in ,

Mengenal Jenis Sanksi Administrasi Perpajakan

Sanksi Administrasi Perpajakan
FOTO: IST

Mengenal Jenis Sanksi Administrasi Perpajakan

Pajak.com, Jakarta – Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Melalui kontribusi ini pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung, tetapi penerimaan pajak akan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Bagi masyarakat yang telah memenuhi syarat objektif dan subjektif sebagai pembayar pajak wajib membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagi mereka yang lalai akan dikenakan sanksi perpajakan, sanksi administratif maupun sanksi pidana. Kali ini Pajak.com akan membedah tentang sanksi administrasi perpajakan.

Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan dapat dikenakan sanksi administrasi pajak ketika dianggap tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Misalnya alpa dari pembayaran dan pelaporan pajak, menunda pembayaran dan pelaporan pajak, serta menyembunyikan data yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak.

Jenis sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak ada tiga macam. Pertama, sanksi denda diberlakukan bagi pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan, seperti terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa atau SPT Tahunan.

Baca Juga  Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Izin Fasilitas Kawasan Berikat ke Perusahaan Ini 

Kedua, sanksi bunga. Ini adalah sanksi atas pelanggaran terkait kewajiban membayar pajak, yang besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya, terlambat bayar pajak masa tahunan.

Ketiga, sanksi kenaikan jumlah pajak. Sanksi ini berlaku untuk wajib pajak yang melakukan pelanggaran dengan kewajiban yang diatur dalam material. Sanksi ini berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar. Misalnya, seorang wajib pajak melakukan pemalsuan data untuk mengurangi jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun, sebelum terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP). Maka, sanksinya berupa kenaikan sebesar 50 persen dari pajak yang kurang dibayar.

Namun demikian, ada tiga jenis sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan pada permohonan Wajib Pajak. Hakl ini telah diatur dalam Pasal 4 PMK 8/2013. Pertama, sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP yang telah diterbitkan DJP.

Kedua, sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) yang berkaitan dengan penerbitan SKP.

Baca Juga  Kurs Pajak 17 – 23 April 2024

Pengurangan atau penghapusan tersebut tidak diberikan terhadap sanksi administrasi dalam STP yang diterbitkan berdasarkan pada Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU KUP). Adapun, Pasal 25 ayat (9) UU KUP memuat ketentuan sanksi administrasi denda 50 persen terhadap keberatan Wajib Pajak yang ditolak atau dikabulkan sebagian.

Sementara itu, Pasal 27 ayat (5d) UU KUP berkaitan dengan pengenaan sanksi administrasi denda sebesar 100 persen atas permohonan banding Wajib Pajak yang ditolak atau dikabulkan sebagian.

Ketiga, sanksi administrasi yang tercantum dalam STP selain yang dimaksud dalam poin kedua di atas.

Untuk pengurangan atau pengahpusan sanksi administrasi, sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) PMK 8/2013, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP atau STP harus memenuhi syarat, yakni tidak diajukan keberatan; diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan disetujui oleh Dirjen Pajak; diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan; tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar; diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; tidak sedang diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi; diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; dan diajukan permohonan pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi, tetapi permohonan tersebut ditolak.

Baca Juga  Simak Perbedaan Bebas PPN dan Tidak Dipungut PPN, serta Syarat Memanfaatkannya

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *