in ,

Hilirisasi Industri Pertambangan Tingkatkan Pendapatan

Hilirisasi Industri Pertambangan
FOTO: Setkab RI

Hilirisasi Industri Pertambangan Tingkatkan Pendapatan

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, hilirisasi industri pertambangan menjadi kunci kemajuan perekonomian Indonesia. Kebijakan hilirisasi industri pertambangan mampu meningkatkan pendapatan negara melalui pajak ekspor dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Setidaknya, kenaikan itu tecermin dari realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp 1.764,4 triliun Angga 31 Agustus 2022 atau naik 49,8 persen dibandingkan pada periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp 1.177,8 triliun.

“Hilirisasi kunci kita maju atau melompat, sehingga bolak-balik saya sampaikan, setelah nikel stop, dilanjutkan stop aspal, stop timah, stop bauksit, dan stop tembaga, pajak ekspor, royalti, dividen masuk ke dalam negeri, tidak dinikmati orang luar. Kalau masuk ke sebuah daerah mereka (investor) juga bekerja sama dengan pengusaha lokal, baik dari Jakarta, (investor) asing juga harus bekerja sama pengusaha lokal,” jelas Jokowi pada pembukaan Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center (JCC) 2022, (11/10).

Secara spesifik, ia mengungkapkan, peningkatan pendapatan negara terlihat pada kontribusi komoditas nikel. Saat masih diekspor dalam bentuk bahan mentah, kontribusi komoditas nikel nilainya sekitar Rp 15 triliun dalam satu tahun. Setelah masuk ke industrialisasi, nilainya melompat menjadi 20,9 miliar dollar AS atau setara Rp 360 triliun.

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

“Dari Rp 15 triliun melompat menjadi Rp 360 triliun, itu baru satu komoditas, satu barang. Kita memiliki yang namanya nikel, bauksit, tembaga, aspal. Apalagi kalau kita tidak ke lapangan, tidak akan ketemu,” kata Jokowi.

Ia juga mengungkapkan kegembiraannya atas keberhasilan pemerintah memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia. Dengan keberhasilan ini, Indonesia memperoleh lebih banyak keuntungan, diantaranya pendapatan negara yang meningkat.

“Saya suruh hitung, berapa sih pendapatan negara dari Freeport, yang dulunya kita mendapat deviden hanya 9 persen. Setelah kita ambil alih 51 persen saham, kita dapat pajak dividen, royalti, bea ekspor, dan PNBP. Saya suruh hitung, berapa jumlahnya. Sebanyak 70 persen dari pendapatan yang ada di Freeport. Artinya negara betul-betul dapat (keuntungan),” ungkap Jokowi.

Di sisi lain, ia mengajak seluruh komponen bangsa untuk tetap menjaga optimisme dalam menghadapi ketidakpastian global, antara lain akibat kondisi geopolitik Rusia dan Ukraina. Situasi yang penuh dengan ketidakpastian ini mengharuskan suatu negara untuk dapat mengelola moneter dan fiskal dengan baik.

“Inilah yang sering disampaikan, membayar harga dari sebuah perang itu sangat mahal sekali. Tetapi dengan ketidakpastian yang tadi saya sampaikan, kita harus tetap optimisme, kita harus optimistis tetapi hati-hati dan waspada dengan apa pun angka-angka yang kita miliki. Indonesia pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022, termasuk yang terbaik di dunia, yakni 5,44 persen,” kata Jokowi.

Baca Juga  Komwasjak: “Core Tax” Bikin Potensi Sengketa Pajak Menurun

Ia memastikan, hingga saat ini kondisi inflasi dan moneter di Indonesia masih terkendali. Kinerja inflasi telah ditopang oleh hubungan antara otoritas moneter dan fiskal, yakni Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang berjalan beriringan dan tidak tumpang tindih.

“Ini juga tetap harus kita syukuri karena kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain, contoh di Argentina sudah 83,5 persen (inflasi), dengan kenaikan suku bunga sudah 3.700 basis poin. Kita, inflasi 5,9 persen dengan perubahan suku bunga kita di 75 basis poin. Artinya, moneter kita masih pada posisi yang bisa kita kendalikan,” ungkap Jokowi.

Menurutnya, pemerintah telah mengambil pelbagai kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus mengendalikan inflasi. Pertama, pemerintah tetap menyalurkan bantuan sosial senilai Rp 502 triliun untukkompensasi dan subsidi.

“Pemerintah memberikan bantuan sosial besarnya luar biasa, Rp 502 triliun. Ini angka yang gede sekali. Tetapi karena kita ingin konsumsi tetap, konsumsi masyarakat tetap terjaga, daya beli masyarakat tetap terjaga, ya bayarannya ini Rp 502 triliun,” kata Jokowi.

Baca Juga  Jelang Lebaran, DJP Imbau Wajib Pajak Tidak Berikan Parsel

Kedua, pengendalian inflasi secara makro dan mikro. Jokowi menyampaikan, pengendalian inflasi saat ini dapat dilakukan tidak hanya dengan menaikkan suku bunga BI, tetapi juga dengan memberikan kewenangan kepada daerah untuk menggunakan 2 persen dana transfer umum dan belanja tidak terduga untuk pengendalian inflasi, salah satunya untuk subsidi transportasi.

“Caranya? Misalnya, ada kenaikan bawang merah di Provinsi Lampung. Sumber bawang merah di mana? Brebes (Jawa Tengah). Karena harga bawang merah naik di Lampung, pemerintah daerah bisa beli langsung ke Brebes atau menutup ongkos transportasi dari Brebes ke Lampung, itu dibebankan di APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Setelah kita hitung-hitung juga, biayanya jadi sangat murah,” tuturnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *