in ,

Tahapan Pengenaan Sanksi Pajak

Tahapan Pengenaan Sanksi Pajak
FOTO: IST

Tahapan Pengenaan Sanksi Pajak

Tahapan pengenaan sanksi pajak. Ada tahapan yang dilakukan Ditjen Pajak untuk mengenakan sanksi pajak yang mengharuskan membayar sebuah sanksi atau bahkan menerima hukuman berupa denda hingga pidana pajak. DJP sendiri pernah menegaskan bahwa guna menguji kepatuhan WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, pihaknya dapat melakukan pemeriksaan pada WP.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan proposional berdasar standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Adapun macam dan kriteria pemeriksaan pajak, sebagai berikut :

1. Pemeriksaan kantor, ialah pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

2. Pemeriksaan lapangan, pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjan bebas, tempat tinggal wajib pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Kriteria Pemeriksaan Pajak.

1. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar.

2. Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi.

3. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberi-tahuan melebihi jangka waktu yang ditetapkan.

4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, maupun likuidasi, akan meninggalkan Indonesia untuk selamanya.

Baca Juga  Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Izin Perlakuan Kepabeanan Tertentu ke Perusahaan Ini

5. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasar hasil analisis resiko, mengindikasikan ada kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi.

Dari pemeriksaan inilah nantinya keputusan pengenaan sanksi pajak dilaksanakan.

Pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi.

Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan. Dalam Ketentuan Umum Perpajakan, setiap orang dengan sengaja :

1. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah – olah benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;

2. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku atau dokumen lain, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

3. tidak melakukan penyimpanan buku, catatan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola dengan elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia.

Baca Juga  Sekitar 6,11 Juta Wajib Pajak Belum Padankan NIK - NPWP

Wajib pajak yang karena perbuatannya atau tindakannya tersebut yang dilakukan dengan sengaja akan dikenai sanksi. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Ada 2 sanksi perpajakkan, yaitu:

1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi merupakan sejumlah pembayaran kerugian berupa uang kepada negara. Sanksi administrasi ini meliputi sanksi denda administrasi, sanksi administrasi berupa bunga dan sanksi adminsitrasi berupa kenaikan. Letak perbedaan ketiganya yakni

a. Denda

– Atas tidak/terlambat melaporkan SPT Masa dan SPT Tahunan.

– Untuk penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 7 ayat 1 UU KUP

b. Bunga

– Atas kekurangan pembayaran pajak sendiri (PPh 25 atau 29) atau pajak yang dipotong (PPh 21, PPh 22) atau yang dipungut (PPN)

– Untuk PPh Pasal 21,23,25,29 atau pada PPN/PPnBM Pasal 9 ayat (2a)

c. Kenaikkan

– Atas kurang/tidak melaksanakan kewajiban memotong (PPh) atau memungut (PPN) dengan syarat surat pemberitahuan tidak sampaikan, adanya PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasi selisih lebih bayarnya dan tidak seharusnya dikenai tariff 0% dan tidak melaksanakan pembukuan.

Baca Juga  KPP Badora Audiensi dengan BRI untuk Mitigasi Kendala Pembayaran PPN PMSE

– Untuk PPN Pasal 13 ayat (3) UU KUP

2. Sanksi Pidana

Pada dasarnya tindak pidana di bidang perpajakan dibedakan menurut sifatnya, yaitu karena kealpaan dan karena kesengajaan. Sanksi pidana ini meliputi sanksi pidana terhadap wajib pajak, sanksi pidana terhadap pejabat(fiscus), dan sanksi pidana terhadap pihak ketiga.  Pengetrapan sanksi pidana di bidang perpajakan bersifat ultimum remedium, artinya hukum pidana atau sanksi pidana baru diterapkan apabila upaya-upaya lain telah dilakukan tetapi tidak membawa pengaruh sama sekali atau dengan kata lain tidak membawa efek jera baik bagi sipelaku maupun calon pelaku.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *