in ,

Terima Kasih Masyarakat, Penerimaan Pajak Rp 1.171 T

Penerimaan Pajak Rp 1.171
FOTO: IST

Terima Kasih Masyarakat, Penerimaan Pajak Rp 1.171 T

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat yang telah menunaikan kewajiban perpajakannya. Ia senang penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.171 triliun atau tumbuh 58 persen. Hal ini menunjukkan pemulihan ekonomi Indonesia relatif masih kuat.

“Berbagai indikator seperti realisasi pendapatan negara yang didorong oleh tumbuhnya pendapatan pajak, angka optimisme konsumen, hingga indeks manufaktur menunjukkan angka yang menggembirakan. Kita lihat realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.764 triliun, tumbuh 49 persen year on year (yoy). Kemudian yang para pembayar pajak, saya ingin mengucapkan terima kasih karena penerimaan pajak sampai sekarang mencapai tumbuh 58 persen. Artinya, pembayar pajak masih ada,” kata Jokowi dalam acara UOB Economic Outlook 2023 di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, (29/9).

Selain itu, ia juga menyebutkan, penerimaan bea dan cukai saat ini telah mencapai Rp 206 triliun atau tumbuh 30,5 persen. Berikutnya, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga sudah tercatat Rp 386 triliun atau tumbuh 38,9 persen.

Baca Juga  Kurs Pajak 11 – 17 September 2024

“Ini angka-angka yang saya terima baru tadi pagi. Terima kasih masyarakat masih mampu dan konsisten untuk membayar pajak. Nanti tolong ditanyakan bu menteri keuangan jelasnya siapa yang bayar pajak, bea cukai siapa yang bayar, PNBP siapa yang bayar,” kata Jokowi.

Ia juga memandang, saat ini optimisme konsumen masih berada pada angka yang tinggi. Hal itu bisa dilihat dari Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang mencapai 124,7, naik dari angka pada Juli sebesar 123.

“Kemudian juga ini yang berkaitan dengan perbankan, kredit tumbuh 10,7 persen. Ini juga menurut saya cukup tinggi. Neraca dagang kita juga surplus 28 bulan berturut-turut yang pada bulan kemarin neraca kita surplus 5,7 miliar dollar AS. Ini gede banget angka surplusnya,” ungkap Jokowi.

Indikator lainnya, yaitu Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terus menguat dan berada pada angka 51,7 per Agustus 2022 atau di atas rata-rata global. Dari berbagai indikator ini, Jokowi pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 bisa berada di atas pertumbuhan kuartal II-2022 yang mencapai 5,44 persen.

Baca Juga  6 Juta Data Wajib Pajak Diperjualbelikan Rp 150 Juta? DJP: Tim Teknis Lakukan Pendalaman

“Saya hanya ingin menumbuhkan optimisme, jangan pesimistis. Memang yang kita hadapi ini bukan barang gampang, bukan barang yang mudah, tetapi kita tetap harus optimistis. Kuartal II-2022 sebesar 5,44 persen, kuartal III-2022 perkiraan saya ekonomi akan tumbuh 5,4 sampai 6 persen,” ujarnya.

Ia memastikan, pemerintah akan berupaya mencapai proyeksi itu, antara lain mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan hilirisasi. Kedua hal itu merupakan kunci bagi Indonesia untuk bertumbuh, maju, dan berdaya saing.

“Kita tetap konsisten membenahi hal-hal yang fundamental, infrastruktur. Karena di situlah fondasi kita dalam jangka menengah dan panjang bisa kita perbaiki, sebab ini menyangkut nanti daya saing, competitiveness. Enggak akan bisa kita bersaing dengan negara lain, kalau connectivity tidak kita miliki dengan baik. Jalan, airport, pelabuhan, pembangkit listrik itu kunci. Kalau infrastruktur kita rendah, mana bisa kita bersaing dengan negara-negara lain,” jelas Jokowi.

Baca Juga  Omzet Usaha Turun, DJP: Ajukan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25

Terkait hilirisasi, ia menegaskan, saat ini Indonesia tidak ingin menjual bahan mentah saja. Semua harus diolah sehingga menciptakan nilai tambah yang mampu mendongkrak penerimaan negara sekaligus membuka banyak lapangan pekerjaan.

“Nikel dulu kita setop, rame. Semua orang menyampaikan, ‘Pak, hati-hati. Ini nanti ekspor kita bisa anjlok karena bapak menghentikan (ekspor) nikel’. Nikel setiap tahun pada saat ekspor mentah, kira-kira empat tahun yang lalu, hanya (berkontribusi) 1,1 miliar dollar AS, artinya ekspor kita setahun hanya Rp 15 triliun. Begitu kita hentikan, coba cek tahun 2021, jadi sebesar 20,9 miliar dollar AS, melompat ke Rp 360 triliun. Baru nikel, nanti kita stop lagi timah, kita setop lagi tembaga,” ungkap Jokowi.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *