yang berhasil membuat negara lain bergantung kepada produknya, yakni Taiwan dengan produk cip dan Korea Selatan dengan komponen digitalnya.
“Saya lihat terus yang membuat mereka (Taiwan dan Korea Selatan) melejit, salah satunya membuat komponen-komponen digital, sehingga perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat semuanya tergantung pada dia, butuh dia,” kata Jokowi.
Ia yakin, Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun ekosistem kendaraan listrik, utamanya dalam membuat baterai listrik. Jokowi menyebut, cadangan nikel Indonesia merupakan nomor satu di dunia, timah nomor dua di dunia, bauksit nomor enam di dunia, dan tembaga nomor tujuh di dunia.
“Membangun ekosistem EV (electric vehicle) baterai itu kita hanya kurang litium, kita enggak punya. Saya kemarin sudah sampaikan ke Prime Minister Albanese, Australia, punya litium, kita boleh beli dong dari Australia. Terbuka, silakan. Tapi ternyata dari kita sudah ada yang punya tambang di sana. Ini strategis, benar melakukan intervensi seperti itu, sehingga ekosistem besar yang ingin kita bangun jadi,” ungkap Jokowi.
Kendari demikian, dalam membangun ekosistem kendaraan listrik, pemerintah perlu mengintegrasikan berbagai bahan yang dibutuhkan karena posisinya yang tersebar di berbagai wilayah, seperti tembaga di Papua dan Sumbawa; nikel di Sulawesi; dan bauksit di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau.
“Mengintegrasikan ini sebuah barang yang tidak gampang, sehingga jadi sebuah ekosistem itu. Inilah yang terus mati-matian (diintegrasikan), tapi ini harus jadi. Karena inilah yang akan melompatkan kita, leap frog menuju ke peradaban yang lain. Saya mati-matian untuk ini,” ujar Jokowi.
Ketika ekosistem besar kendaraan listrik sudah terbentuk, maka investasi akan datang dengan sendirinya ke tanah air. Indonesia pun terbuka terhadap para investor, asalkan menggandeng perusahaan nasional maupun dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga terjadi transfer teknologi.
“Kalau ini jadi, percaya saya, perkiraan saya (tahun) 2026-2027 kita sudah lompatan ini akan kelihatan, (investor) akan berbondong-bondong masuk. Karena industri otomotif ke depan, baik itu sepeda motor listrik, mobil listrik, akan menggantikan mungkin lebih dari 50 persen dari demand pasar yang ada. Inilah yang harus kita tangkap. Begitu ini jadi, 60 persen mobil listrik akan tergantung pada EV baterai kita, 60 persen dari pangsa pasar yang ada di dunia,” ungkap Jokowi.
Kini, untuk memulai pengembangan kendaraan listrik, pemerintah melalui kementerian keuangan sudah memberikan insentif perpajakan berupa tarif khusus bea masuk nol persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) maupun material yang berkaitan dengan ekosistem ini.
Peraturan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-13/MK.010/2022 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. Insentif bea masuk nol persen merupakan satu paket kebijakan dengan kebijakan KLBB sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) 55 Tahun 2019.
Insentif perpajakan ini juga senada dengan peta jalan pengembangan industri otomotif jangka menengah 2020–2030, yaitu fokus pengembangan kendaraan listrik serta komponen utamanya, seperti baterai, motor listrik, dan converter.
Indonesia menargetkan 1 juta kendaraan listrik roda empat atau lebih dan 3,22 juta kendaraan listrik roda dua pada 2035. Selain terdapat potensi peningkatan pendapatan negara, pemerintah pun meyakini ekosistem kendaraan listrik dapat menghemat penggunaan 12,5 juta barel bahan bakar minyak dan mengurangi 4,6 juta ton CO2 dari kendaraan fosil.
Comments